TechnologyIndonesia.id – Produksi komoditas strategis nasional seperti padi dan kelapa sawit menghasilkan limbah agroindustri yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Setiap tahun, Indonesia diprediksi menghasilkan lebih dari 10 juta ton sekam dari penggilingan padi dan 2 juta ton abu boiler dari pabrik pengolahan kelapa sawit. Kini, limbah agroindustri tersebut dapat disulap menjadi produk biosilika yang bernilai ekonomi.
Peneliti Pusat Riset Agroindustri (PRA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hoerudin menunjukkan, sekam padi dan abu boiler kelapa sawit memiliki kandungan silika (SiO2) yang cukup tinggi, berturut-turut sebesar 15-20% dan 50-60%. Silika yang dihasilkan oleh organisme hidup, seperti tanaman, disebut juga silika biogenik atau biosilika.
“Dari 5 ton panen padi per hektare dan 20 ton panen tandan buah sawit per hektare, masing-masing sekitar 230 kg dan 154 kg silika ikut terangkut bersama hasil panen. Silika yang terangkut tersebut setara dengan dosis pupuk makro, yang diberikan,” jelas Hoerudin pada webinar bertajuk ´Silika Biogenik dari Limbah Industri: From Ash to Cash´, Jumat (19/7/2024).
Hoerudin menuturkan PRA telah menghasilkan beberapa produk riset biosilika, yaitu biosilika cair dan biosilika bubuk yang berbahan dasar sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dalam bentuk nanopartikel.
“Biosilika cair lebih efektif dalam pengaplikasiannya sebagai pupuk cair, karena lebih mudah diserap tanaman. Saat ini produk biosilika cair telah diujicobakan di 22 provinsi di Indonesia untuk tanaman padi, bawang merah, dan tebu bekerja sama dengan instansi pemerintah, industriawan, dan kelompok tani,” tuturnya.
Menurut Hoerudin, biosilika menyimpan potensi aplikasi yang cukup beragam. Selain sebagai pupuk dan pestisida, penggunaan biosilika juga dapat dimanfaatkan untuk tekstil fungsional dan menggurangi penggunaan krom pada proses penyamakan kulit.
Tak hanya itu, biosilika juga berpotensi diaplikasikan sebagai kandidat alternatif material graf pengganti tulang di bidang kedokteran gigi.
Dalam paparannya, Hoerudin juga menambahkan upaya pengembangan produksi biosilika dari sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dapat menjadi produk alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan produk silika dari bahan tambang seperti pasir kuarsa, kuarsit dan pelsfar yang tidak terbarukan dan proses produksinya membutuhkan banyak energi.
Tentunya upaya tersebut dapat membantu Indonesia mengurangi impor silika komersial untuk kebutuhan berbagai industri yang tren nilai impornya terus meningkat, dari USD 56,3 juta pada tahun 2017 menjadi USD 81,99 juta pada tahun 2021.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari mengungkapkan, kelapa sawit dan padi adalah tanaman silica accumulator. Tanaman yang masuk kategori ini banyak membutuhkan, menyerap dan mengandung silika.
Jika produksinya meningkat, maka limbah argoindustri dari komoditas tersebut pun meningkat, sehingga perlu diolah menjadi produk bernilai ekonomi, sekaligus mengurangi potensi masalah lingkungan dan sosial akibat penumpukan limbah yang tidak termanfaatkan.
BRIN melalui PRA telah dan terus mengembangkan riset produksi biosilika dari berbagai jenis limbah agroindustri, seperti sekam padi, abu boiler kelapa sawit, abu ketel pabrik gula tebu, dan tongkol jagung.
“Kerja sama pun telah terjalin dengan beberapa industri untuk pengembangan produk agrokimia (pupuk cair) dan sol karet ramah lingkungan berbahan biosilika. Kerja sama yang dilakukan mulai dari tahapan riset hingga komersialisasinya,” ujar Puji. (Sumber brin.go.id)