Jakarta, Technology-Indonesia.com – Lokakarya Internasional Pengembangan Bersama dan Alih Teknologi Padi baru saja digelar di Hotel Rodhita Banjarmasin. Kegiatan ini merupakan sebuah proyek multi-negara yang menyoroti hasil utama proyek dan berbagi informasi tentang pemanfaatan sumber daya genetik padi telah digagas pada tahun 2016 sampai Oktober 2019.
“Proyek ini melibatkan organisasi penelitian nasional di Asia Tenggara yaitu Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik/ BB Biogen (ICABIOGRAD-IAARD) (Indonesia), RRI-MARDI (Malaysia), ARC-NAFRI (Lao PDR) dan PhilRice (Filipina),” ungkap Dr. Puji Lestari selaku pelaksana utama kegiatan.
Dalam acara ini, ICABIOGRAD berperan sebagai tuan rumah bersama Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa/ Balittra (ISARI-IAARD). Acara ini juga akan menandai berakhirnya proyek multi-negara tentang Pengembangan Bersama dan Transfer Teknologi Padi yang didanai oleh Dana Bagi Hasil dari ITPGRFA-FAO.
Kepala Balittra Ir. Hendri Sosiawan, CESA dalam sambutannya mengatakan, optimalisasi lahan rawa tidak terlepas dari penggunaan varietas beras baru yang adaptif untuk rawa, dan dikombinasikan dengan teknologi budidaya yang tepat. Menyediakan makanan yang cukup, lanjutnya, merupakan salah satu faktor penentu bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional.
“Meskipun bervariasi antar negara, kontribusi beras untuk makanan sehari-hari masyarakat Asia Tenggara masih relatif tinggi karena nasi adalah makanan pokok di Asia Tenggara. Sehingga, tidak heran sebagian besar negara di Asia mengalokasikan sumber daya termasuk pendanaan untuk mendukung pertumbuhan produksi padi,” papar Hendri.
Dalam lokakarya ini, tiga tema yang diangkat adalah pemuliaan padi konvensional dan non-konvensional; karakterisasi dan konservasi sumber daya genetik padi; dan evaluasi sosial-ekonomi varietas padi tradisional atau modern
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Dr. Ir. Fadjry Djufry, M.Si dalam sambutan yang dibacakan Kepala Balittra menyatakan mayoritas negara ASEAN bergantung pada beras sebagai makanan pokok. Beras juga sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Asian Development Bank (ADB), tambahnya, memproyeksikan konsumsi beras ASEAN akan meningkat dari 100,0 juta ton pada tahun 2011 menjadi 111,3 juta ton pada 2021 (pertumbuhan 1% per tahun). Rata-rata konsumsi beras ASEAN per kapita adalah 2,5 kali rata-rata dunia. Peringkat teratas adalah Bangladesh dengan 171,7 kg per kapita per tahun. Laos, Indonesia, Filipina, dan Malaysia mengonsumsi beras masing-masing sebesar 162,3, 134,6, 119,4 dan 79,9 kg per kapita per tahun.
“Mengingat tantangan dalam mencapai kecukupan pangan semakin kompleks, perlu diterapkan sistem yang menawarkan makanan sehat dan bergizi, dapat diakses oleh semua orang, serta menjaga sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Karena itu, upaya integrasi dan optimalisasi berbagai aspek, dari produksi hingga konsumsi makanan perlu dilakukan. Dalam implementasinya, dibutuhkan pula gagasan untuk menghasilkan lapangan kerja serta memperkuat rantai nilai pangan lokal,” lanjutnya.
Lokakarya ini dilakukan selama tiga hari, diawali dengan kunjungan ke demfarm kegiatan di KP Belandean, Tanjung Harapan, dan Kabupaten Barito Kuala. Setelah menyelesaikan lokakarya di Hotel Rodhita Banjarmasin, hari terakhir diisi dengan kunjungan ke Pasar Terapung Banjarmasin. Selain peserta dari Lao PDR, Filipina, dan Malaysia, turut bergabung pula para peneliti Balittra, BPTP Kalimantan Selatan, dan BPTP Kalimantan Tengah. (Vika/Vicca)