Jakarta, Technology-Indonesia.com – Maraknya kasus “buang-buang hasil panen” seakan tak pernah surut kita dengar. Belum hilang dari ingatan kita tentang kasus petani Garut yang membuang 200 ton tomat hasil panennya karena hanya dihargai Rp. 300,-/kg. Harga yang sangat tidak sebanding dengan ongkos produksi dan ongkos angkut.
Belum lama juga marak terdengar kasus petani buah naga di Banyuwangi yang membuang buah naga hasil panen karena hanya dihargai Rp. 1.000,-/kg. Petani Kabupaten Kerinci juga membuang sayuran hasil panennya.
Menurut Kepala Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian (BB-Pascapanen) Prayudi Samsuri, hal ini tidak semestinya terjadi sebab banyak teknologi pascapanen maupun teknologi pengolahan yang bisa di manfaatkan. Anjlognya harga komoditas pertanian disebabkan melimpahnya produksi hasil pertanian sehingga tidak tertampung oleh pasar.
“Disinilah peran teknologi pengolahan menjadi sangat penting untuk menyelamatkan hasil panen. Tidak hanya meningkatkan nilai tambah, teknologi pengolahan juga mampu meningkatkan masa simpan produk dan menambah variasi jenis olahan,” kata Prayudi.
Kita ketahui bahwa buah-buahan bersifat musiman, sehingga akan terjadi kelangkaan di luar musim yang menyebabkan fluktuasi harga. Disamping itu produk pertanian sangat beragam, termasuk dalam kualitasnya. Tidak semua buah memiliki kualitas yang bagus. Biasanya petani atau pengepul akan melalukan grading terhadap hasil panennya. Grade yang tinggi biasanya dijual segar dengan harga yang bagus. Namun grade yang rendah, bahkan ada yang off grade, biasanya tidak laku dijual dan dapat digunakan sebagai bahan baku olahan.
Terlebih zaman sekarang, banyak industri besar yang tidak lagi menggunakan bahan baku dalam bentuk buah dan sayur segar namun sudah terolah minimal, misal sudah terkupas maupun dalam bentuk puree/bubur buah beku. Hal ini ternyata lebih praktis dan mampu mengurangi biaya produksi. Proses pengolahan tidak harus menggunakan mesin yang canggih karena bisa dilakukan dengan alat sederhana yang ada di rumah tangga.
BB-Pascapanen telah menghasilkan beberapa inovasi teknologi pengolahan dan telah diadopsi oleh mitra antara lain puree buah buahan di Cirebon, jus buah jeruk di Pontianak, olahan rambutan di Sambas dan lain-lain. Indonesia termasuk yang banyak mengonsumsi sari buah-buahan dan minuman ringan. Sayangnya tidak semua kebutuhan ekstrak atau bahan baku jus dan minuman ringan Indonesia dapat dicukupi dari dalam negeri sehingga masih harus mengimpor.
Pengolahan buah-buahan dapat menghasilkan olahan buah berbagai bentuk seperti cair (produk minuman), semi padat dan produk kering. Masing-masing produk dapat disesuaikan dengan karakter bahan baku yang akan diolah, keinginan konsumen dan pasar.
Saat ini BB Pascapanen sedang mengembangkan teknologi olahan buah, antara lain berupa serbuk minuman, leather buah, dan buah kering. Serbuk minuman buah-buahan berbahan baku buah asli, bukan sekedar perisa atau esen seperti yang dijual di pasaran. Bentuknya serbuk dan bercita rasa buah asli yang menyegarkan, sehingga sangat praktis dan berdaya simpan lama. Cara pembuatannya sangat sederhana dan dapat dengan mudah diterapkan di UKM sentra buah.
Leather buah adalah olahan buah dalam bentuk lembaran semi basah dan berasa manis serta bercita rasa buah asli. Leather buah belum banyak dijumpai di pasaran, sehingga memiliki peluang untuk dikembangkan untuk menggantikan produk sejenis yang sekarang masih impor dan juga untuk melengkapi aneka produk olahan yang sudah ada.
Sementara buah kering merupakan awetan buah yang berdaya simpan lama, selain mempunyai bentuk yang semi basah hingga kering, produk ini juga mengandung gula yang dapat berfungsi sebagai pengawet.
Dengan teknologi pengolahan, petani buah diharapkan akan tetap untung meski produk buahnya melimpah, karena harga produk segar tetap dihargai dengan pantas. (Ermi Sukasih & Dwi Amiarsi)