Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy) untuk mengantisipasi keterbatasan bahan bakar fosil. Salah satunya, melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Siklus Biner 500 Kilowatt di Wilayah Pengusahaan Panas Bumi Lahendong, Sulawesi Utara (Sulut).
Hal tersebut terwujud saat serah terima aset pilot plant PLTP Lahendong dari Kementerian Pendidikan dan Riset pemerintah Jerman (BMBF) melalui Geo Forschungs Zentrum (GFZ) German Research Center for Geosciences kepada Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kemenristekdikti melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Lahendong, Tomohon, Sulut (21/1/2019).
Pengembangan energi panas bumi (geothermal energy) merupakan satu dari lima kerjasama bilateral Iptek dan Inovasi Indonesia – Jerman yang dimulai sejak 29 Maret 1979. Kerjasama bilateral lainnya berupa Kerjasama Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Germany Tsunami Early Warning System – IG TEWS) yang telah diserah terimakan per 2006, IG Bioteknologi and Biodiversity (Keanekaragaaman Hayati), Pengembangan Business Technology Center (BTC), dan Business Innovation Center (BIC).
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku senang atas terjalinnya kerja sama yang baik antara Indonesia dan Jerman dalam pengembangan energi terbarukan, di bidang panas bumi tersebut. Kerjasama ini mendukung pelaksanaan kebijakan penelitian di Indonesia.
Menteri Nasir menambahkan, riset teknologi dan inovasi panas bumi di Indonesia terus menerus dikembangkan secara optimal. Indonesia memiliki sumberdaya geothermal terbesar di dunia, yaitu sebesar 40% atau sekitar 28.000 MegaWatt. Indonesia perlu mengembangkan varian teknologi energi bebas emisi dan atau polusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim (climate change).
Menurutnya sudah ada beberapa industri tenaga listrik baik negeri maupun swasta yang telah menggunakan panas bumi atau geothermal ini. Kerjasama ini terbangun bersama antara Jerman dengan Indonesia yaitu BPPT, PT Kolorindo, dan PT Guthrie Probolinggo.
Hasil kerjasama Iptek dan Inovasi Indonesia Jerman ini, terangnya, dapat dimanfaatkan juga oleh perguruan tinggi di Manado seperti Universitas Samratulangi, Universitas Negeri Menado dan Politeknik Negeri Manado, sehingga konsep ABG-C (Academic, Business, Goverment dan Community) sudah berjalan dengan baik.
“Kerja sama Iptek dan Inovasi (Iptekin) dalam pengelolaan panas bumi ini lebih advance karena sisa pengolahan panas bumi dapat dimanfaatkan kembali melalui proses Binary Cycle untuk menghasilkan tenaga listrik,” ungkap Nasir.
Menristekdikti melanjutkan, saat ini, melalui prototipe teknologi dan inovasi buatan Jerman, sisa pengolahan energi geothermal yang dimanfaatkan kembali sudah dapat menghasilkan listrik sebesar 500 kW. Karena itu prototipe ini akan terus dikembangkan agar dapat diterapkan di lokasi geothermal lain.
Dalam pemanfaatannya, aset PLTP tersebut akan dikelola oleh Pertamina PGE. Sedangkan untuk pengembangan SDM dan riset akan bekerjasama dengan perguruan tinggi setempat seperti Politeknik Negeri Manado dan Universitas Sam Ratulangi.
“Saat ini pemanfaatan geothermal di Indonesia hanya 4% dari 9% penggunaan energi renewable. Padahal Indonesia punya potensi geothermal yang besar, jika dimanfaatkan secara optimal dapat menghasilkan 28.000 – 29.000 MegaWatt,” ujar Nasir.
Menristekdikti berharap dengan sudah diserahterimakan aset geothermal ini, dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan sumberdaya manusia di bidang geothermal, pendidikan, dan penelitian.
Duta Besar Jerman, Peter Scoof mengungkapkan, kerjasama ini merupakan komitmen Pemerintah Jerman untuk mengurangi dampak perubahan iklim melalui pemanfaatan geothermal. Di Indonesia terdapat 2,5 Giga Watt potensi geothermal yang dapat dimanfaatkan. Pemerintah Jerman sudah berkontribusi total bersama-sama peneliti terbaik di Indonesia dalam pengembangan geothermal, untuk mengurangi emisi sehubungan dengan pengurangan dampak perubahan iklim dunia.
“Kami berharap di masa yang akan datang prototipe ini dapat diduplikasi dan replikasi (multiplier effect) di seluruh Indonesia,” ungkap Schoof.
Duta Besar Jerman kembali menegaskan, sudah 40 tahun kedua negara bekerjasama di bidang pengembangan iptek dan inovasi. Pemerintah Jerman merupakan salah satu negara yang merespon cepat bencana Tsunami di Aceh 2004 dan mendirikan IG TEWS (Indonesia-Germany Tsunami Early Warning System).
“Selain itu, kami juga bekerjasama dalam penelitian di bidang kesehatan dan keragaman hayati, perkebunan karet, kelapa sawit dan sebagainya. Di masa yang akan datang, perlu ditingkatkan kerjasama di bidang penelitian dan isu-isu terkini dalam mendukung sustainable development goals (SDG),” tuturnya.
Acara serah terima ini dihadiri Gubernur Sulawesi Utara dan Walikota Tomohon, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Jumain Appe, BPPT, Pertamina Geothermal Energi (PGE), Pemerintah Daerah Manado, Komisi VII DPR, GFZ, BMBF dan Kedubes Jerman di Indonesia, PLN, ESDM, Universitas Samratulangi, Universitas Manado, dan Politeknik Negeri Manado.