Menjadi Profesor di Indonesia Sangat Sulit? Ini Strateginya

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Universitas Lampung (Unila) bersama SEVIMA mencetak rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) untuk kegiatan Webinar Nasional dengan peserta terbanyak yang diikuti Rektor se-Indonesia, pada Selasa, 5 April 2022. Tercatat, 250 rektor dan 8.000 dosen mengikuti Webinar yang membahas strategi meningkatkan jumlah profesor dan mempercepat kenaikan jabatan fungsional dosen.

Ketua Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa sekaligus Rektor Universitas Lampung Prof. Karomani, menjelaskan bahwa Webinar ini begitu diminati para peserta karena menjadi profesor di Indonesia amatlah sulit. Padahal, menjadi profesor merupakan cita-cita seluruh dosen di penjuru negeri, sekaligus dapat mendukung peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia.

“Tapi sayangnya, guyonan yang sering terlontar di kampus, menjadi guru besar (Profesor) di Indonesia itu jauh lebih sulit dibandingkan masuk surga! Webinar ini menjadi sarana kita berbagi cara-cara sukses menghadapi rintangan persyratan menjadi guru besar,” ungkap Karomani.

Menjadi Profesor Seharusnya Mudah

Bukti bahwa kesulitan menjadi profesor di Indonesia, tercermin dari jumlah profesor di Indonesia yang masih rendah. Karomani menyebutkan dari 312.890 dosen di Indonesia, hanya 5.479 orang saja yang telah menyandang gelar Profesor.

Kesulitan menjadi Profesor, menurut Karomani karena banyaknya syarat administrasi yang perlu dipenuhi dosen. Seperti syarat minimum mengajar mahasiswa sarjana hingga doktoral, membimbing disertasi, angket sesama dosen, surat rekomendasi, hingga syarat publikasi di internasional.

“Artinya hanya 2% dosen di Indonesia yang sudah menjadi Profesor. Saya pribadi adalah saksi hidup betapa sulitnya menjadi Profesor. Lima tahun saya mengurus syarat administrasi menjadi Profesor. Sebagai Rektor, saya tidak ingin dosen saya harus melalui kesulitan yang saya alami!,” ungkapnya.

Tips sukses untuk menjadi Profesor, lanjut Karomani, terletak pada kolaborasi. Rektor sebagai pemimpin di kampus, harus mau jadi komandan lapangan. Rektor perlu menguatkan sistem di kampus jika sistem tersebut masih lemah. Misalnya, jika kampus belum memiliki fasilitas pendanaan yang cukup untuk para dosen berkuliah S3 dan mempublikasikan jurnal, maka Rektor harus turun untuk memfasilitasi.

Sedangkan dosen, punya kewajiban dan tekat teguh untuk terus belajar. Kampus bisa membentuk Tim Percepatan Guru Besar dan menyelenggarakan coaching clinic (pelatihan) agar dosen yang belum profesor dapat belajar dari seniornya yang sudah menjadi profesor.

Karomani pun mengisahkan best practice kampusnya yang pada 2021 menyandang gelar sebagai kampus dengan pengukuhan Profesor terbanyak se-Indonesia. Di Universitas Lampung, pihaknya meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan memberikan insentif, puluhan juta bagi setiap dosen yang mampu mempublikasikan artikel jurnal internasional.

“Rektor juga bisa ambil langkah-langkah terobosan seperti menyediakan Beasiswa S3, mendirikan program studi S3, sampai saya juga menagih ke Dekan, Prodi, dan Bagian Akademik, kalau ada dosen yang proses jadi profesornya terlalu lama,” lanjut Karomani

Anggota Komisi X DPR RI Prof. Djohar Arifin menyampaikan bahwa kebijakan juga perlu ditransformasi untuk mempermudah persyaratan Profesor. Sesuai dengan slogan Kampus Merdeka, seharusnya gelar Profesor ditentukan secara langsung oleh kampus. Karena, kampuslah yang paling mengetahui potensi para dosennya masing-masing.

“Saya terus sampaikan kepada Saudara Menteri, bahwa kampus ini belum merdeka. Jika kampus itu yakin seseorang layak menjadi Profesor, tentu dengan kriteria yang jelas, maka tidak perlu lagi dibebani syarat administrasi yang begitu banyak. Masak kita tidak percaya dengan kualitas akademik Universitas Indonesia dan Universitas Lampung?,” pungkas Djohar.

Pendiri Rekor MURI, Jaya Suprana juga menggarisbawahi keharusan Indonesia dapat mengejar kekurangan jumlah profesor atau guru besar tersebut. Jaya berharap rekor MURI ini dapat memberi inspirasi kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia agar bisa melahirkan para guru besar yang ahli dan kompeten.

“Setiap perguruan tinggi di Indonesia wajib memiliki tenaga pendidik yang kompeten dan ahli di bidangnya. Karena itu, ruang aktualisasi dosen seperti acara seperti ini sangat kami apresiasi penuh. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan meningkatkan sinergi untuk meningkatkan guru besar di Indonesia,” pungkas Jaya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author