Jakarta, Technology-Indonesia.com – Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting di Indonesia. Pada beberapa dekade lalu, Indonesia merupakan pengekspor lada terbesar di dunia atau mencapai 29% kebutuhan dunia. Saat ini posisi tersebut telah digeser oleh Vietnam sebagai penghasil lada terbesar di dunia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2015-2019, produksi lada terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hingga tahun 2019 produksi lada telah mencapai 89.617 ton. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki prospektif dan nilai ekonomi tinggi. Karena itu, pengembangan lada mulai digiatkan kembali khususnya di wilayah sentra lada.
Sentra produksi utama lada di Indonesia adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Selain dua provinsi tersebut, tanaman lada juga berkembang pesat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Menurut BPS Kepri tahun 2017, luas lahan lada di Kepri adalah 196 hektare (ha) dengan produksi 49,54 ton dan produktivitas 0.25 ton/ha yang tersebar di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan.
Produktivitas lada di Kepri belum setinggi di Provinsi Lampung maupun Bangka Belitung yang sudah mencapai 1 kg kering/pohon atau setara 1,6 ton/ha, populasi 1.600 pohon/ha. Hal ini disebabkan belum dilakukan penerapan teknologi budidaya yang baik khususnya pemupukan dan pemangkasan.
Kepala BPTP Kepri, Sugeng Widodo mengatakan Kabupaten Lingga merupakan sentra lada di Kepri atau 95% dari seluruh areal lada di Kepri. Luas area lada sebesar 186,5 ha dengan produksi 45 ton. Masyarakat Lingga menyebut tanaman lada dengan sebutan Sahang.
Meskipun potensi tanaman lada di Kabupaten Lingga sangat besar namun tidak terlepas dari permasalahan. Petani Lingga dalam membudidayakan tanaman lada masih secara konvensional. Hal ini disebabkan karena mayoritas petani lada terbatas modal dan belum menguasai teknologi pemupukan, pemanfaatan tajar hidup, maupun pengendalian hama.
“Hasil penelitian Balittro mencapai antara 2-2,5 kg/pohon atau setara 4-5 ton/ha. Peluang peningkatan produktivitas dan kuantitas di Lingga dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya. Kendala ini harus segera diatasi dengan pembinaan yang kontinuitas dan regulasi. Selama ini yang hanya berfokus pada tanaman pangan, karena itu empati Pemerintah Daerah dan pusat diharapkan dalam membantu permasalahan di lapangan,” kata Sugeng.
Data Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Lingga (2020) menunjukkan bahwa area tanam lada di Kabupaten Lingga meningkat. Sampai sekarang terdapat 234 ha dan total produksi 28,81 ton atau 368 kg/ha dalam bentuk lada putih. Budidaya lada tersebar di 12 kecamatan yang diusahakan oleh 469 KK. Kecamatan Lingga Utara memiliki area terluas yakni 70 ha dengan produksi 5,40 ton atau 327 kg/ha.
Varietas lada yang di budidayakan di Kabupaten Lingga adalah Varietas Pentaling 1. Pada umumnya petani menjual hasil panen lada ke pengumpul. Infomasi dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lingga harga terbaru lada putih (merica) pada kisaran Rp.40 ribu-50 ribu/kg, sedangkan lada hitam harga jualnya Rp 25 ribu-35 ribu/kg. Harga jual lada ini terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Untuk lada lingga sudah dipasarkan ke Kota Batam, Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Karimun, dan Provinsi Jambi. Jika ditangani dengan baik, lada berpeluang menjadi produk ekspor bagi Kepri. Peran pusat khususnya Balitbangtan dan Ditjenbun dalam membantu peningkatan keahlian petani lada di wilayah perbatasan, modal, kelancaran logistik (Pemda setempat) sangat diharapkan. (BPTP Kepri/ J.S. Sitompul, S. Nurdin, R. Putra, dan S. Widodo)