BPPT : Teknologi Antisipasi Gempa Mutlak Diperlukan

Gempa tektonik mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah, memicu gelombang tsunami dan menerjang Kota Palu dan Donggala. Menurut data BMKG gempa bumi terjadi pada pk. 17:02 WIB (10:02 UTC), hari Jumat 28/09/2018 di sekitar Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Gempa bumi ini menurut berbagai sumber (BMKG, GFZ, USGS) bermagnitude M 7.5 – 7.7, berpusat di sekitar 0.178 LS; 119.840 BT pada kedalaman 10 km. Gempa terjadi di zona sekitar Sesar Palu-Palukoro dengan kecepatan geser sekitar ~10 mm/th.

Sekretaris Utama BPPT yang juga menjadi Plh Kepala BPPT  Wimpie Agoeng Nugroho menyatakan rasa duka yang mendalam atas bencana yang terjadi. “BPPT turut menyampaikan duka cita atas bencana yang terjadi di Donggala dan Palu. Semoga masyarakat tetap waspada dan bantuan cepat tersalurkan,” ucapnya di Jakarta, (29/09/2018).

Lebih lanjut Deputi Teknologi Pengembangan Sumber daya Alam (TPSA) BPPT, Hammam Riza mengatakan bahwa bencana ini mesti membuat kita berkaca akan pentingnya teknologi yang mampu mengurangi dampak kebencanaan seperti ini. “Segera mungkin, sinergi yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan untuk menggunakan teknologi. Teknologi mampu  berperan signifikan dalam upaya mengurangi risiko bencana gempa bumi,” tegasnya.

Menurut Hammam Risa,  upaya antisipasi gempa  masih sangat minim. *Selama ini kita melulu disibukkan dengan upaya penanganan pasca gempa, sementara upaya antisipasi masih sangat minim, bahkan belum menjadi fokus perhatian. Namun, BPPT kini telah memiliki berbagai teknologi yang siap digunakan untuk mengantisipasi bencana gempa bumi serta tsunami, “ ujarnya.

Hammam menambahkan BPPT mengawali program BUOY InaTEWS untuk peringatan dini tsunami. BPPT  jugaterus melakukan kajian gempa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai milik BPPT di Yogyakarta, serta mengkaji Multi Hazard Early Warning System (MHEWS).

“Upaya tersebut, harus bisa digalang melalui sinergi dengan berbagai  kementerian, lembaga, Pemda dan industri, sehingga produk-produk teknologi yang dihasilkan dapat diproduksi dengan biaya yang rendah, bersifat masai, memenuhi standar kualitas Industri, dan memiliki keberlangsungan serta ketersediaan yang bersifat permanen,” paparnya.

BPPT juga telah mengoptimalkan peran teknologi bagi kesiapan kita dalam menghadapi bencana, yang juga dapat menumbuhkan sebuah kekuatan industri baru, yakni industri yang bergerak di bidang kebencanaan Indonesia. Terkait tsunami, BPPT merilis sistim deteksi dan peringatan dini gempa dan tsunami melalui teknologi maju cable base tsunami meter yang dapat memberikan informasi gempa bumi dengan lebih cepat dan akurat, serta mampu mendeteksi adanya tsunami.

“Teknologi ini bertujuan membangun ketangguhan dalam menghadapi kemungkinan gempa bumi melalui mitigasi, pencegahan dan kesiapsiagaan. Kedua, memberikan dukungan percepatan bagi proses tanggap darurat, dan ketiga yakni penerapan teknologi dalam proses pemulihan pasca bencana,”  paparnya.

Menurut Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT, Wahyu W. Pandoe gempabumi ini mekanismenya sesar geser dengan arah dominan Barat Laut – Tenggara dengan perkiraan empiris luas bidang patahan 125 x 20 km^2. Dengan kedalaman dangkal sekitar 10 km, maka nilai asumsi kekakuan batuan adalah rendah.  *Gempa bumi ini momen magnitudenya adalah sekitar 2.5×10^20 Nm yang enerjinya setara dengan 3×10^6 Ton-TNT atau 200 kali bom atom Hiroshima,” ujarnya.

Berdasar simulasi model (analitik-numerik), Palu – Kabupaten Donggala dsk mengalami deformasi vertikal berkisar antara -1.5 sd 0.50 m. Daratan di sepanjang pantai di Palu Utara, Towaeli, Sindue, Sirenja, Balaesang, diperkirakan mengalami penurunan 0.5-1 m dan di Banawa mengalami penaikan 0.3cm. Gempabumi ini berpusat di darat dengan sekitar 50% proyeksi bidang patahannya berada di darat dan sisanya di laut.

Komponen deformasi vertikal gempabumi di laut ini berpotensi menimbulkan tsunami. Berdasarkan hasil model, tinggi tsunami di sepanjang pantai antara beberapa cm hingga 2.50 m. Tsunami berpotensi lebih tinggi lagi karena efek turunnya daratan di sekitar pantai dan amplifikasi gelombang akibat batimetri serta morfologi teluk. “Masyarakat perlu waspada atas gempa bumi susulan dan potensi keruntuhan infrastruktur bangunan di sekitarnya, serta terus memantau dan mengikuti informasi dari otoritas resmi , baik BMKG, BNPB serta BPBD setempat,” himbau Pandu.

 

You May Also Like

More From Author