Bogor, Technology-Indonesia.com – Praktek pemupukan anoganik dengan dosis berlebihan tanpa dibarengi penggunaan pupuk organik dapat menyebabkan degradasi lahan yang berdampak pada penurunan produktivitas lahan pertanian. Untuk mengembalikan kondisi lahan pertanian diperlukan penambahan bahan organik secara teratur ke dalam tanah.
Peneliti dari Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Badan Litbang Pertanian, Dr. Wiwik Hartatik mengatakan tantangan pertanian ke depan adalah bagaimana mengatasi degradasi dan penurunan produktivitas lahan, konversi dan fragmentasi lahan pertanian, keterbatasan sumberdaya lahan yang subur, perubahan iklim, dan terbatasnya jaringan infrastruktur.
“Tantangan ini memerlukan inovasi teknologi pertanian khususnya untuk peningkatan produktivitas tanaman. Ada beberapa inovasi seperti penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang spesifik lokasi, pengendalian organisme penganggu tanaman, serta penanganan panen dan pasca panen,” kata Wiwik saat menjadi pembicara dalam Webinar Pembuatan Pupuk Organik yang digelar oleh Balittanah pada Kamis (11/6/2020).
Lebih lanjut Wiwik menerangkan, pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan atau bagian dari hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa. Pupuk organik bisa berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau mikroba. “Pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah,” lanjutnya.
Bahan baku pupuk organik bisa berasal dari limbah pertanian seperti sisa tanaman/panen, pangkasan tanaman pagar, rumput, dan tanaman legum. Bahan baku lainnya bisa berasal dari limbah ternak seperti kotoran hewan; limbah industri dari pabrik pengolahan sawit, penggilingan padi, bumbu masak, dan industri makanan; serta limbah kota seperti sampah organik.
Kualitas pupuk organik, lanjutnya, dapat ditingkatkan melalui inovasi teknologi pengkayaan dengan bahan mineral alami dan mikroba, serta seleksi bahan baku. Optimalisasi bahan baku pupuk organik juga perlu dilakukan dengan menggali potensi bahan baku baru dan tersedia (sampah kota organik, rumput laut, dan limbah perikanan)
Terkait perizinan, Wiwik mengungkapkan, jika pupuk organik digunakan di kebun sendiri tidak perlu didaftarkan ke Kementan. Sementara jika dijual secara komersial harus mendapatkan nomor izin edar dari Kementan dan lulus uji efektivitas. Pupuk organik harus lulus uji mutu sesuai SNI 7763: 2018 untuk pupuk organik padat dan Kepmentan 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 untuk pupuk organik padat yang diperkaya mikroba dan pupuk organik cair
Pada webinar tersebut, peneliti Balittanah Dr. IGM Subiksa memaparkan proses pembuatan pupuk organik padat dan cair. Menurutnya kualitas atau mutu pupuk organik ditentukan oleh komposisi kimianya, pola pelepasan haranya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Mengenai syarat mutu pupuk organik telah diatur dalam Kepmentan 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 yang memuat persyaratan teknis minimal (PTM) pupuk organik dalam bentuk padat maupun cair.
Keunggulan pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibanding pupuk anorganik, yang dilepaskan perlahan dan kontinyu sehingga menghindari keracunan dan defisiensi hara. Pupuk organik bisa memperbaiki sifat fisik tanah, lahan kering menjadi lebih gembur dan lahan sawah tanahnya bisa lebih lembut. Struktur tanah lebih mantap dan stabil untuk pergerakan air dan partikel udara dalam tanah yang penting untuk aktivitas mikroorganisme dan pertumbuhan akar
Pupuk organik bisa menstimulir aktivitas mikroorganisme tanah yang memproduksi pitohormone pertumbuhan dan senyawa pengikat partikel tanah sehingga struktur tanah lebih baik. “Kualitas tanaman yang menggunakan pupuk organik akan lebih bagus sehingga tanaman tidak mudah terserang penyakit, tanaman lebih sehat untuk dikonsumsi,” tuturnya.
Pembicara lainnya, Ir. Selly Salma menyampaikan materi tentang pengomposan yaitu proses dekomposisi bahan organik (biomassa) melalui aktivitas biologi, kimiawi dan fisik dalam kondisi terkontrol. Proses dekomposisi ini akan menghasilkan volume biomassa yang berkurang antara 50-60% serta keseimbangan ratio C dengan unsur lainnya (N, P) sehingga unsur hara mudah untuk diserap tanaman.
“Penggunaan inokulum berupa dekomposer yang tepat dapat mengakselerasi proses pengomposan dan menghasilkan kompos yang lebih berkualitas,” terangnya.
Pengomposan ini, lanjutnya, dapat dilakukan dari skala rumah tangga sampai skala pabrik. Pengomposan pada skala rumah tangga dapat membantu pemerintah untuk menyelesaikan masalah sampah kota yang sangat berpotensi mencemari lingkungan.