Jakarta, Technology-Indonesia.com – Gelombang tinggi terjadi di laut selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam beberapa hari terakhir. Tidak sedikit bangunan dan fasilitas umum di tepi pantai mengalami kerusakan yang signifikan. Terjangan gelombang tinggi ini juga mengakibatkan kerugian ekonomi hingga Rp. 2 miliar.
Dekan Fakultas Geografi UGM, Muh Aris Marfai menyampaikan hal tersebut dalam Konferensi Pers Dampak Gelombang Tinggi Pesisir DIY di kampus UGM pada Selasa (24/7/2018). Dalam kesempatan itu, Fakultas Geografi memaparkan hasil observasi lapangan dampak gelombang tinggi di sejumlah pantai di Kulon Progo, Bantul, serta Gunungkidul. Turut serta dalam pemaparan itu perwakilan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta.
Aris menyebutkan, kerusakan cukup parah akibat gelombang tinggi hanya terjadi di 4 pantai Gunungkidul yakni Pantai Somandeng, Pantai Ngandong, Pantai Drini, dan Pantai Sepanjang. Sekitar 24 gazebo mengalami kerusakan dan hilang terbawa arus. Tak hanya itu, 5 kapal dan 20 jaring set dilaporkan hilang terseret arus.
Gelombang tinggi ini tidak hanya merusak fasilitas umum, namun menimbulkan kerusakan vegetasi di sekitar garis pantai. Seperti yang terjadi di Pantai Goa Cemara, Pantai Baru, serta Pantai Trisik.
“Di pantai-pantai ini mengalami abrasi yang cukup intensif 3 hingga 4 meter kebelakang pantai sehingga vegetasinya mengalami kerusakan berat dan untuk merehabilitasinya membutuhkan biaya besar,” tuturnya.
Aris menyampaikan, dampak yang terjadi pada beberapa pantai berbeda-beda sesuai dengan tipe pesisirnya. Pantai yang berhadapan langsung ke laut, berpasir landai dan lurus akan mengalami dampak empasan gelombang yang lebih besar. Berbeda dengan pantai bertebing, pantai ber-platform, pantai berteluk, pantai berlaguna, dan panti ber-mangrove yang bisa lebih meredam empasan gelombang tinggi.
Dengan karaketristik pantai yang langsung menghadap ke laut, pantai-pantai di DIY akan selalu berpotensi menerima gelombang tinggi. Bahkan pada 2017 lalu gelombang tinggi sudah menerjang kawasan pesisir selatan DIY.
“Gelombang tinggi ini bisa mengakibatkan kerusakan signifikan di kawasan pesisir sehingga masyarakat diharapkan tidak melakukan aktivitas secara intensif di sekitar bibir pantai,” imbaunya.
Pendirian bangunan maupun fasilitas publik diharapkan tidak berada dekat dengan bibir pantai atau minimal sekitar 100 meter dari garis pantai. Masyarakat juga diharapkan terus memantau peringatan BMKG terkait aktivitas gelombang tinggi.
Selanjutnya untuk tindakan mitigasi jangka panjang bisa dilakukan dengan menaati penataan ruang pesisir, mengimplementasikan aturan sempadan pantai, serta meninjau ulang penataan ruang yang berbasis pada perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
Hingga Akhir Juli
Prakirawan BMKG DIY, Sigit Hadi Prakosa menyebutkan gelombang tinggi di wilayah pesisir selatan DIY terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang siginifikan di belahan bumi selatan tepatnya di Samudera Hindia dengan belahan bumi utara di Laut China Selatan. Ditambah dengan adanya aktivitas sikon tropikal dan siklon ampil.
“Kecepatan angin sampai 35 Km/jam sehingga menimbulkan gelombang tinggi 5-6 meter,” tuturnya. Gelombang tinggi ini akan berlangsung hingga akhir bulan Juli ini dan ketinggian gelombang akan mencapai 5-6 meter pada puncaknya.
“Seminggu ke depan gelombang tinggi masih signifikan pada 24-25 Juli ini dan berangsur turun pada 29 Juli,” jelasnya.
Kepala Seksi Data & Informasi BMKG DIY Teguh Prasetyo menghimbau masyarakat untuk selalu waspada dengan ketinggian gelombang laut dan selalu mengupdate informasi yang dikeluarkan BMKG terkait aktivitas gelombang tinggi.
“Kita terus update informasi tentang gelombang tinggi melalu web BMKG dan media sosial. Masyarakat diharapkan bisa terus mengikuti perkembangan infromasi melalui media-media tersebut,” ucapnya.
Upaya mitigasi gelombang tinggi juga dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat di kawasan pesisir selatan DIY. Rencananya, pada pertengahan Agustus mendatang, pihaknya akan mengadakan sekolah lapangan nelayan yang diikuti sekitar 30 nelayan di DIY.
“Sekolah lapangan ini ditujukan sebagai sarana untuk memberikan informasi yang mudah dipahami oleh nelayan sehingga bisa akrab dengan cuaca kelautan,” pungkasnya.