InaCBT di Labuan Baju Berhasil Deteksi Tsunami

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sistem peringatan dini tsunami, Indonesia Cable Base Tsunameter (InaCBT), telah dipasang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). InaCBT ini selesai diinstalasi pada awal 2022 di Labuan Bajo yang merupakan destinasi wisata, dan lokasi tersebut juga merupakan patahan aktif yang berpotensi gempa dan tsunami.

InaCBT yang dipasang sepanjang 54 km di laut sebelah utara Labuan Bajo, telah berhasil untuk pertama kalinya mendeteksi tsunami pada 10 Januari 2023. Trunami minor tersebut memiliki ketinggian 5 hingga 10 cm, akibat gempa di laut Banda yang berjarak sekitar 1.100 km dari lokasi sensor.

Kepala Pusat Riset Elektronika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yusuf Nur Wijayanto menyampaikan bahwa InaCBT dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang saat ini terintegrasi ke dalam BRIN

“Ini merupakan kerja sama dalam rangka riset dan pengembangan bersama BMKG, khususnya untuk melakukan verifikasi keakuratan deteksi,” jelas Yusuf dikutip Technology-Indonesia dari laman brin.go.id pada Kamis (23/2/2023).

Saat ini, teknologi Ina-CBT yang dikembangkan masih dalam tahap riset untuk menguji keandalannya. BRIN juga masih mengembangkan teknologi ini dengan memanfaatkan kabel fiber optik bawah laut untuk transfer data internet dan data sensor.

“Diharapkan ke depan terjalin kerja sama dengan provider telekomunikasi, untuk menyalurkan informasi antar pulau dan memberikan early warning terjadinya gempa atau tsunami,” tutur Yusuf.

Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Elektronika BRIN, Michael Andreas Purwadi, bersama tim menyatakan, InaCBT yang dipasang sepanjang 54 km di laut sebelah utara Labuan Bajo, telah berhasil untuk pertama kalinya mendeteksi tsunami.

Untungnya hanya minor tsunami, dengan ketinggian 5 hingga 10 cm, akibat gempa di laut Banda, pada 10 Januari 2023, pukul 00:47, yang berjarak sekitar 1.100 km dari lokasi sensor.

Lebih rinci dia menjelaskan, proses pendeteksian tsunami dilaksanakan dengan 3 layer sensor. Pertama, sensor seismik untuk mendeteksi lokasi pusat gempa, lebih dari 7 skala richter, dan kedalaman kurang dari -70 km, akan memicu BMKG untuk mengeluarkan Peringatan Dini (PD)-1. Kemudian akan dilakukan simulasi oleh BMKG tentang waktu dan ketinggian gelombang tsunami tiba di pantai, untuk mengeluarkan PD-2.

Deteksi oleh sensor laut dalam (InaBuoy maupun InaCBT) digunakan untuk memastikan bahwa memang akan ada gelombang tsunami. Jika ada deteksi oleh sensor laut dalam, BMKG akan mengeluarkan PD-3, di mana perintah evakuasi akan diberikan untuk masyarakat di pantai yang akan terkena tsunami.

PD-4 dikeluarkan setelah sensor terakhir yakni sensor pasang-surut yang terletak di pantai memastikan kedatangan gelombang tsunami hingga selesainya. PD-4 dikeluarkan sebagai penutup yang menghentikan peringatan dini tsunami.

SOP tersebut dikembangkan untuk bisa direalisasikan secara bertahap hingga tuntas. SOP ini tentu saja akan menyesuaikan dengan kondisi peralatan dan kemajuan teknologi. Parameter yang diukur oleh sensor laut dalam adalah tekanan hidrostatik air laut di atas sensor yang terletak di dasar laut.

“Tekanan tersebut akan berubah jika ada gelombang laut panjang yang melintas, atau ada getaran di dasar laut,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa gelombang tsunami termasuk gelombang panjang (long wave). Pada 2018, terjadi tsunami yang tidak disebabkan oleh gempa, yakni tsunami Palu dan tsunami anak krakatau akibat longsoran tebing bawah laut, sehingga tidak akan terdeteksi oleh sensor layer 1, yakni sensor seismik.

“Tsunami seperti ini disebut a-typical tsunami atau non-tectonic tsunami. Tsunami bisa juga terjadi akibat jatuhnya meteor, meletusnya gunung berapi seperti di Tonga tahun 2022, yang tidak juga terdeteksi oleh sensor seismik. Jika terjadi a-typical tsunami, maka sensor terdepan untuk mendeteksi adalah sensor laut dalam InaBuoy dan InaCBT, sehingga peletakannya harus diperhitungkan dengan cermat,” tutur Purwadi.

Dirinya mengungkapkan, instalasi InaCBT dipasang di utara Labuan Bajo, karena mempertimbangkan lokasi ini merupakan destinasi pariwisata prioritas. Selain itu terdapat Flores back arch Thrust di sebelah utara yang menimbulkan gempa beberapa waktu terakhir, termasuk tsunami di 1992, dan masih berpotensi menimbulkan gempa dan tsunami setinggi 3 meter.

Sehingga, InaCBT dipasang sepanjang 54 km untuk mendekati Flores back arch thrust, dengan kedalaman mencapai 4120 meter, untuk mempersingkat waktu deteksi.

Terinstalasinya InaCBT ini merupakan kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak, selain tim InaCBT, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, dan berbagai kementerian dan lembaga yang mendukung pembangunan purwarupa.

“Semoga bisa dibangun lebih banyak lagi untuk mendukung Tsunami Early Warning System di Indonesia,” harapnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author