CISE, Aplikasi Penghitung Stok Karbon Padang Lamun

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Dua peneliti dari Pusat Riset Oseanografi (PRO) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengembangkan aplikasi untuk memantau tumbuhan lamun, termasuk upaya pelestariannya. Keduanya menciptakan Carbon Inventory for Seagrass Ecosystem (CISE), yakni sebuah aplikasi penghitung stok karbon pada padang lamun.

Hal itu terungkap saat pemaparan hasil penelitian mereka pada side event Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2022 bertema The Blue Innovation Solution Conference di kawasan pariwisata terpadu Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin (5/12/2022). CISE berhasil meraih pendanaan dari pihak AIS Forum.

Udhi menjelaskan CISE merupakan aplikasi berbasis sistem operasi mobile yang nyaman yang dapat digunakan untuk beberapa fungsi, seperti menghitung persediaan karbon lamun serta pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Dia menyebutkan untuk menghitung stok karbon padang lamun merupakan sesuatu yang sangat kompleks. 

“Ada banyak variable yang harus diamati untuk menghitung stok karbon. Untuk melakukan perhitungan ini, sebelumnya kita membutuhkan banyak waktu, tenaga, sumber daya, studi ke lapangan, analisa di laboratorium, perhitungan, dan sebagainya,” jelasnya.

Berdasarkan alasan ini, BRIN membuat sebuah apilikasi bernama CISE yang berbasis data penelitian. Dengan menggunakan apilikasi CISE, kata Udhi, menghitung karbon stok menjadi lebih mudah, nyaman, dan efisien. 

“Kita tetap harus pergi ke lapangan, namun kita tidak perlu melakukan kegiatan di lab dan perhitungan rumus. Aplikasi ini kita hanya membutuhkan 2 data. Pertama adalah data total area padang lamun dan yang kedua adalah data biological padang lamun,” terang Udhi.

Penyerap Karbon

Seagrass atau padang lamun sendiri merupakan ekosistem tumbuhan berbunga yang hidup di lingkungan laut. Menurut Udhi, padang lamun bukan rumput laut, karena tidak memiliki bunga dan tidak memiliki daun atau akar sejati.

Padang lamun sendiri sangat penting dalam mendukung keberadaan ekosistem dan juga penyerapan karbon. Bersama mangrove dan terumbu karang, padang lamun menjadi satu kesatuan dan aset tak ternilai dalam pelestarian lingkungan dan pengurangan emisi karbon.

Mengutip website Kementerian Kelautan dan Perikanan, lamun atau seagrass didefinisikan sebagai tumbuhan berbunga (Angiospermae) dan berbiji satu (monokotil), punya akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga, dan buah serta dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal, di kedalaman sekitar 0-10 meter.

Ia punya kemampuan beradaptasi secara penuh di perairan yang punya fluktuasi salinitas tinggi. Menurut Devi D Suryono dkk, dalam laporan penelitian Pedoman Pengukuran Karbon di Ekosistem Padang Lamun, di dunia setidaknya terdapat 60 spesies lamun dengan dua suku dan 12 marga.

Sebanyak 15 spesies dengan dua suku dan tujuh marga di antaranya tumbuh di Indonesia. Spesies paling banyak ditemukan di tanah air adalah Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides.

Lamun tumbuh berkerumun, berada di perairan hangat dangkal karena masih mampu ditembus cahaya matahari dan biasanya menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang.

Lamun beda dengan rumput laut. Sebab sejatinya, rumput laut hanyalah ganggang dan sudah barang tentu tidak punya sifat seperti yang dimiliki oleh lamun.

Wilayah yang ditumbuhi lamun disebut sebagai padang lamun dan dapat menjadi suatu ekosistem tersendiri yang khas. Berdasarkan hasil kajian Pusat Riset Oseanografi BRIN pada 2018, luas padang lamun di Indonesia yang diteliti baru mencapai 293.464 hektare.

Angka tersebut hanya sebesar 16 persen–35 persen dari potensi sesungguhnya yang oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi disebut mencapai 3 juta ha.

Sayangnya, kondisi padang lamun yang ada dan terverifikasi itu kurang sehat, dicirikan oleh kerapatan lamun yang tumbuh di dasarnya. Sedimentasi lumpur yang terbawa dari daratan akibat erosi hingga ke muara sungai pada kawasan pesisir, turut memperparah kondisi awalnya.

Padahal, lamun punya banyak kegunaan. Misalnya, sebagai lumbung makanan penghuni bawah laut, seperti ikan-ikan kecil, udang, penyu, dan menjadi favorit ikan duyung.

Lamun juga menjadi rumah bagi berkembang biaknya makhluk-makhluk laut. Ia juga membantu penyerapan karbon dan mencegah proses pemanasan global, perubahan iklim, serta menekan efek gas rumah kaca. (Sumber brin.go.id dan indonesia.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author