Teknologi Inovatif Pengelolaan Air di Lahan Rawa

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Lahan rawa identik dengan air dan tanah yang cepat berubah, karena itu pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan pemanfaatan lahan rawa. Pengelolaan air yang baik mampu meminimalkan penurunan kualitas tanah sehingga lahan rawa bisa dimanfaatkan untuk ditanami berbagai komoditas.

Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Mawardi mengatakan bahwa lahan rawa merupakan salah satu lahan yang murah dan mudah untuk dikonversi menjadi lahan sawah, jika dibandingkan lahan-lahan lainnya terutama lahan kering. Karena itu, lahan rawa berpotensi sebagai lumbung padi masa depan.

Keunggulan lahan rawa diantaranya adalah ketersediaan air yang melimpah, topografi yang relatif datar, mudah diakses melewati jalan sungai sebagai alur lalu lintas sehingga meringankan beban biaya infrastruktur.

“Kalau di daerah dengan agroekosistem lain, jalan usaha tani harus ada terlebih dulu dan itu merupakan syarat utama usaha tani. Kalau di lahan rawa, jalan usaha tani belum ada, petani bisa melewati sungai atau jalur-jalur saluran sebagai lalu lintas usaha tani untuk mengangkut saprodi maupun hasil pertanian,” terang Mawardi Bimbingan Teknis Online Balittra dalam rangka Perayaan Hari Tanah Sedunia pada Kamis (2/12/2021).

Keunggulan lainnya, kepemilikan lahan bisa ideal dengan luas 2 – 3 hektare per rumah tangga petani. Hal ini cukup mendukung untuk pembukaan lahan sawah atau konversi lahan menjadi lahan sawah untuk ditanami padi.

Namun demikian lahan rawa juga mempunyai keterbatasan. Sebagai lahan marginal, kesuburan lahan rawa sangat rendah karena miskin unsur hara seperti N, P, K; adanya mineral pirit (FeS2), pH tanah yang rendah (2,5 – 4,5), keracunan besi, dan lain-lain. “Sementara kendala di lahan rawa lebak yaitu kekeringan di musim kemarau terutama di lebak dangkal, terjadi kebanjiran di musim hujan, dan air sulit diprediksi,” imbuhnya.

Ada tiga pendekatan yang sering dilakukan dalam mengelola lahan lebak. Pertama, memperbaiki kondisi lahan dengan penerapan teknologi pengelolaan lahan berupa pengelolaan air. Kedua, pengelolaan tanah, bahan ameliorant, dan hara. Ketiga, menggunakan varietas yang adaptif serta sesuai dengan preferensi petani. Pendekatan lainnya adalah memadukan ketiganya secara serasi.

Mawardi menerangkan bahwa kunci sukses usaha tani di di lahan rawa adalah pengelolaan air yang tepat. Pengelolaan air bisa dilakukan dengan memanfaatkan air pasang untuk pemberian air irigasi dan menahan/menyimpan pasokan air segar untuk proses pencucian. “Jadi air yang masuk di petak harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak keluar dari lahan dengan membuat pintu-pintu air,” imbuhnya

Selanjutnya adalah membuang kelebihan air genangan dan menyimpannya sebagai cadangan di musim kemarau. Di lahan rawa, salah satu fungsi air untuk mencuci zat beracun dan mencegah akumulasi garam dan Fe. Pengelolaan air melalui pengaturan tinggi muka air tanah dapat menghindari oksidasi pirit. “Di daerah gambut, air juga perlu ditata agar tidak terjadi penurunan tanah yang terlalu cepat,” terang Mawardi.

Untuk lahan rawa lebak, sumber airnya bisa berasal dari air pasang, air hujan setempat, dan air kiriman dari kawasan hulu. Untuk memudahkan pengelolaan air di lahan rawa lebak, petani biasanya membaginya menjadi beberapa zona. Pengelolaan air pada tiap zona berbeda sesuai dengan kondisi topografi dan kebutuhan usaha yang akan dikembangkan.

Pada kesempatan tersebut, Mawardi memaparkan teknologi pengelolaan air di lahan lebak yang diterapkan di Taman Sains Pertanian (TSP) Balittra Banjarbaru, Kalimantan Selatan. TSP Balittra Banjarbaru memiliki luasnya sekitar 35 hektare (ha) dengan berbagai zona mulai dari lebak dangkal lebak tengahan, hingga lebak dalam.

Awalnya, lahan di tempat tersebut berair dan ada lahan gambut dan tidak bisa ditanami. Selanjutnya lahan rawa dibangun dan ditata sedemikian rupa seperti pembuatan saluran-saluran tabat bertingkat dan surjan yang diseusiakan kebutuhan tanaman.

“Lahan lebak yang tadinya berupa semak belukar dan air semua, kita tata sedemikian rupa sehingga bisa ditanami jeruk, padi, terung, sayuran, dan bawang. Bawang yang ditanam hasilnya luar biasa, cukup besar, cukup banyak, dan cukup tinggi produktivitasnya,” kata Mawardi.

Pengelolaan air juga dilakukan dengan membuat pintu-pintu air seperti pintu air bertingkat dan setengah lingkaran untuk mengatur tinggi muka. “Salah satu inovasi Balittra di dalam pengelolaan air di lahan rawa lebak dengan mengkombinasikan pintu air,” imbuhnya.

Balittra juga membangun petak-petak berupa mini polder dengan luas sekitar 1 -2 hektare sebagai model pengelolan air di lahan rawa lebak tengahan karena airnya cukup dalam. Dengan pembuatan mini polder, lahan lebak yang tadinya berupa hutan di TSP Balittra bisa menjadi sarana agroeduinovasi.

“Pada mini polder tersebut bisa ditanam kelapa dan sayuran pada tanggulnya. Sementara di dalam mini polder bisa ditanam padi. Balittra juga menanam padi dengan sistem terapung. Jadi air harus ditata sedemikian rupa agar bisa dikendalikan dan bisa ditanami berbagai komoditas maupun untuk pemeliharaan ikan,” terangnya

Mawardi kembali mengingatkan bahwa kunci keberhasilan usaha tani di lahan rawa adalah pengelolaan air dan penataan lahan yang tepat sesuai zona-nya masing-masing. Penerapan teknologi di lahan rawa disesuaikan dengan tipe luapannya seperti pembuatan air, kanal, dan surjan. Sementara, penataan lahan di lahan rawa harus memperhatikan kedalaman pirit agar tidak menimbulkan masalah.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author