Jatiluhur, Technology-Indonesia.com – Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahunnya cederung meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk yang diperkirakan mencapai 1,01% per tahun. Pada 2035 diprediksikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 305,7 juta jiwa dengan tingkat konsumsi ikan mencapai 82,4 kg/kapita/tahun dengan penyediaan ikan untuk konsumsi 30.486 ribu ton/tahun.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peningkatan permintaan nasional maupun internasional akan produk perikanan telah mendorong peningkatan eksploitasi sumberdaya secara intensif. Hal ini mengakibatkan sebagian besar dari stok ikan dieksploitasi secara penuh, bahkan dimanfaatkan secara berlebihan. Sementara itu, masalah degradasi lingkungan semakin meningkatkan laju penurunan sumberdaya hayati perikanan.
Pertanyaan mendasar bagi ilmu pengetahuan adalah, “Apakah mungkin meningkatkan produksi perikanan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan protein hewani (ikan) untuk populasi manusia yang begitu besar?” Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pemulihan sumberdaya ikan (fisheries enhancement) di perairan akan sangat besar artinya dalam menjawab tantangan tersebut di atas.
Sampai saat ini, pemulihan sumberdaya ikan sendiri telah berkembang dengan pesat di perairan umum daratan. Namun ke depan merupakan tantangan penelitian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi kendala-kendala agar dapat diaplikasikan di perairan pantai.
Perlu diketahui bahwa luas perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km², dengan jumlah pulau 17.504, dan panjang garis pantai 95.181km. Sedangkan untuk perairan umum daratannya memiliki luas sekitar 13,85 juta hektare yang terdiri dari perairan danau, waduk, sungai dan paparan banjir.
Degradasi, penyusutan luasan dan hilangnya ekosistem merupakan isu sentral yang mempengaruhi keanekaragaman sumberdaya hayati perairan dan produksi ikannya, disamping penangkapan berlebih (overfishing) dan lemahnya penerapan pengelolaan sumberdaya ikan, perubahan iklim global, penyebaran penyakit dan introduksi spesies. Kondisi tersebut ditambah dengan pola pemikiran bahwa keanekaragaman hayati dinilai terlalu rendah, sehingga pelestariannya hanya dianggap sebagai pemborosan dan bukan investasi, serta jasa ekosistem telah dianggap sebagai ‘layanan gratis’. Akibatnya, distribusi dan kelimpahan populasi menjadi terbatas, mortalitas tinggi dan rekruitmen terganggu, sehingga 154 jenis ikan status keberadaannya terancam (111 jenis ikan statusnya rentan, 25 jenis dalam bahaya, dan 15 jenis kritis.
Degradasi Bioekologi Perairan dan Teknik Pemulihan Sumber Daya Perairan dan Perikanan tengah menjadi fokus riset Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI), sebagai salah satu unit pelaksana tugas (UPT) Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).
Kepala BRPSDI, Joni Haryadi menyampaikan bahwa pemulihan untuk memperbaiki kondisi sistem terdegradasi harus dilakukan sebagai bagian dari proses adaptif. Proses ini didukung oleh serangkaian tujuan yang disepakati dan harus diinformasikan oleh sains serta memandu tindakan manajemen dan responsif terhadap perubahan persepsi dan nilai-nilai pemangku kepentingan.
Hal ini juga membutuhkan konsultasi dan keterlibatan yang luas dengan kelompok-kelompok kepentingan untuk memperoleh pemahaman bersama tentang berbagai aset dan nilai lingkungan penting yang perlu dipertimbangkan. Pemantauan dan evaluasi adalah elemen penting dari proses manajemen adaptif yang diperlukan untuk memastikan bahwa intervensi manajemen berhasil dan tujuan lingkungan terpenuhi.
Diungkapkan bahwa pendekatan ekosistem mempunyai banyak atribut. Atribut tersebut dapat disederhanakan menjadi dua komponen utama: struktur dan fungsi. Apapun yang terjadi di ekosistem yang rusak kemudian dapat diwakili secara grafis dengan komponen ini sebagai dua sumbu. Kedua komponen tersebut yang mengalami degradasi dan harus dipulihkan.
Rehabilitasi sendiri mempunyai tujuan untuk mencapai ekosistem yang sehat yang dapat mempertahankan struktur dan fungsinya dari waktu ke waktu bahkan dalam menghadapi tekanan eksternal. Setelah proses degradasinya dikendalikan, karakteristik penting dari setiap intervensi adalah mengurangi faktor-faktor yang menghambat proses pemulihan kembali ekosistem. Tentunya akan melibatkan banyak elemen yang berbeda, tergantung ekosistem dan degradasi yang terjadi. Pada dasarnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan: aspek fisik habitat; aspek kualitas air; dan aspek biologi.
Selain itu diperlukan intervensi dalam teknik pemulihan sumberdaya perairan berfungsi sebagai rangsangan yang mempercepat proses alami yang membangun kembali (memulihkan) ekosistem hingga memulihkan kembali kompleksitas struktur dan fungsinya.
Kriteria keberhasilan pemulihan sumber daya tersebut sangat ditentukan dengan target dan upaya yang ditetapkan sebelumnya. Prinsip yang penting bahwa, pemulihan ekosistem harus berada pada jalur peningkatan dalam hal struktur dan fungsi, serta tidak ada hambatan untuk proses pemulihan jangka panjangnya.