TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Elektronika telah mengembangkan sensor berbasis teknologi mikroelektronika untuk monitoring pencemaran lingkungan.
Teknologi mikroelektronika yang digunakan untuk membuat komponen elektronik dalam skala mikrometer atau lebih kecil, kini diaplikasikan dalam pembuatan sensor untuk berbagai keperluan pemantauan lingkungan.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Elektronika, Goib Wiranto menjelaskan bahwa teknologi mikroelektronika sebenarnya bukan hal baru. Sejak penemuan IC (integrated circuit) pada tahun 1960-an, teknologi ini terus berkembang pesat.
IC memungkinkan hampir semua komponen elektronik digabung menjadi satu chip kecil, yang kemudian mengubah industri elektronik secara drastis.
“Teknologi ini tidak hanya memperkecil ukuran perangkat seperti televisi dan komputer, tetapi juga menjadi fondasi bagi perkembangan sensor modern,” jelasnya pada pada Talkshow Bisaan Bangga (Bincang Sains Kawasan Bandung Garut), Rabu (22/5/2024).
Teknologi mikroelektronika kini merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pembuatan sensor untuk monitoring pencemaran lingkungan. Misalnya, sensor derajat keasaman air (pH), kandungan oksigen terlarut (DO), konduktivitas air, dan temperatur.
Sensor-sensor ini penting untuk pemantauan kualitas air dan udara. Sensor untuk gas CO dan LPG juga telah dikembangkan, menunjukkan aplikasi yang luas dari teknologi ini.
Selain itu, sensor mikroelektronika digunakan dalam pertanian melalui sistem smart farming. Sensor mengukur kelembaban tanah dan kandungan unsur hara, membantu petani mengoptimalkan penggunaan pupuk.
Di bidang otomotif, sensor digunakan untuk kendaraan autonomous. Di bidang kesehatan, sensor untuk mengukur kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat telah dikembangkan. Teknologi ini juga diaplikasikan dalam smart home system melalui sensor humidity.
“Meskipun beberapa sensor telah dipasang dan dimanfaatkan, penguasaan teknologi sensor di Indonesia masih rendah. Banyak proyek pemantauan lingkungan masih menggunakan sensor impor,” tutur Prof Goib
“Hal ini menunjukkan bahwa industri lokal belum sepenuhnya memahami pentingnya penguasaan teknologi sensor. Besarnya biaya investasi mungkin menjadi kendala utama,” imbuhnya.
Dirinya berharap teknologi mikroelektronika menjadi program prioritas pemerintah, terutama di BRIN. Fasilitas seperti clean room, yang digunakan untuk mencegah kontaminasi selama pembuatan sensor, sudah mulai disediakan. Kolaborasi dengan pelaku industri dan universitas di ASEAN dan Australia juga telah dilakukan.
Lebih lanjut, Goib menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan teknologi mikroelektronika berbasis sumber daya alam yang melimpah. Tantangan utamanya adalah mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia yang kompeten.
“BRIN perlu memprioritaskan program riset strategis yang mendorong penguasaan teknologi sensor mikroelektronika dan menciptakan sinergi antara dunia penelitian dan industri. Dengan langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mandiri dalam teknologi sensor dan berkontribusi pada upaya global dalam menjaga lingkungan,” tuturnya. (Sumber brin.go.id)