Sambiloto, Raja Pahit Dengan Segudang Manfaat

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia telah dikenal dengan aneka ragam tanaman obat, salah satunya sambiloto. Masyarakat banyak menggunakan tanaman sambiloto sebagai bahan baku campuran jamu. Tanaman yang di dunia internasional dikenal dengan nama “king of bitter” atau raja pahit ini memang rasanya luar biasa pahit, namun khasiatnya begitu banyak. Bahkan di beberapa negara maju, tanaman ini sudah berkembang sebagai bahan baku obat.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman sambiloto yaitu laktone yang terdiri dari deoksi andrografolid, andrografolid, flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan dammar. Senyawa utama yang dihasilkan tanaman sambiloto adalah Andrografolid.

Senyawa Andrografolid bermanfaat dalam mengatasi berbagai penyakit antara lain terhadap sel kanker dan antitumor, antihepatoprotektif, antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes (menurunkan gula darah), antimalaria, dan antimikrob (antibakteri, antifungi, dan antiviral).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak sambiloto merupakan alternatif dalam menyembuhkan infeksi bagian atas saluran pernafasan tanpa komplikasi. Menurut Gusmaini, peneliti tanaman obat di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Senyawa andrographolide tersebut terdapat di dalam bagian atas jaringan tanaman yaitu daun, batang, bunga, dan kandungan tertinggi terdapat pada daun.

“Berbagai manfaat tersebut karena sambiloto mempunyai senyawa-senyawa turunan dari Androgropholide seperti deoxyandrographolide, andrographolide, neoandrographolide, 14-deoxy-11, 12-didehydroandrographolide,” jelasnya.

Gusmaini menambahkan bahwa jika dibudidayakan, tanaman ini cukup cepat berproduksi. “Dari tanam hingga panen berikisar 2,5 – 4 bulan tergantung iklim,” lanjutnya.

Perbanyakan tanaman ini dapat melalui biji atau setek. Lingkungan tumbuh cukup luas yaitu dari dataran rendah hingga menengah, kisaran ketinggian tempat 1-700 m dpl. Selama pertumbuhan tanaman sambiloto menghendaki banyak sinar matahari. Namun demikian tanaman ini masih toleran tumbuh dan berproduksi kondisi pada ternaungi maksimal 30%. Jika budidaya dilakukan dengan kondisi naungan diatas 30%, maka mutunya cenderung menurun.

Umumnya masyarakat memperoleh tanaman sambiloto yang tumbuh liar. Namun, Gusmaini tidak menyarankan hal tersebut karena produksi dan mutunya rendah serta tidak stabil. “Akan lebih baik jika dibudidayakan untuk menghasilkan produk yang terstandar,” ungkapnya.

Tanaman sambiloto di lapangan

Sambiloto jika ditanam pada saat iklim kering atau musim kemarau maka tanaman akan cepat berbunga, sehingga perlu segera dipanen. Tetapi bila ditanam musim hujan maka akan lambat berbunga dan lebih banyak pertumbuhan daun. Ciri tanaman sambiloto untuk siap dipanen yaitu ditandai dengan akan munculnya bunga atau sebelum bunga mekar.

“Hal tersebut disebabkan pada kondisi tersebut daun masih tumbuh dengan baik sehingga produksi optimal dan kandungan Andrographolidnya cukup tinggi,” ujar peneliti yang bertugas di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor ini.

Jika tanaman sudah muncul bunga (bunga mekar semua) maka daun akan mengecil. Dampaknya rasio antara batang dan daun akan lebih besar artinya lebih banyak batang daripada daun (produksi daun dan mutu rendah). Demikian juga bila dipanen lebih muda, yaitu sebelum terbentuk inisiasi bunga. Budidaya sambiloto tidak memerlukan lahan yang luas, pada lahan yang sempit atau di pekarangan rumahpun bisa dilakan dengan menanam di dalam pot.

Jika dilihat dari khasiatnya dapat mengatasi beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, serta mengatur dan memacu daya tahan tubuh, maka tidak menutup kemungkinan tanaman ini juga berpotensi dalam mencegah atau mengatasi virus Covid-19. “Namun hal tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut,” sambung Gusmaini.

Tidak hanya sambiloto tapi masih banyak tanaman-tanaman lain yang berpotensi sebagai bahan baku obat untuk berbagai penyakit lain. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai biodiversity terbesar di dunia, sehingga potensinya masih sangat besar untuk penemuan-penemuan bahan baku obat alam. (Balittro)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author