Jakarta, Technology-Indonesia.com – Bawang merah merupakan salah satu tanaman prioritas dalam program pengembangan tanaman pertanian di Indonesia. Rencana Strategis Indonesia tahun 2015-2019 difokuskan untuk memperkuat pembangunan secara keseluruhan dengan menekankan pengembangan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang kompetitif. Salah satunya dengan mempertimbangkan bawang merah, cabai dan bawang putih sebagai komoditas pertanian strategis yang penting dalam mengendalikan inflasi.
Tanaman bawang merah merupakan salah satu tanaman yang memerlukan input pupuk nitrogen dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini menyebabkan emisi N2O (dinitrogenoksida) yang dihasilkan menjadi besar. Inter Governmental Panel on Climate Change (IPCC, 1995) sebuah panel antar pemerintah untuk perubahan iklim, menyatakan N2O merupakan salah satu gas rumah kaca dari lahan pertanian yang mempunyai efek pemanasan 310 kali lebih besar dari CO2 (karbondioksida). Gas rumah kaca adalah gas-gas yang berkontribusi terhadap fenomena pemanasan global dan perubahan iklim.
Melalui penelitian yang dilakukan selama 2 musim tanam pada pertanaman bawang merah di lahan tadah hujan Desa Mblao, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati tahun 2017, penambahan biokompos menghasilkan rasio emisi N2O terhadap hasil panen yang lebih rendah 55% dibandingkan perlakuan tanpa penambahan bahan organik. Makin rendah rasio ini, artinya makin rendah pula emisi N2O yang dihasilkan per ton bawang merah yang dihasilkan.
Biokompos merupakan bahan organik berupa kompos matang yang dicampurkan dengan biochar (arang) dari limbah pertanian seperti sekam, tongkol jagung, dan lain-lain dengan perbandingan 4:1. Penambahan bahan organik ke dalam tanah, selain memperbaiki struktur kesuburan tanah, dengan penerapan yang sesuai, dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen buatan ke dalam tanah, sehingga diyakini emisi N2O yang dihasilkan akan berkurang.
Selain penurunan emisi N2O, ternyata penggunaan biokompos pada Musim Tanam (MT) II mampu meningkatkan hasil sebesar 15%, dengan demikian petani juga memperoleh keuntungan secara ekonomi.
Menurut Juwandi salah satu petani pemilik lahan, baru kali ini menanam bawang merah di lahannya dengan hasil mencapai lebih dari 10 ton/hektar, biasanya hanya sekitar 6-7 ton/hektar. Keuntungan secara ekonomi ini membuat para petani sekitar tertarik untuk menerapkan cara budidaya dengan biokompos.
Bahkan ketika MT II masih berjalan, di lahan yang berjarak kira-kira 100 m dari lokasi, petani mulai mengadopsi cara budidaya ini. Sukiran, salah satu pemilik lahan mengatakan tertarik karena melihat penampakan tanaman dengan biokompos yang sangat lebat daunnya dan terlihat hijau segar.
Dengan adanya teknologi budidaya ini, diharapkan tujuan pertanian berkelanjutan dapat terwujud seiring dengan terwujudnya swasembada bawang merah. Miranti Ariani/SB