BIG: Bentuk Bumi Tidak Bulat dan Tidak Datar

alt

Bogor, Technology-Indonesia.com – Munculnya teori bumi datar sempat menjadi perdebatan seru, terutama di media sosial. Teori ini didukung penjelasan dan data yang menjadi viral di media sosial, terutama youtube. Sebenarnya seperti apa bentuk bumi: bulat, datar, atau ada pemodelan lainnya?
 
Sekretaris Utama Badan Informasi Geospasial (BIG) Titiek Suparwati mengatakan saat ini, jumlah pengikut Masyarakat Bumi Datar yang tergabung dalam Flat Earth Society (FB: @FlatEarthGeocentric) mencapai 187.000 orang di dunia.  
 
“Ternyata sebanyak 63.800 orang atau hampir separuh separuh penganut bumi datar berdomisili di Indonesia,” ungkap Titiek dalam Media Gathering bertema “Geoid, Bumi Datar atau Bumi Bulat?” di Two Stories Cafe & Resto, Bogor, pada Selasa (20/2/2018). Diskusi ini bertujuan mengupas mengenai Geoid, bagaimana proses pemodelan bumi, serta bagaimana permasalahan bentuk bumi dari sisi geodesi dan astronomi.
 
Dalam diskusi yang menarik ini, Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika BIG, Antonius Bambang Wijanarto memaparkan hubungan antara gayaberat dan bentuk bumi. Menurutnya jika bentuk bumi datar maka tidak akan ada perbedaan gayaberat.
 
Menurut Antonius, ketersediaan data gayaberat sangat penting untuk mengetahui bentuk atau pemodelan bumi secara akurat atau dikenal dengan nama geoid. Permukaan bumi yang tidak beraturan karena variatifnya topografi menyebabkan bentuk bumi tidak bulat sempurna.
 
Dari sisi geospasial atau keruangan, BIG melalui Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) selalu berupaya menyediakan data yang akurat dan update terkait Informasi Geospasial Dasar (IGD) berupa Jaring Kontrol Geodesi (JKG). 
 
JKG terdiri dari beberapa unsur yaitu Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN). JKHN merupakan kerangka acuan posisi horisontal untuk Informasi Geospasial (IG). Sementara JKVN sebagai kerangka acuan posisi vertikal untuk IG dan JKGN digunakan sebagai kerangka acuan gayaberat untuk IG.
 
Ketersediaan JKG sangat penting tidak hanya untuk mendukung ketersediaan IGD seperti peta dasar, namun juga berbagai produk IG yang termasuk dalam kategori tematik. Hal tersebut disebabkan karena eksistensi JKG digunakan untuk mendefinisikan sistem dan kerangka referensi geospasial yang sama yang mendukung Kebijakan Satu Peta (KSP). 
 
Peraturan Kepala (Perka) BIG Nomor 15 Tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013 menyebutkan sistem referensi geospasial terdiri dari sistem referensi geospasial horisontal dan sistem referensi geospasial vertikal.
 
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa sistem referensi geospasial horisontal sudah dapat dimanfaatkan dan terselenggara secara memadai. Hal tersebut ditunjukkan dari pemanfaatan, ketersediaan, dan distribusi stasiun pengamatan tetap Global Navigation Satellite System (GNSS) berbasis Continously Operating Reference Station (CORS) di Indonesia yang mencapai 125 stasiun.
 
Antonius menerangkan, penyelenggaraan model geoid yang cukup memadai sebagai sistem referensi geospasial vertikal di Indonesia bukan suatu hal yang mudah dan sederhana. Kompleksitas kondisi topografi dan bentuk negara yang berupa kepulauan (archipelago) menjadi tantangan tersediri dalam mewujudkan model geoid teliti Indonesia. 
 
“Selain itu, kondisi topografi yang sangat variatif di setiap pulau menjadi hambatan dalam pengumpulan data gayaberat. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki lima pulau besar dan beberapa pulau kecil dengan total 16.056  pulau yang bernama dan berkoordinat, dan masih banyak lagi pulau yang sedang dan akan dilakukan verifikasi lebih lanjut,” ungkapnya. 
 
Salah satu karakteristrik negara kepulauan adalah variasi perairan yang berbeda setiap wilayahnya. Perbedaan variasi tersebut menyebabkan adanya perbedaan pasang surut yang berimplikasi pada perbedaan sistem referensi geospasial vertikal. Urgensi ketersediaan model geoid teliti Indonesia selain sebagai sistem referensi geospasial vertikal juga berguna untuk unifikasi sistem tinggi di semua wilayah. 
 
Namun demikian, nampaknya masih diperlukan berbagai usaha dan strategi dalam mewujudkan model geoid teliti Indonesia, khususnya menjawab tantangan dan hambatan yakni terbatasnya jumlah, distribusi, dan kualitas data gayaberat di seluruh Indonesia.
 
Untuk itu, BIG memprakarsai terbentuknya Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI) yang bertujuan untuk mempercepat tersedianya data gayaberat di seluruh Indonesia. Ketersediaan data gayaberat tersebut akan digunakan untuk berbagai keperluan, tidak terbatas hanya untuk pemodelan geoid Indonesia. 
 
“Dengan pemodelan ini kita akan mengetahui bahwa bentuk bumi ini memang tidak bulat, tidak pula datar, melainkan elipsoid dengan permukaannya tidak beraturan karena berbagai topografi yang ada di bumi ini. Atau dikenal sebagai geoid,” kata Antonius. 
 
Pendapat ini diamini dua pembicara dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Dosen Prodi Astronomi ITB, Moedji Raharto mengatakan bentuk bumi yang bulat berdasarkan penelitian, memberi banyak manfaat bagi manusia. Misalnya dari sisi teknologi, untuk telekomunikasi, menentukan rute terpendek penerbangan, dan lain-lain.
 
Sementara itu, Heri Andreas, Dosen Prodi Geodesi dan Geomatika ITB mengatakan ilmu geodesi dapat digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk bumi yang tidak bulat penuh dan tidak rata. Pemodelan geoid sangat bermanfaat misalnya untuk memahami bencana, lokasi potensi bencana, hingga mitigasi bencana. Namun, waktu terjadinya bencana tidak bisa ditentukan.
 
“Pengukuran gaya berat di seluruh permukaan bumi dapat menentukan geoid yang merepresentasikan bentuk bumi yang sebenarnya. Bentuk bumi ini akan menentukan bagaimana membuat peta pada bidang datar,” pungkas Andreas.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author