Technology-Indonesia.com – Serangan organisme penganggu tumbuhan (OPT) yang menjadi kendala utama dan momok menakutkan bagi petani lada, mengusik naluri penelitian Dr. Ir. Wiratno, M.Env.Mgt yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Peneliti ini berusaha keras mencari cara menanggulangi serangan organisme yang membahayakan kelangsungan hidup tanaman lada yang dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia.
Hingga saat ini, belum ada obat atau cara yang efektif menanggulangi penyakit kuning dan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang menyerang lada. Wiratno pun teringat pada penelitiannya sewaktu kuliah S3 di Wageningen University, Belanda yang diselesaikannya pada 2008. Berdasarkan penelitiannya, nematoda penyebab penyakit kuning pada lada dibunuh menggunakan minyak cengkih.
Penelitian tentang hama tanaman memang tak asing bagi pria kelahiran Jakarta, 2 Juli 1963 ini. Puluhan publikasi ilmiah terkait hama tanaman telah dihasilkannya. Bahkan sewaktu kuliah S1 di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto pada 1988, ia mengambil Jurusan Perlindungan Tanaman. Wiratno juga pernah menjadi peneliti bidang hama tanaman pada Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor (1989-2009).
Sewaktu menyelesaikan Thesis S3, Wiratno pernah melakukan survei mengelilingi Pulau Bangka menggunakan sepeda motor untuk berdiskusi dengan petani lada. Banyak petani frustasi karena serangan penyakit kuning dan BPB. Pada lahan bekas tanaman lada yang mati, petani menanam lada kembali namun saat mau berproduksi tanaman kembali mati.
Namun karena beberapa jabatan struktural yang diembannya, membuat pria yang meraih gelar Master in Environmental Management dari The University of New England, Australia pada 1999 ini tidak bisa fokus pada penelitian lada. Wiratno tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Biodiversity Kementerian Riset dan Teknologi (2001-2002), Kepala Sub Bidang Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2009-2013), Kepala BPTP Sumatera Selatan (2013-2014), dan Kepala Balai Penelitian Tanah (2014-2016).
Saat menjabat sebagai Kepala Balittro, Wiratno kembali fokus ke tanaman lada. Penelitiannya sewaktu kuliah S3 di Belanda tentang minyak cengkih untuk pengendalian penyakit kuning berhasil dibuat menjadi formula. Hasilnya, sebuah formula pestisida nabati bernama Smartz Plus, yang sudah menjalani beberapa pengujian dan hasilnya memuaskan. Dalam waktu dekat pestisida nabati ini akan diuji di lahan yang lebih luas milik petani di Pulau Bangka.
Tak hanya mampu mengatasi penyakit kuning, Smartz Plus hasil penelitiannya juga mampu mengendalikan serangan penyakit BPB, serta hama penggerek bunga, Dichonocoris hewetti dan penghisap buah, Dasynus piperis. Jadi dalam sekali aplikasi, pestisida nabati ini mampu menekan empat jenis OPT yang menyerang tanaman lada. Bahkan, setelah membunuh hama, pestisida nabati ini berfungsi sebagai pupuk organik.
Sebelumnya pada 2015 Wiratno menemukan formula pestisida nabati BioProtektor. Pestisida ini khusus diformulasi untuk mengendalikan serangan hama wereng batang cokelat (WBC) yang sangat meresahkan petani padi. Hama ini menyebabkan tanaman puso sehingga petani gagal panen. BioProtektor ternyata juga dapat membunuh walangsangit sekaligus meningkatkan kesuburan tanaman.
Bahan aktif BioProtektor setelah disemprotkan ke tanaman akan terurai dan berperan sebagai pupuk organik sehingga produksi padi meningkat hingga 15 persen. Demplot budidaya padi Jarwo Super pada beberapa lahan endemik WBC memberikan hasil memuaskan. BioProtektor juga dapat dipergunakan menekan serangan hama penggerek buah kakao dan berbagai hama penting lainnya.
Peraih penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden RI pada 2013 ini berharap kegiatan pengembangan pestisida nabati bisa menjadi solusi strategis untuk mengatasi serangan OPT lada dan tanaman pertanian lainnya sekaligus mendukung terwujudnya cluster pertanian organik Indonesia untuk meningkatkan nilai jual produk.