Jakarta, Technology-Indonesia.com – Munculnya pemberitaan di media massa tentang budidaya padi satu kali tanam lima kali panen dengan aplikasi R-5 disambut baik oleh beberapa kalangan calon pengguna inovasi teknologi padi. Beberapa media memberitakan, ekspose panen uji coba budidaya padi tersebut dihadiri Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifa Indar Parawansa (17/6/19).
Selang beberapa hari setelah acara panen tersebut, tiga peneliti dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melakukan observasi pertanaman di lokasi uji coba aplikasi R-5 pada lahan seluas 4,5 hektare (ha) dari total 15 ha, Komplek Puspo Agro, Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Sidoarjo, Jawa Timur.
Aswin selaku inventor R-5 dalam diskusinya dengan peneliti BB Padi menjelaskan bahwa produk R-5 merupakan produk “pembenah tanah” dengan kandungan utama 90% silikat. Ia sempat menyebutkan silsilah penamaan pembenah tanah R-5 sebagai temuan Aswin, Koos K, Toeloes B.W, dan G. Singh. “Pembenah tanah R-5 merupakan kepanjangan dari R singkatan Revolusi, dan angka 5 merupakan temuan ke-5,” ungkap inventor yang berasal dari Batujaya, Karawang, Jawa Barat ini.
Aswin menerangkan kandungan produk pembenah tanah R-5 terdiri dari arang sekam (silika 90%), kapur, perekat, hara mikro, batu-batuan (batu apung, zeolite), sesuai Permentan No. 1 Tahun 2019. “Produk ini dapat menaikkan pH, dan mengikat bakteri-bakteri berbahaya dalam tanah,” lanjutnya.
Aswin mengklaim R-5 dapat memperbaiki kualitas air seperti bau, warna, dan kejernihan dalam waktu 5 jam. Bahkan pembenah tanah R-5 dapat meningkatkan pembentukan anakan antara 50 hingga 100 anakan per rumpun.
Lebih lanjut Aswin menerangkan secara singkat tahapan budidaya padi satu kali tanam lima kali panen (Ratun). Pertama, panen tanaman utama (awal) dilakukan seperti biasa, dengan tinggi pemotongan panen 15 cm di atas permukaan tanah (tidak ada pemotongan ulang). Dua hari setelah panen/pemotongan batang, lahan diairi macak-macak setinggi 2 cm.
Selanjutnya, diaplikasikan R-5 sebanyak 300 kg per ha untuk merangsang pembentukan tunas. R-5 juga diaplikasikan sebelum tanam tanaman pokok. Pada umur 2 minggu setelah tumbuh tunas, diaplikasikan pupuk urea sebanyak 150 kg per ha (50% dari dosis). Setelah itu, pada umur 4 minggu setelah tumbuh tunas (dua minggu setelah aplikasi urea) diaplikasikan pupuk phonska sebanyak 150 kg per ha (50% dari dosis).
“Pemeliharaan fase pertumbuhan selanjutnya (pengairan, penyiangan, pengendalian OPT) relatif sama dengan pemeliharaan padi sawah pada umumnya,” terang Aswin kepada peneliti BB Padi yang melakukan observasi di lapangan pada Kamis (20/6/2019)
Menanggapi keterangan inventor R-5 tersebut, peneliti Agronomi BB Padi, Nur Wulan Agustiani mengungkapkan bahwa berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, keragaan jumlah anakan pertanaman di lapangan sangat bervariasi.
“Jarak tanam yang digunakan tidak beraturan (17-30cm) yang berdampak terhadap jumlah anakan yang berbeda. Pada jarak tanam yang agak rapat jumlah anakan tersebut menunjukkan cenderung sedikit, sedangkan pada jarak tanam yang lebih lebar jumlah anakan cenderung relatif banyak. Kalaupun anakan total dinyatakannya meningkat, namun tidak ada yang mencapai 100 anakan per rumpun dan anakan produktifnya juga hanya berkisar 20–25 per rumpun,” ungkap Wulan.
Sejauh ini, terangnya, kondisi pertanaman pada fase generatif menunjukkan panjang malai relatif pendek, jumlah gabah per malai 101 bulir, dan pengisian gabah tidak sempurna. Kemungkinan besar hasil tanaman ratun jauh lebih rendah dari hasil tanaman pokok (tanaman awal) dan diperkirakan hanya akan mencapai kisaran 3-4 ton/ha.
Dr Rahmini, peneliti Hama Penyakit tanaman padi yang turut dalam observasi tersebut menyebutkan dari hasil pengamatan, ia menemukan adanya gejala serangan penggerek batang padi (sundep atau beluk) dan Hawar Daun Bakteri (HDB). Keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tersebut berpotensi juga sebagai dampak dari kontinuitas pertanaman padi budi daya ratun.
Kepala BB Padi Dr. Priatna Sasmita dalam wawancara terpisah menegaskan teknologi R-5 masih perlu dikaji lebih lanjut secara saintifik mengingat hasil observasi di lapangan ditemukan kejanggalan- kejanggalan keragaan pertanaman, terkait keberlanjutan tanaman ratun hingga lima generasi, dan potensi hasil. Menurutnya teknik budidaya ini secara teknis relatif sama dengan Ratun atau Salibu yang telah dikaji oleh Balitbangtan. Bedanya, teknik ini mengaplikasikan produk R-5 dan pemotongan batang awal setinggi 15 cm.
“Malai lebih pendek, jumlah gabah total per malai lebih sedikit, dan pengisian gabah tidak optimal. Kandungan R-5 yang dinyatakan berupa 90% silika dan 10% hara lainnya, masih perlu diverifikasi lebih lanjut atau dilengkapi dengan data ilmiah dari lembaga pengujian terpercaya, dan dilakukan uji efikasi untuk mengetahui efektifitasnya terhadap kualitas tanah dan air, karena tim tidak dapat membuktikannya hanya secara visual di lapangan,” tegasnya
Menurut Priatna, saat ini peneliti BB Padi tengah menyiapkan sampel tanah dan air dari lokasi untuk analisis laboratorium, untuk mengetahui status kesuburan lahannya. Aplikasi R-5 juga akan dikaji lebih lanjut untuk membuktikan informasi tentang teknis budidaya yang sedang viral dibeberapa media akhir-akhir ini. (Shr)