Konservasi dan Penelitian Rafflesia di Kebun Raya Bogor

Bogor, Technology-Indonesia.com – Bunga Rafflesia merupakan puspa langka yang menjadi bunga nasional Indonesia dan ikon bunga Indonesia di dunia internasional. Karena bukan komoditas komersial, ancaman terhadap kepunahan Rafflesia akibat aktivitas manusia sangat nyata. Sementara, pengetahuan tentang kehidupan Rafflesia masih sangat terbatas.

Salah satu tempat untuk penelitian dan konservasi ex-situ Rafflesia patma adalah kebun raya yang dikelola oleh Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Instansi ini menaungi Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, Kebun Raya Bali, dan Kebun Raya Cibinong.

Plt. Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, R. Hendrian mengatakan, keberadaan kebun raya dikenal oleh komunitas global sebagai pelaksana fungsi konservasi tumbuhan secara ex-situ (di luar habitat aslinya) serta penelitian.

“Begitu juga dengan Kebun Raya Bogor yang masih menjadi kiblat dunia untuk penelitian tumbuhan tropika. Kegiatan penelitian masih terselenggara dengan baik di Kebun Raya Bogor serta kebun raya lainnya yang dikelola LIPI. Contohnya, penelitian tentang Rafflesia dan Begonia,” ujarnya acara media tour di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat pada Senin (25/2/2019).

Pemerintah, lanjutnya, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Salah satu tumbuhan yang dilindungi adalah semua jenis Rafflesia Indonesia.

Peneliti Rafflesia, Sofi Mursidawati menjelaskan dari sekitar 30 jenis Rafflesia yang ada di dunia, ada 13 jenis Rafflesia yang sudah dikenal sebagai spesies asli Indonesia. Pusat habitat Rafflesia berada di Sumatera masing-masing dengan titik sebaran yang sangat sempit dengan jumlah populasi yang tidak banyak.

“Kegiatan konservasi Rafflesia di Kebun Raya Bogor telah dilakukan sejak lama dan tidak pernah berhenti hingga kini,” katanya.

Hingga saat ini, Kebun Raya Bogor masih menjadi kebun raya pertama di dunia yang memiliki koleksi ex-situ Rafflesia patma dan telah 13 kali mekar sejak 2010. “Kekhawatiran akan menyusutnya habitat dan kepunahannya membangun gagasan untuk memunculkan gerakan secara nyata lewat berbagai kegiatan di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.

Menurut Sofi, Rafflesia perlu dilindungi karena 100 persen bergantung pada habitatnya, sehingga menjadi tumbuhan langka. Penelitian Rafflesia sudah dimulai sejak 1850, namun hingga saat ini belum tuntas. Meskipun Kebun Raya Bogor berhasil membungakan Rafflesia, Sofi mengakui keberhasilan tersebut belum 100 persen karena hingga saat ini belum berhasil membuat Rafflesia beranak pinak.

Sofi Mursidawati menunjukkan bakal bunga Rafflesia yang menempel pada tanaman Liana di Kebun Raya Bogor.

Kesulitan utama mengembangkan Rafflesia karena secara biologis bergantung pada tumbuhan lain (parasit). Rafflesia sangat bergantung pada tumbuhan inang yaitu liana dari genus Tetrastigma. Sementara liana, sejenis tumbuhan merambat yang sering disebut anggur hutan bergantung pada ekosistem alaminya sehingga sulit sekali untuk dilakukan manipulasi oleh manusia.

“Rafflesia di Kebun Raya Bogor sudah 13 kali berbunga, 8 diantaranya bunga betina, 4 bunga jantan. Setiap berbunga satu-satu, jadi kita belum berhasil membuat Rafflesia berbuah dalam kondisi ex-situ. Setiap berbunga dia kesepian tidak ada temannya,” ungkap Sofi.

Lebih lanjut Sofi menerangkan, Rafflesia juga pemilih, artinya tumbuh pada inang yang sangat spesifik. Rafflesia hanya compatible pada inang tertentu dan hanya satu inang saja tak bisa pada tumbuhan lain. “Sebetulnya liana banyak tumbuh di berbagai tempat, namun yang menjadi inang Rafflesia hanya Tetrastigma tertentu,” lanjutnya.

Rafflesia memiliki lima daun mahkota dengan diameter bunga bisa mencapai 1 meter dengan berat pada kisaran 10 kilogram. Tapi karena hutannya semakin rusak, liana semakin kurus sehingga ukuran bunga Rafflesia juga berkurang. Rafflesia bisa menyesuaikan diri agar tanaman inang yang menjamin kehidupannya tidak mati.

Hingga saat ini, ungkap Sofi, belum ada teknologi perbanyakan Rafflesia dan masih banyak hal yang masih belum diketahui tentang Rafflesia itu sendiri. Ke depannya, Sofi berharap bisa membuat Rafflesia yang hidup secara ex situ bisa beranak pinak menjadi sebuah populasi yang hidup, jadi keberhasilan kami belum sempurna.

Pada 2015 Kebun Raya Bogor bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Universitas Bengkulu mengadakan simposium internasional yang menghasilkan deklarasi pentingnya konservasi Rafflesia di Indonesia. Dari Simposium tersebut, lahir Forum Rafflesia dan Amorphophalus (Foramor) yang mewadahi multi stakeholder dalam pelaksaan konservasi di Indonesia.

“Dengan adanya Foramor ini kita bisa melaksanakan sinergi dalam melakukan konservasi Rafflesia dengan lintas kementerian dan stakeholder lain,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author