Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tengah melakukan mekanisme digitalisasi koleksi serta penyiangan koleksi-koleksi yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya PDII untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendokumentasian informasi ilmiah serta penyediaan akses informasi ilmiah kepada publik.
Pelaksana Tugas Kepala PDDI LIPI, Hendro Subagyo mengungkapkan, salah satu upaya peningkatan layanan PDDI adalah melakukan proses weeding atau penyiangan koleksi yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman serta secara fisik sudah rusak parah. Ke depannya, PDDI LIPI berbenah menuju perpustakaan digital serta co-working space untuk ruang kolaborasi serta aktivitas kreatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mekanisme weeding dan stock opname ini, terang Hendro, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebijakan reorganisasi LIPI. ‘Mekanisme ini adalah mekanisme yang seharusnya berjalan rutin setiap tahun yang terakhir kali kami lakukan pada tahun 2015 silam,” ujar Hendro dalam keterangan tertulis yang diterima Technology-Indonesia pada Selasa (12/3/2019).
Menurut Hendro, saat ini, penyiangan ini disalahartikan sebagai penghapusan koleksi disertasi dan tesis dengan menjual koleksi tersebut. Mekanisme weeding merupakan proses normal di dunia perpustakan untuk memeriksa koleksi perpustakaan, judul per judul untuk penarikan permanen berdasarkan kriteria penyiangan, terutama kondisi fisik dari koleksi tersebut.
PDII-LIPI pada 2018 menetapkan kebijakan penyiangan koleksi dengan memfokuskan penyiangan untuk koleksi tercetak yang jarang digunakan oleh pengguna, seperti Majalah Catu (Jurnal Internasional) yang dilanggan tahun 1991-1998, Jurnal Nasional, Tesis/Disertasi, dan laporan penelitan (hibah).
Adapun kriteria dalam pelaksanaan penyiangan koleksi tersebut meliputi umur dan fisik koleksi; keefektivitasan dan efisensi pemanfaatan ruang perpustakaan; pemanfaatan koleksi tercetak; relevansi substansi koleksi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Revolusi Industri 4.0, lanjutnya, memungkinkan pertukaran informasi antar lembaga dapat dilakukan secara digital. Perkembangan teknologi informasi saat ini juga telah mendisrupsi perilaku pencarian informasi perpustakaan dan proses penerbitan literatur. Pencarian informasi dimudahkan dengan jaringan internet yang menyediakan akses kepada jurnal online dan buku digital yang bisa diunduh dari aplikasi yang dimiliki perpustakaan.
“Penerbitan jurnal khususnya di Indonesia sudah diarahkan untuk diterbitkan secara online dengan tujuan memperluas jangkauan pembaca. Berdasarkan data dari ISJD Neo (www.isjd.pdii.lipi.go.id) terdapat 14.801 judul jurnal yang dapat diakses secara online. Penerbitan buku juga mulai bergeser ke dalam bentuk digital,” ujarnya.
Inilah yang mendorong PDDI mengalihkan layanan Jurnal Nasional ke layanan digital dan online melalui sistem ISJD. Untuk akses artikel full text jurnal, pengguna harus registrasi dan tidak dikenakan biaya.
“Saat ini, koleksi-koleksi fisik dari majalah dan jurnal internasional, sudah diganti dengan akses langganan versi digital. Koleksi majalah dan jurnal dalam negeri termasuk yang dipertahankan koleksi fisiknya. Koleksi-koleksi penting dan bersejarah juga tetap kami simpan. Meskipun ada digitalisasi, fisiknya tetap kami pertahankan,” terangnya.
Menurut Hendro, untuk koleksi tesis dan disertasi yang masuk dalam literatur kelabu (grey literature), tidak dipertahankan dalam bentuk cetak karena koleksi yang disimpan di PDDI adalah salinan tesis dan disertasi untuk dokumentasi metadata. Sebelum dilakukan penyiangan atau bahkan digitalisasi, PDDI memastikan tesis dan disertasi aslinya masih tersimpan di perguruan tinggi asal.
“Berdasarkan Keputusan Menristekdikti No 44/M/Kp/VII/2000, setiap lembaga pemerintah wajib menyampaikan tiga salinan literature kelabu yang berkaitan dengan iptek. Satu rangkap untuk dijadikan sebagai bahan analisis dalam pembuatan kebijakan di Kemenristekdikti dan dua rangkap diserahkan ke PDDI untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat luas,” paparnya.
Lewat program Repositori-Depositori Ilmiah, PDII fokus pada preservasi data primer hasil penelitian dan kekayaan intelektual. “Kami mulai melakukan proses digitalisasi aset-aset koleksi bersejarah agar tetap awet serta lebih mudah diakses masyarakat tanpa harus datang langsung ke PDDI LIPI,” ujar Hendro.
Saat ini PDII melakukan analisis sampai 60 artikel dan dokumentasi digital sampai 200 artikel setiap hari. “Kami juga melakukan stock opname rutin sehingga rak-rak koleksi tersebut saat ini dalam kondisi kosong. Kami jadwalkan proses tersebut akan selesai pada bulan Mei,” pungkasnya.