Gali Keragaman Budaya Peradaban Nusantara, BRIN Gelar Konferensi Bahasa dan Sastra

Technology-Indonesia.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR ARBASTRA) menggelar The 1st Biannual Conferenceon on Language and Literature (BCLL) pada 1-3 November 2023, di Jakarta. Forum ini bertujuan memperkuat kesadaran masyarakat global untuk melestarikan, melindungi, merevitalisasi bahasa dan budaya yang ada di Nusantara dan di dunia.

Pelaksanaan The 1st Biannual Conference mengusung tema Language and Literature as the National Identity in the Global Civilation (bahasa dan sastra sebagai identitas nasional dalam peradaban global). Pertemuan ini membahas sub-sub tema antara lain Bahasa dan Sastra, Manuskrip dan Tradisi lisan, Pengajaran Bahasa dan Sastra, Khazanah Keagamaan, Kajian Budaya, Riset IKN dan Indonesia Timur dan Riset Mahasiswa S3.

Konferensi dwitahunan bahasa dan sastra pertama ini akan mempertemukan para periset di bidang arkeologi, bahasa, sastra, dan keagamaan dan budaya dengan pembicara utama yang kompeten baik dari dalam dan luar negeri dan keterlibatan akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Selain itu konferensi ini juga menghadirkan narasumber panel yang telah diseleksi melalui abstrak yang dikirimkan.

Kepala Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN, Ade Mulyanah mengatakan tujuan utama konferensi adalah untuk menyajikan berbagai temuan, terobosan, dan ilmu pengetahuan dari berbagai penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi penyelenggaraan riset tentang keragaman budaya peradaban Nusantara sebagai jati diri bangsa.

“Konferensi ini menyajikan 255 artikel dari 451 abstrak yang mencakup tema language and literature; manuscripts, literature, and oral tradition; language and literature teaching; dan heritage of religion,” ujar Ade.

Para periset di bidang arkeologi, bahasa, sastra, dan khazanah keagamaan selama ini telah banyak melakukan riset mengenai sejarah dan dinamika perkembangan peradaban di Nusantara sejak 1,6 juta tahun yang lalu sampai dengan perkembangan peradaban periode masa kini.

Rekonstruksi sejarah peradaban Nusantara bukan merupakan suatu kerja yang mudah. Indonesia meliputi wilayah yang luas dengan potensi beragam yang belum tersentuh oleh tangan peneliti.

Internasionalisasi Bahasa Indonesia

Guru Besar Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Manneke Budiman menyatakan, tantangan riset bahasa di masa depan diantaranya perlu banyak kajian untuk mendefinisikan internasionalisasi bahasa Indonesia.

“Perlu didefinisikan dengan jelas, apa maksud internasionalisasi bahasa Indonesia. Persisnya dilakukan dengan cara seperti apa, melalui berbagai macam kajian riset,” katanya, pada sesi Pleno II, The 1st Biannual Conference on Language and Literature, di Gedung B.J Habibie, Jakarta, Rabu (1/11).

Misalnya, riset terkait penutur bahasa Indonesia yang berada di luar negeri, yakni diaspora Indonesia. Menurut Manneke, diaspora Indonesia bisa menjadi kekuatan dalam upaya internasionalisasi bahasa Indonesia.

Sejalan dengan itu, lanjut Manneke, perlu kajian kritis atas penetapan enam bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Karena sepanjang yang saya tahu, penetapannya berdasarkan jumlah populasi pengguna bahasa. Tetapi ada kemungkinan juga enam bahasa itu karena persebaran populasi penggunanya,” ungkapnya.

Sementara, dengan melihat kondisi sekarang, populasi yang menggunakan bahasa Indonesia tidak menyebar, adanya di kepulauan Indonesia. “Namun kalau kita memperhitungkan adanya diaspora Indonesia di banyak negara, masih mungkin kemudian bahasa resmi PBB bisa diluruskan kembali, dan sangat mungkin mengajukan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi PBB,” tuturnya.

Manneke juga menyoroti bagaimana pengaruh Indonesia di dalam geopolitik global, diantaranya keketuaan Indonesia pada Forum G20 dan ASEAN. “Harus ada studi yang serius tentang bagaimana dunia luar mempersepsikan Indonesia. Itu juga menjadi salah satu kunci agar internasionalisasi bahasa Indonesia didukung dan lebih diterima,” tegasnya.

Kemudian perlu juga penelitian bagaimana minat masyarakat luar negeri untuk mempelajari bahasa Indonesia. “Supaya kita bisa mengetahui, apakah konsep internasionalisasi bahasa Indonesia sudah betul, realisitis untuk dilaksanakan, atau malah berlebihan,” tandasnya.

Di satu sisi, sebut Manneke, perlu juga kajian atas ‘harga yang harus dibayar’ dan manfaat yang diperoleh oleh sebuah bahasa, untuk dapat diterima sebagai bahasa internasional.

“Kalau kita melihat bahasa Inggris bisa menjadi ‘sangat internasional’, karena bahasa Inggris menerima banyak serapan pinjaman dari berbagai bahasa. Jika bahasa Indonesia mau jadi bahasa internasional, secara mental, apakah kita siap bahasa Indonesia terbuka bagi banyak pengaruh serapan pinjaman dan adaptasi dari bahasa-bahasa lain,” tanyanya.

“Karena responsif pertama biasanya langsung dilihat sebagai ancaman atau penggerusan terhadap pemurnian atau keaslian bahasa Indonesia sebagai identitas nasional, ini perlu serius dikaji,” tambah Manneke.

Selain itu, perlunya kajian atas dampak perkembangan dan pemanfaatan artificial intelligence (AI) pada penguasaan masyarakat atas bahasa Indonesia, baik sebagai peluang maupun hambatan.

“AI ini suatu area yang relatif baru, tetapi kita masih memiliki banyak peluang untuk melakukan riset, bagaimana intelegensia buatan bisa dimanfaatkan untuk penguatan penguasaan bahasa Indonesia oleh masyarakat Indonesia sendiri,” katanya.

Pengembangan Multibahasa

Sementara itu, Guru Besar Universitas Negeri Makassar Amirullah Abduh melihat tantangan pengembangan multibahasa di Indonesia. Berdasarkan data Badan Bahasa Kemendikbudristek tahun 2023, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah.

Namun terdapat tantangan bahwa lebih sedikit generasi muda, terutama generasi Z yang menggunakan bahasa daerah dibandingkan generasi sebelumnya.

Tantangan praktikal gen Z dalam berbahasa secara budaya, urai dia, antara lain pertama, karena banyak yang menikah dengan etnis lain, sehingga tidak menggunakan bahasa daerah. Kedua, memang tidak menguasai bahasa daerahnya sendiri.

“Mengapa demikian? Ini bisa jadi bahan penelitian, perlu eksplorasi sebagai upaya pelestarian,” ungkapnya.

Selain itu menurut Amirullah, perlu ada strategi khusus, misalnya menetapkan tes dengan standar skor tertentu dalam bahasa Indonesia, menyerupai tes IELTS atau TOEFL.

“Perlu ada kebijakan kuat untuk menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang sangat penting,” tegasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author