Jakarta, Technology-Indonesia.com – Awal tahun 2020, banjir bandang disertai longsor melanda beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya yang sangat parah terdampak adalah di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak, Banten. Presiden Jokowi seusai meninjau langsung dampak bencana menginstruksikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan penanaman vetiver sebagai upaya pencegahan longsor.
Pertanyaan masyarakat umum, apa itu tanaman vetiver? Vetiver atau sering kita sebut dengan akar wangi memiliki nama latin Vetiveria zizanioides dan ada juga yang menyebut sebagai Chrysopogon zizanioides. Tanaman ini telah dikembangkan oleh lebih dari 100 negara, sebagai penghasil minyak atsiri, untuk konservasi tanah dan air maupun untuk fitoremediasi.
Di Indonesia tanaman ini lebih dikenal sebagai penghasil minyak atsiri, dan dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama Java Vetiver Oil. Akar wangi dikenal ada dua tipe yaitu tipe India Utara yang umumnya tumbuh liar dan berbiji dan tipe India selatan yang tidak berbiji atau steril. Akar wangi yang banyak dibudidayakan untuk diambil minyak atsirinya berasal dari tipe India Selatan.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sebagai Lembaga penelitian yang mendapat mandat meneliti dan mengembangkan akar wangi, memiliki lebih dari 40 nomor aksesi akar wangi dengan karakter dan morfologi tanaman yang berbeda. Setelah diseleksi dan uji adaptasi, pada tahun 2011 telah dilepas dua varietas akar wangi yaitu Verina 1 dan Verina 2 dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 581/Kpts/Sr.120/2/2012 dan Nomor 582/Kpts/Sr.120/2/2012 dengan sifat keunggulan pada potensi produksi.
Verina 1 memiliki produktivitas akar basah diatas rata-rata (10,37 ton/ha) dan akar kering 3,72 ton/ha. Verina 1 menghasilkan minyak sekitar 66,38 kg/ha, serta kadar veticerol diatas standar SNI (50,38%). Verina 2 memiliki produksi akar basah 10,61 ton/ha, akar kering 3,85 ton/ha, kadar minyak 1,772%, dan 60.46 kg ha minyak akar wangi dengan kadar vetiverol 55,48%. Kedua varietas ini memiliki beberapa karakter yang dapat digunakan sebagai pembeda atau penciri seperti warna batang, bentuk habitus, perakaran panjang dan lebar daun.
Akar wangi diperbanyak dengan tunas anakan, dan ditanam secara monokultur atau tumpangsari dengan tanaman semusim lainnya seperti sayuran. Untuk diambil minyaknya, tanaman ini akan dipanen pada umur 12 bulan dengan cara dibongkar perakarannya. Bila tidak dilakukan pemanenan, akan wangi ini akan tetap tumbuh bertahun-tahun dengan akar yang panjang dan kuat mengikat tanah sekitarnya.
Di Indonesia sendiri, akar wangi juga sering dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan seperti dibuat tas, dompet, topi, hiasan, dan lain-lain. Akar wangi yang didiamkan tidak diambil minyaknya pada umur 10 dan 25 bulan akarnya dapat mencapai panjang masing-masing 4 dan 5 meter. Bahkan di Thailand dapat mencapai 7 meter pada umur 34 bulan. Semakin Panjang akarnya maka kandungan minyak atisirinya cenderung menurun.
Umumnya akar wangi banyak dikembangkan di daerah terbatas dengan tanah berpasir dan remah seperti di Garut, sehingga memudahkan dalam pemanenan akar. Di Daerah lain seperti Bogor, untuk produksi minyak atsirinya dibudidayakan dalam polybag dengan media yang remah.
Akar wangi selain memiliki sistem perakaran yang lebar, dalam dan kuat, juga pertumbuhan cepat dan biomassa yang banyak, adaptif terhadap kondisi yang ekstrim, mudah dibudidayakan, tidak berpotensi menjadi gulma, dan mampu mengakumulasi logam berat disekitarnya. Dengan keunggulan tersebut, akar wangi sangat baik digunakan untuk mencegah erosi dan konservasi lahan dan air, maupun fitoremediasi.
Penanaman akar wangi untuk fungsi konservasi dilakukan dengan menanam secara rapat dengan jarak 10-15 cm pada lereng pegunungan. Penanaman harus disesuaikan dengan kontur lereng. Penanaman yang rapat ini akan mencegah terjadinya erosi dan lama kelamaan akan membentuk terasering yang lebih landai secara alami.
Akar dari akar wangi yang menghujam ke dalam tanah juga akan berfungsi seperti kolom kolom beton yang mampu menahan tanah agar tidak longsor dan tanah menjadi lebih stabil. Penanaman akar wangi di bibir sungai atau danau juga mencegah terkikisnya lapisan tanah sehingga menghambat erosi dan sedimentasi di badan air.
Akar wangi ini juga sangat toleran pada cuaca ekstrim, pH tanah, tahan hama penyakit, sangat efisien menyerap nutrisi tanah dan toleran ditanah dengan kandungan logam berat sehingga sering dimanfaatkan untuk fitoremediasi lahan bekas tambang.