BPPT Tawarkan Inovasi Rumah Tahan Gempa Buatan Lokal untuk Lombok

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Guncangan gempa Lombok menyisakan banyak kerusakan hunian tempat tinggal dan fasilitas umum. Hingga kini sebagian besar warga masih tinggal di tenda pengungsian.

Menyikapi hal ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Pusat Teknologi Material (PTM) mencoba menawarkan inovasi rumah tahan gempa untuk korban bencana gempa Lombok. Rumah ini konstruksi dan materialnya ramah terhadap gempa.

“Rumah ini disusun per panel, kalaupun roboh tidak mencelakai penghuni, karena material ringan yang terbuat dari komposit sandwich. Kalaupun ada yang jatuh menimpa berat panel hanya dua kilogram. Jadi tidak begitu berbahaya,” papar Direktur Pusat Teknologi Material BPPT Mahendra Anggaravidya di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis (30/09/2018).

Rumah tahan gempa ini berbahan sandwich panel buatan BPPT yang bermitra dengan industri lokal. BPPT berperan memformulasikan bahan komposit, lalu menyusun desain dan diproduksi massal oleh industri lokal. “Jadi hampir 80 persen TKDN-nya,” terang Mahendra.

Posisi rumah ini, urainya, disambung dalam ikatan yang utuh, jadi ketika terkena beban gempa, sambungan tersebut tidak tercerai berai, atau tidak terjadi roboh. Rumah ini telah menjalani uji simulasi beban gempa melalui Simulasi Percepatan 2,28 G dalam frekuensi 0,1-10 Hz dengan metode (spectrum) serta kombinasi beban mati, hidup, dan angin. Hasil simulasi dan analisis struktur menggunakan SAP2000, menunjukkan struktur tetap aman dengan kombinasi frame dan sandwich.

Meski sifatnya simulasi, PTM BPPT tengah membuat permodelan bertipe 21 dan 36 yang rencananya akan dibawa ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pembangunan rumah komposit ini membutuhkan waktu 1 minggu per unit.

Untuk itu, kata Mahendra, dibutuhkan sinergi dari pemangku kepentingan seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, BNPB, dan BUMN untuk segera dipasang di Lombok. Hal ini penting untuk membuktikan bahwa model rumah tersebut memang kokoh dan layak huni di wilayah gempa.

“Selain itu, kami menginginkan ada dukungan khusus yang sifatnya pendanaan, terutama untuk memperbanyak jumlah unit yang akan dijadikan bantuan,” ungkapnya.

Menurut Mahendra, satu unit rumah membutuhkan anggaran sekitar 40 jutaan untuk rumah komposit tipe 21. Sedangkan untuk tipe 36 akan menghabiskan dana 70 jutaan per unitnya.

“Selain kedua tipe tersebut, kami juga bisa membuat ukuran yang di kustom. Biaya permeternya dua jutaan. Bisa untuk ukuran besar untuk pembuatan fasilitas umum seperti Puskesmas atau tempat ibadah,” urai Mahendra.

Pihaknya yakin bahwa rumah komposit ini dapat menjadi model untuk diterapkan di wilayah rawan gempa. “Rumah komposit inovasi BPPT ini patut menjadi perhatian pemangku kepentingan, agar dapat diperbanyak di wilayah rawan gempa di seluruh Indonesia,” pungkasnya.

Dua unit rumah komposit inovasi BPPT ini sudah dipasang dan serah terima di Kelurahan Pasir Jaya, Pemkot Bogor. Bermitra dengan BPBD Kota Bogor, pemasangan rumah komposit ini bertujuan untuk memiliki wilayah tanggap bencana dalam bentuk hunian sementara berupa dua unit rumah tipe 3 x 4 meter dan 5 x 6 meter. Saat ini rumah tersebut masih kokoh dan difungsikan sebagai fasilitas umum oleh pemerintah setempat.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author