
Bali – Technology-Indonesia.com: Denpasar sudah memiliki sentra pengolahan botol plastik dan salah satunya adalah Bali Pet Recycle. Hal itu terungkap saat pelaksaaan Gerakan Bersih Pantai Laut (GBPL) di Pantai Merthasari, Denpasar yang merupakan aksi hari kedua dikordinir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kegiatan GBPL di pantai Merthasari Denpasar Selatan ini didukung Walikota Denpasar dan komunitas pegiat sampah Trust Hero. Juga dihadiri wakil dari 22 kelompok nelayan, LSM dan kelompok masyarakat lainnya.
Kota Denpasar memiliki 539 buah hotel dan 471 unit bar, rumah makan dan restoran. Dalam upaya mengatasi limbah sampah plastik dari sungai sebelum menuju laut, Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar sudah mempolakan sistem jaringan pada jalur-jalur tertentu, sehingga yang tersangkut hanya sampahnya sedangkan air tetap melaju menuju laut.
Bali Pet Recycle merupakan sentra pengolahan botol-botol plastik, juga terdapat sentra pengolah sampah dan beberapa bank sampah.di Denpasar. Fasilitas ini diupayakan mampu mengatasi permasalahan sampah khususnya sampah plastik sebelum sampah tersebut dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Sampah plastik yang masuk ke laut berpotensi menjadi ancaman bagi ecowisata bahari Indonesia dan produksi perikanan,” ujar Sapta Putra Ginting, Kasubdit Restorasi, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Ditjen Pengelolaan KKP, Minggu (26/11/2017),
Data BPS Kabupaten Badung pada 2017, produksi sampah yang dihasilkan sebanyak 1.050 m3/hari dan yang sudah terlayani sebanyak 824 m3/hari, sehingga masih 226 m3/hari yang langsung dibuang. Pelayanan pengelolaan sampah di Badung sudah melakukan metode Bank Sampah, TPS 3R berbasis masyarakat, dan insenerasi sampah organik. Diharapkan sampah-sampah yang dihasilkan khususnya sampah plastik dapat dimanfaatkan kembali dengan model inovasi “zero waste”.
Sedangkan untuk Kota Denpasar memiliki 539 buah hotel dan 471 unit bar, rumah makan dan restoran. Dalam upaya mengatasi limbah sampah plastik dari sungai sebelum menuju laut, Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar sudah mempolakan sistem jaringan pada jalur-jalur tertentu, sehingga yang tersangkut hanya sampahnya sedangkan air tetap melaju menuju laut.
Seperti diketahui, sampah yang masuk ke laut (marine debris) umumnya mengandung banyak plastik dan logam yang mengalami proses pelapukan dan penguraian yang cukup lama yaitu 50 – 400 tahun.
Berdasarkan laporan dari Bank Dunia pada 2015, marine debris yang didominasi oleh sampah plastik di Indonesia diperkirakan menduduki nomor 2 di dunia yaitu sekitar 1,29 juta metrik ton/tahun setelah China sebesar 3,53 juta metrik ton/tahun. Akumulasi dari sampah plastik di perairan pesisir dan laut Indonesia telah mengalami proses pelapukan dan terurai menjadi micro-plastic. Micro- plastic ini dimakan ikan kecil dan ikan sedang serta predator, selanjutnya ikan yang memakan micro-plastic ini masuk ke dalam makanan (food chain).
Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian pada tahun 2015 dari Universitas Hassanudin, telah menemukan 76 ikan dari 11 spesies terbukti 28%ikan memakan micro-plastic ukuran 0.1 – 1.6 mm di Tempat Pemasaran Ikan (TPI) Poutere, Makassar, dan dari University California at Davis, telah menemukan 64 ikan dari 12 spesies, dan 12 kerang-kerangan terbukti 67% ikan dan 25% kerang-kerangan memakan micro-plastic ukuran 0.3 – 5.9 mm di Pasar Ikan Halfmoon Bay, California.
Micro-plastic yang dimakan oleh ikan dikhawatirkan menjadi salah satu sumber racun karsinogen yang berpotensi masuk ke dalam rantai makanan (food chain) yang akan dikonsumsi oleh manusia. Dalam jangka panjang akumulasi dari micro-plastic ini bisa berubah menjadi racun yang dapat menimbulkan penyakit yang serius bagi manusia dan keturunannya.