Mengenal Sabuk Radiasi, Pelindung bagi Bumi

TechnologyIndonesia.id – Bumi memiliki sabuk radiasi yang terdiri dari dua lapisan yaitu sabuk radiasi dalam dan sabuk radiasi luar atau sabuk radiasi elektron.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siska Filawati mengungkapkan bahwa sabuk ini berada pada ketinggian 25 ribu hingga 45 ribu km dari permukaan Bumi. Pada ketinggian tersebut banyak satelit komunikasi dan televisi mengorbit.

“Memahami dan memitigasi dampak dari aktivitas Matahari terhadap sabuk radiasi elektron menjadi sangat penting untuk mencegah gangguan pada satelit-satelit ini,” tutur Siska dalam kegiatan DOFIDA (Dialog Obrolan Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa) pada Senin (29/7/2024). 

Siska menjelaskan bahwa sabuk radiasi elektron dipengaruhi oleh kondisi angin Matahari yang berasosiasi dengan aktivitas Matahari. Aktivitas ini bisa diamati melalui sunspot, yang bisa memicu flare.

Flare merupakan pelepasan energi yang dapat memicu timbulnya Coronal Mass Ejection (CME). CME adalah pelepasan massa korona Matahari yang dapat mengakibatkan kerusakan satelit, gangguan navigasi, dan komunikasi radio serta gangguan listrik di Bumi.

Selain CME, lubang korona Matahari dapat memicu corotating interaction region (CIR) dan high-speed stream (HSS) yang juga dapat mengganggu magnetosfer Bumi.

Angin Matahari dengan kecepatan tinggi, medan magnet antarplanet yang besar, dan densitas yang meningkat dapat menyebabkan sabuk radiasi elektron bergerak lebih dekat ke Bumi, meningkatkan fluks elektron dalam selang 2 hingga 3 hari.

Pengamatan sabuk radiasi elektron merupakan pengamatan landas-antariksa, salah satu satelit yang melakukan pengamatan adalah satelit GOES (Geostationary Satellite System). Satelit GOES, yang mengorbit pada orbit geostasioner, memainkan peran kunci dalam memantau kondisi sabuk radiasi elektron. Fluks elektron dengan energi ≥ 2 MeV, yang diamati oleh satelit ini, dapat menyebabkan gangguan signifikan pada satelit komunikasi.

Siska juga menjawab beberapa pertanyaan dari mulai mengenai sabuk radiasi, termasuk pengamatan landas antariksa, penggunaan satelit GOES, ketinggian sabuk radiasi elektron, pengaruh aktivitas Matahari, dan dampak radiasi elektron terhadap komunikasi satelit serta kehidupan di Bumi.

Selain itu, Ia juga mengulas mengenai tantangan dan kendala terbesar dalam penelitian sabuk radiasi, serta riset-riset terbaru yang menjadi isu menarik dalam bidang ini.

“Kita tidak perlu khawatir dengan sabuk radiasi elektron, saya ingin berkolaborasi dengan universitas untuk mendiskusikan mengenai bagaimana ilmu teori dapat dipraktikan di pekerjaan seputar antariksa,” ujar Siska.

Ia berharap pengetahuan masyarakat mengenai fenomena antariksa semakin meningkat dan mendorong penelitian lebih lanjut di bidang ini.

“Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dan para peneliti dapat bekerja sama dalam upaya mitigasi gangguan yang mungkin timbul dari aktivitas Matahari dan fenomena antariksa lainnya,” tuturnya. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author