Cegah Kepunahan, Peneliti BRIN Lakukan Upaya Konservasi Anggrek Larat Hijau

TechnologyIndonesia.id – Di Pulau Jawa terdapat berbagai jenis tumbuhan yang menghadapi ancaman kepunahan akibat kerusakan habitat alaminya. Salah satunya, anggrek langka Dendrobium capra J.J. Smith yang ditetapkan sebagai spesies dengan status terancam punah (Endangered) berdasarkan evaluasi IUCN Redlist.

Degradasi lingkungan menyebabkan banyak tumbuhan kesulitan bertahan hidup hingga mengalami kepunahan. Untuk mencegah kepunahan D. capra, diperlukan penelitian dan perbanyakan tumbuhan sebagai upaya konservasi ex situ yang komprehensif.

Pulau Jawa menjadi rumah bagi 142 spesies endemik yang merupakan keluarga dari Orchidaceae. D. capra merupakan anggrek native dari dataran rendah Jawa Timur dengan nama daerah Anggrek Larat Hijau. Anggrek ini tumbuh dengan panjang batang mencapai 40 cm dan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di dataran rendah (50–80 m dpl) hingga dataran tinggi di ketinggian 800 m dpl.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala menjelaskan bahwa spesies D. capra mempunyai bentuk kehidupan epifit yang beradaptasi dengan habitat kering di dataran rendah perkebunan jati, sehingga menjadikan spesies ini sangat terancam oleh kerusakan habitat alaminya karena kegiatan pemanenan kayu pohon jati secara berkala.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Trimanto menyampaikan bahwa dirinya bersama tim melakukan riset populasi D. capra di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sugihan, Sukun, Dodol pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gondang, yang merupakan perkebunan jati Perhutani di Bojonegoro Jawa Timur.

Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana populasi D. capra pada habitat alaminya yakni perkebunan jati dengan pohon jati sebagi tumbuhan inangnya. Menurutnya, hasil dari riset ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam mengelola dan melestarikan spesies langka di Pulau Jawa.

Survei populasi dan pengumpulan material tumbuhan dan analisa data serta ekologi dilakukan dalam penelitian ini, hal tersebut digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan penilaian status konservasi D. capra.

Trimanto menjelaskan bahwa D. capra hanya tumbuh di pohon jati saja dan tidak tumbuh pada pohon lain yang terdapat di sekitar pohon jati. Dari hasil survey populasi ditemukan 215 individu D. capra pada perkebunan jati Perhutani di Bojonegoro Jawa Timur.

“Jumlah tersebut sedikit lebih kecil dari yang dilaporkan sejumlah 248 individu pada studi observasi sebelumnya yakni tahun 2008 oleh Yulia & Rusaeni. Hal tersebut mungkin terjadi karena pohon jati yang usianya sudah tua dan menjadi tempat hidup D. capra mengalami penebangan,” jelas Trimanto.

Kajian ekologi dilakukan untuk mengamati faktor abiotik dan biotik habitat alami. Faktor abiotik yang diamati meliputi suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya dan karakteristik habitat, dan gambaran kawasan sekitar yang diukur secara aktual. Faktor biotik yang diamati adalah jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan D. capra, nama jenis pohon inang, ciri-ciri batang pohon inang, dan spesies epifit lainnya.

Pengamatan fenologi pembungaan dan pembuahan D. capra juga dilakukan dalam penelitian ini selama sekitar tiga bulan. Hal tersebut sebagai salah satu bagian penting dalam upaya konservasi ex situ tumbuhan yang terancam punah melalui perbanyakan tumbuhan.

D. capra berbunga pada akhir musim kemarau, yakni pada kurun waktu bulan Agustus dan Desember. Masa mekar (fase anthesis) bunga sekitar 12–14 hari, di mana bunga sudah mekar sempurna dan matang secara fisiologis.

Proses perkembangan buah membutuhkan waktu 75 hari sejak proses pembuahan sampai dengan buah matang dan siap dipanen. Buah sebaiknya dipanen sebelum pecah, hal tersebut untuk menjaga agar bijinya tetap utuh. Biji tersebut yang kemudian digunakan sebagai benih perbanyakan D. capra secara kultur in vitro.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Ina Erlinawati menyebutkan jumlah individu D. capra terbanyak terdapat di RPH Dodol dengan jumlah 155 individu, di mana sebanyak 23 dikategorikan sebagai individu dewasa.

Ina menambahkan di RPH Sukun ditemukan 43 individu, tanpa satupun individu yang dikategorikan sebagai individu dewasa. Sedangkan di RPH Sugihan, untuk pertama kalinya dilaporkan bahwa D. capra ditemukan dengan jumlah spesies yang sangat sedikit, yakni 17 individu, di mana hanya 8 yang dikategorikan individu dewasa.

Keberadaan individu dewasa D. capra yang jumlahnya di bawah 50 individu inilah yang menjadi faktor utama D. capra dapat dikategorikan sebagai spesies sangat terancam (Critically Endangered).

Dari kajian populasi yang telah dilakukan, Trimanto dan tim kemudian melakukan penilaian status konservasi terhadap D. capra. Dari analisis GeoCAT dapat disimpulkan bahwa D. capra berada di nilai kategori terancam punah hingga kritis (Critically Endangered).

Hal tersebut juga terlihat dari menurunnya jumlah populasi spesies ini dari tahun ke tahun. Menurutnya, selain penebangan pohon jati sebagai tempat hidup anggrek, penurunan populasi spesies tersebut juga disebabkan oleh adanya eksploitasi anggrek ini sebagai anggrek komersial yang diperjualbelikan tanpa dibarengi dengan upaya budidaya dan konservasi.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Botani Terapan BRIN, Melisnawati H. Angio menyimpulkan D. capra hanya tersebar di Jawa Timur dengan jangkauan terbatas. Populasi D. capra di Pulau Jawa mengalami penurunan berdasarkan observasi lapangan. Karena itu, pelestarian D. capra dari kepunahan alami memerlukan program konservasi yang komprehensif.

”Sebagai bagian dari program konservasi anggrek terancam punah dataran rendah Pulau Jawa, tanaman ini telah dikumpulkan sebagai koleksi ex-situ di Kawasan Konservasi Ilmiah (KKI) Kebun Raya Purwodadi BRIN. Anggrek diaklimatisasi di rumah kaca, setelah aklimatisasi berhasil, tanaman dapat tumbuh dengan baik ketika dipindah pada media arang atau media lempengan kayu,” ujar Melis.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Hortikultura BRIN, Kurniawan Budiarto menambahkan bahwa hasil perbanyakan D. capra tidak hanya ditanam sebagai koleksi ex situ tumbuhan di KKI Kebun Raya Purwodadi BRIN, spesimen herbariumnya juga telah dibuat dan diserahkan sebagai koleksi di Herbarium Bogoriense sebagai bukti dari hasil penelitian serta repositori dan database ilmiah keanekaragaman hayati Indonesia.

Konservasi ex-situ merupakan pilar kesempatan terakhir untuk menyelamatkan anggrek termasuk D. capra dari kepunahan. Ketika spesies di alam mengalami degradasi dan kepunahan, koleksi ex-situ berfungsi sebagai bahan cadangan perbanyakan tumbuhan dan penelitian. Penelitian mengenai perbanyakan anggrek D. capra pun terus dilakukan untuk mendukung program konservasi anggrek.

Publikasi hasil penelitian berjudul “Study of population and conservation of Dendrobium capra J.J. Smith, an endangered and endemic orchid from Java Island, Indonesia” dapat diakses pada https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1617138123001474. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author