TechnologyIndonesia.id – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi dan praktisi kebencanaan memperkuat knowledge management bencana alam di Indonesia.
Menurutnya, pengelolaan knowledge yang tepat, akan membawa dampak yang besar bagi penguatan sistem peringatan dini bencana di Indonesia. Hal ini, kata Dwikorita, akan semakin meminimalisir dampak kerugian dan mempercepat terwujudnya zero victim.
“Saya berharap knowledge management ini dapat disinergikan dan semakin kuat. Berbeda beda pandangan dan analisis itu wajar, berbeda-beda itu adalah kekayaan, namun bagaimana perbedaan itu bisa saling melengkapi angle pemahaman yang lebih komprehensif,” ungkap Dwikorita saat membuka Webinar ‘Kupas Tuntas Gempa Sumedang M4,8 31 Desember 2023’, Kamis (11/1/2024).
Acara tersebut menghadirkan pembicara yaitu Dr. Gayatri I Marliyani dari Teknik Geologi Univeristas Gadjah Mada; Dr. Supartoyo dari Badan Geologi; Dr. Dimas Salomo Sianipar dari Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG); Dr. Mudrik R Daryono dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Dr. Pepen Supendi dari BMKG, dan Ahmad Arif dari Kompas.
Hadir sebagai penanggap yaitu Prof. Yan Sophaheluwakan dari Universitas Indonesia dan Prof. Irwan Meilano dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Acara tersebut dihadiri sekitar 1.000 peserta melalui Zoom dan Youtube Channel.
Dwikorita meyakini, bahwa knowledge management Indonesia sangat kuat lantaran arena atau medan yang dihadapi cukup kompleks dan luas. Pengetahuan secara scientist ini, jika disinergikan dengan kearifan lokal atau pengetahuan lokal (local knowledge) maka akan semakin memperkuat sistem peringatan dini yang dimiliki Indonesia.
“Saya yakin baik BRIN, Badan Geologi, ITB, UI, ITS, UGM bersama BMKG memiliki banyak sekali knowledge, jika ini disinergikan bersama, maka sebuah peristiwa bencana dapat kita lihat secara multi-angle dan bisa saling memperkuat dan melengkapi,” imbuhnya.
Penguatan knowledge management ini pula, lanjut Dwikorita, yang menjadi alasan pembentukan konsorsium Gempabumi dan Tsunami Indonesia (KGTI) pada tahun 2022. Konsorsium ini berisi para pakar dan peneliti gempabumi dan tsunami dari berbagai Kementerian/Lembaga terkait, Perguruan Tinggi, dan praktisi kebencanaan.
Kehadiran KGTI bertujuan meningkatkan kemandirian bangsa untuk penguatan operasional sistem peringatan dini tsunami. KGTI dibagi dalam tiga kelompok kerja yaitu, pertama kelompok kerja gempabumi. Kedua, kelompok kerja tsunami. Ketiga, kelompok kerja evaluasi dan pengembangan/penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempabumi dan tsunami.
“Pelibatan ahli, pakar, dan peneliti dari berbagai institusi dan perguruan tinggi tentunya akan semakin memperkuat BMKG, terutama terkait dengan kajian dan analisis yang dihasilkan,” tuturnya.
Dwikorita berharap berbagai knowledge yang dihasilkan berbagai lembaga maupun peneliti dan akademisi dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah, utamanya untuk penyempurnaan dalam perencanaan serta dalam penguatan literasi kebencanaan masyarakat dan aksi mitigasi.
Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Nasional BMKG, Daryono mengungkapkan bahwa gempabumi Sumedang memberi Indonesia sejumlah pelajaran penting. Pertama, pentingnya mitigasi konkrit dengan mewujudkan bangunan dengan struktur kuat dan Rencana Tata Ruang Wilayah yang aman, berbasis risiko gempabumi.
Kedua, mitigasi gempabumi juga sangat penting meski di wilayah dengan aktivitas kegempaan rendah. Ketiga, Gempa Sumedang memberi pesan agar tidak mengabaikan setiap gempa kerak dangkal, meskipun magnitudonya kecil.
Keempat, gempabumi Sumedang memberi pesan akan pentingnya kesiapsiagaan (preparedness) terhadap bencana gempabumi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.