Wolbachia, Inovasi dalam Pengendalian Dengue Global

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Dengue menjadi tema utama di hari ketiga (17/11/2022) konferensi internasional GAMA-ICTM 2022 (gamaictm.id). Perhelatan bertajuk “Global Challenges on Tropical Medicine” ini digelar oleh Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM) dan World Mosquito Program Yogyakarta, serta dukungan dari Yayasan Tahija.

Pada konferensi hari ketiga ini hadir 12 pembicara, yang membahas tentang intervensi Wolbachia, monitoring dan dampaknya dalam pengendalian dengue, dan aspek etika dan pelibatan masyarakat.

Prof. Emeritus Duane J. Gubler, Professor of Emerging Infectious Diseases, Duke-NUS Medical School , pada plenary session 3 yang dimoderatori oleh Cameron Simmons dari World Mosquito Program, menyampaikan bahwa lebih dari 3 juta kasus dengue terjadi setiap tahunnya.

Menurutnya, penting untuk mengintegrasikan dan mensinergikan pengendalian dengue mulai dari pengendalian vektor, vaksinasi, hingga peningkatan surveillance dengue. Selain itu, juga perlu manajemen klinis dan pelibatan masyarakat untuk mencapai target program pencegahan dan pengendalian dengue.

Dr. Raman Velayudhan, Head of the Veterinary Public Health, Vector Control and Environment unit at the Department of Control of Neglected Tropical Diseases of WHO, menyampaikan tantangan dalam pengendalian vektor terutama berkaitan dengan dengue, yaitu meningkatnya resistensi insektisida, meningkatnya temperatur global, cuaca ekstrem, penggunaan lahan, kenaikan dalam perdagangan dan perjalanan antar negara, evolusi resistensi perilaku, dan urbanisasi.

Menurutnya, WHO Vector Control Advisory Group (VCAG) saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap inovasi-inovasi dalam pengendalian vektor, dan memastikan inovasi tersebut bisa menjawab masalah yang ada. Inovasi yang dievaluasi salah satunya yaitu bakteri Wolbachia yang diinokulasikan ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti untuk pengendalian dengue.

Dr. Henrik Salje, Assistant Professor, Department of Epidemiology at the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health in Baltimore, yang melakukan pemodelan Wolbachia dalam pengendalian dengue, menyampaikan bahwa tingkat introgresi Wolbachia mengalami penurunan selama musim panas, dan bekerja lebih baik pada musim dingin.

Sehingga, perubahan iklim perlu diperhitungkan dalam pemodelan. Ia menambahkan, introgresi pada tingkat menengah pun dapat mengurangi kejadian demam berdarah.

Prof. Ary Hoffmann, Chair of Ecological Genetics Biosciences, University of Melbourne, pada simposium 7 yang dimoderatori oleh dr. Eggi Arguni, MSc, PhD, Sp.A, memaparkan tentang pelepasan nyamuk ber-Wolbachia sebagai replacement (mengganti populasi), suppression (menekan populasi), dan sesuatu di antaranya.

Ia menjelaskan Wolbachia yang merupakan bakteri alami pada serangga, diwariskan ke generasi selanjutnya melalui garis ibu. Menurutnya, beberapa strain Wolbachia mampu menghambat replikasi virus dengue.

Ary memaparkan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dengan pendekatan suppression (menekan populasi) di perkampungan di daerah Guangzhou, China. Setelah rilis dilakukan terdapat penurunan jumlah nyamuk lokal. Namun setelah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dihentikan, populasi nyamuk lokal kembali lagi.

Hasil penelitian di Guangzhou ini sejalan dengan hasil penelitian suppression lainnya yang dilakukan di Malaysia. Untuk mengelola keberhasilan dalam menekan populasi nyamuk dengan teknologi Wolbachia, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu inang Wolbachia, varian Wolbachia, aspek operasional, lingkungan, populasi nyamuk, dan tingginya kasus dengue.

Katherine L. Anders, Director of Impact Assessment at the World Mosquito Program (WMP), pada sesi yang sama memaparkan tentang intervensi Wolbachia yang dikembangkan oleh World Mosquito Program.

Menurutnya, bakteri Wolbachia terdapat pada 50% serangga, dan diturunkan dari serangga betina ke keturunannya. Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dapat memberikan proteksi bagi masyarakat dari dengue dalam jangka waktu panjang.

World Mosquito Program saat ini telah menjalankan proyek Wolbachia di 11 negara, yaitu di Indonesia, Australia, Vietnam, Sri Lanka, Kiribati, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, Mexico, Colombia, dan Brazil. Hingga saat ini sudah menjangkau 10 juta orang sebagai penerima manfaat (Data per Juni 2022).

Katherine menyampaikan bahwa dari evaluasi ekonomi yang telah dilakukan, teknologi Wolbachia akan sangat menghemat biaya pada daerah urban dengan populasi tinggi. Ia memaparkan, jika teknologi Wolbachia diterapkan di 7 kota di Indonesia, bisa mencegah 1 juta kasus dan menyelamatkan 500 nyawa penduduk setiap tahunnya. Ini sudah menghemat 2-3 kali investasi selama 10 tahun dari biaya pengobatan dan biaya produktivitas yang hilang karena dengue.

Ia menambahkan, WMP bersama mitra telah sukses mengimplementasikan teknologi Wolbachia selama 10 tahun terakhir, dengan pelepasan skala besar di Indonesia, Brazil, dan Colombia. Metode ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat. Wolbachia ini juga merupakan metode yang berkesinambungan, resilient, dan cost effective, sehingga metode ini bisa dipertimbangkan menjadi salah satu infrastruktur kesehatan publik di masa depan.

Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D, Project Leader WMP Yogyakarta, pada simposium 7 memaparkan tentang perjalanan penelitian WMP Yogyakarta. Mulai dari persiapan keamanan dan kelayakan di 2011, kemudian pelepasan terbatas di 2014, kajian risiko di 2016, penelitian quasi-experimental di 2016, dan penelitian Randomised Controlled Trial pada 2017-2020.

Penelitian WMP Yogyakarta yang sudah berlangsung lebih dari 1 dekade ini menghasilkan efikasi dimana Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus dengue, dan 86% menurunkan tingkat rawat inap di rumah sakit.

Pada 2021 dan 2022, teknologi Wolbachia kemudian diimplementasikan di Sleman dan Bantul, bekerja sama dengan pemerintah kabupaten melalui Dinas Kesehatan. Menurutnya, suksesnya implementasi teknologi Wolbachia di level kabupaten memerlukan pelatihan yang cukup di berbagai level, dukungan teknis dan sistem quality assurance.

Saat ini teknologi Wolbachia sudah menjadi bagian dari strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025. Dengan upaya bersama yang terus menerus, hasil riset ini telah diterjemahkan ke dalam kebijakan nasional berbasis bukti. Implementasi selanjutnya di beberapa daerah merupakan bagian dari scale up nasional yang dipimpin oleh Kementerian Kesehatan.

Warsito Tantowijoyo, Ph.D, Entomology Team Leader WMP Yogyakarta, pada simposium 8 yang dimoderatori oleh Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc., memaparkan tentang status perkembangan teknologi Wolbachia di Yogyakarta. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia pada skala terbatas dilakukan di 4 dusun di Kabupaten Sleman dan Bantul, pada 2014-2015.

Dari pelepasan tersebut, diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia identik dengan nyamuk lokal. Tidak ditemukan transmisi horizontal bakteri Wolbachia dari nyamuk ke manusia, dan telah dipastikan aman bagi manusia serta lingkungan. Warsito juga menyampaikan bahwa tujuh tahun pasca pelepasan di 4 dusun tersebut, persentase nyamuk ber-Wolbachia masih tinggi.

dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D, Direktur Pusat Kedokteran Tropis, FK-KMK UGM, memaparkan tentang penelitian quasi yang dilakukan di area tepi barat Kota Yogyakarta dan penelitian Randomised Controlled Trial (RCT) yang dilakukan di Kota Yogyakarta dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul.

Pada penelitian RCT, area Kota Yogyakarta dibagi menjadi 24 klaster, dimana 12 klaster mendapatkan intervensi dengan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dan 12 klaster menjadi area kontrol. Penelitian ini melibatkan 18 Puskesmas dalam pemantauan kasus dengue. Penelitian tersebut telah melibatkan 8.144 partisipan yang berasal dari area intervensi dan kontrol.

“Dari penelitian ini menunjukkan efikasi dari teknologi Wolbachia lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin, khususnya pada serotipe DENV2, DENV4, dan tingkat rawat inap,” papar dokter yang biasa disapa dr. Donnie.

Dr. Kath Edenborough, research scientist at Monash University, memaparkan tentang evolusi dan implikasi pendekatan Wolbachia. Menurutnya, daya tahan proteksi Wolbachia dalam melindungi masyarakat dari ancaman dengue, akan dipengaruhi oleh stabilitas evolusi.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Cairns, Australia, meskipun banyak transmisi dengue yang ditularkan saat perjalanan setiap tahunnya, menurutnya hanya ada sejumlah kecil infeksi demam berdarah. Dia juga menekankan bahwa faktor DENV berisiko terhadap evolusi dengue, sehingga perlu menginvestigasi lebih jauh tentang evolusi DENV di masa mendatang.

Prof. dr. M. Hakimi., Sp.OG(K)., Ph.D, Profesor Obstetri dan Ginekologi Universitas Gadjah Mada, dalam simposium 9 yang dimoderatori oleh Bekti Andari, Asia Project Manager Communication and Engagement, World Mosquito Program, memaparkan tentang aspek etika dalam persetujuan komunitas (community consent).

Menurutnya, consent merupakan proses dimana calon partisipan menunjukkan kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian dan memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk penelitian tersebut.

Alan Mee, Director of Community Engagement, World Mosquito Program, memaparkan tentang prinsip Public Acceptance Model yang menjadi panduan dalam pelaksanaan intervensi Wolbachia oleh World Mosquito Program. Menurutnya, metode Wolbachia baru bisa diimplementasikan setelah ada penerimaan dan dukungan yang kuat dari masyarakat.

Ia menjelaskan, pelibatan masyarakat bisa berupa aktivitas sosialisasi di masyarakat, pembentukan kelompok rujukan masyarakat untuk mendengarkan aspirasi dari para pemangku kepentingan, dan penyediaan saluran untuk menangkap concern dari masyarakat.

Setelah kegiatan-kegiatan pelibatan masyarakat dilakukan di tahap persiapan, sebuah survei dilakukan untuk mengukur seberapa besar dukungan dari masyarakat sebelum nyamuk ber-Wolbachia dilepaskan. Ia menunjukkan beberapa tingkat penerimaan masyarakat seperti di Meksiko mencapai 92%, Kolumbia 93%, Brazil 86%, Australia 90%, Indonesia (Yogyakarta) 91%, dan Vietnam 97%.

Ia percaya bahwa pelibatan masyarakat yang baik akan menghasilkan dukungan yang kuat dari masyarakat. Mereka juga dapat berperan aktif dalam kegiatan peletakan ember nyamuk ber-Wolbachia, dengan menjaga ember tetap aman, atau menjaga alat perangkap nyamuk dewasa untuk kebutuhan monitoring. Keterlibatan ini berpengaruh terhadap meningkatnya pemahaman dan kepercayaan masyarakat terhadap teknologi.

Lebih lanjut, dr. Citra Indriani, M.P.H. dari WMP Yogyakarta memaparkan tentang hasil survei penerimaan masyarakat yang dilakukan WMP Yogyakarta pada periode 2015-2016. dr. Citra memaparkan, survei penerimaan masyarakat ini dilakukan selama 3 periode yaitu di November 2015, Juni 2016, dan November 2016 dengan menggunakan metode cross sectional household.

Hasilnya, terlihat peningkatan pengetahuan dan kesadaran warga tentang teknologi Wolbachia, mulai dari 15%, 22% dan 31%. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap teknologi tersebut juga meningkat.

Dari survei ini, kita juga mengetahui bahwa metode komunikasi yang lebih disukai oleh warga Kota Yogyakarta adalah melalui pertemuan warga, media massa, poster, dan media sosial. Juga tersedianya saluran hotline yang dikelola oleh admin khusus, agar warga dapat menyampaikan dukungan dan concern. Menurutnya, semua pertanyaan, saran dan dukungan dari warga tersebut diproses dan direkam ke dalam Stakeholder Inquiry System (SIS).

Citra menyimpulkan, dari penelitian ini menunjukkan tingginya penerimaan masyarakat di Kota Yogyakarta dalam implementasi teknologi Wolbachia untuk pengendalian dengue. Strategi pelibatan masyarakat sangat berperan penting dalam suksesnya pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author