Edvin Aldrian, Profesor Riset Meteorologi Pertama di Indonesia

 

Sosok Edvin Aldrian tidak asing di lingkungan ahli meteorologi klimatologi. Beliau sempat “diculik” dari instansi sebelumnya, Badan Pengkajian daan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk ditempatkan di BMKG usai beberapa kali menemani rombungan BMKG di pertemuan WMO (World Meteorogical Organization).  Saat itu, Edvin, masih menempati pegawai di  Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT hingga 2008, dan pada 2009 langsung ditempatkan di BMKG.

Berbekal latar belakang pendidikan tinggi dari kampus ternama, Edvin piawai menguasai bidangnya. Menyelesaikan  Sarjana di Departemen Teknik Fisika di Universitas McMaster, Kanada  (1993), kemudian melanjutkan Program Magister Institut Hydrospheric dan Sains Atmosfer (ihas), Nagoya University, Jepang yang diselesaikan pada 1998. Tidak hanya itu, kampus ternama dirambahnya untuk Program Doktor di Max Planck Institut für Meteorologie / Uni. Hamburg, Jerman, dan berhasil lulus dengan disertasi berjudul, “Simulasi Curah Hujan Indonesia dengan Hirarki Model Iklim.”

Ditunjang ketekunannya sebagai peneliti dengan karir fungsiaonal terbilang cukup singkat sekitar 5 tahun, dimulai sebagai Ajun Peneliti Madya pada 2007, Peneliti Utama pada 2008, Ahli Peneliti Utama pada 2010, sekaligus dikukuhkan sebagai Profesor Riset bidang Meteorologi pada tahun itu, diusia yang sangat muda 40 tahun, Risetnya berjudul “Pemahaman Dinamika Iklim di Negara Kepulauan Indonesia sebagai Modalitas Ketahanan Bangsa.”

Edvin yang pernah menjabat Direktur Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG ini mengatakan BMKG harus mampu mengubah paradigma dari sistem operasional menjadi sistem analis. “Tidak hanya memprediksi tapi juga mampu memberikan analisis yang menjadi solusi atas kondisi yang akan terjadi,” ujar pria yang pernah menjadi anggota Tim RUU Meteorologi dan Geofisika (2009) ini.

Hal itu, kata Edvin, sudah diterapkan di beberapa negara. Salah satunya China yang sudah menerapkan sistem impact based forecast, juga risk based warning. “Kenapa tidak, membangun BMKG Forecast dengan hasil analisis  yang bisa diimplementasikan di semua bidang,” ujarnrnya.

Transformasi  perubahan paradigma, kata Edvin, dapat dimulai dari STMKG (Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) yang menjadi “kawah candradimuka” kandidat pemimpin BMKG di masa depan.

Edvin Aldrian yang tercatat sebagai Profesor Riset ke-429 yang dikukuhkan di Indonesia, bahkan satu-satunya Profesor Riset bidang Meteorologi di Indonesia juga mengharapkan BMKG mampu produktif berbagi informasi data MKG dengan institusi yang sama di negara-negara lain.

Edvin kini menjabat Wakil Ketua Kelompok Kerja IPCC (Intergovermental Panel On Climate Change),  Wakil Ketua Komisi WMO untuk Klimatologi (CCl) Tim Ahli Kelembagaan dan Kemampuan Infrastruktur (ET-IIC) sejak 2014 sekaligus Wakil Ketua Asosiasi Regional WMO V Kerja Jasa Iklim (WMO RA V WG-CLS) yang diamanahkan hingga 2018.

You May Also Like

More From Author