Jakarta, Technology-Indonesia.com – Jumlah limbah medis yang dihasilkan dari penanganan pandemi Covid-19 terus bertambah. Limbah medis ini tidak hanya dihasilkan dari aktivitas fasilitas kesehatan, namun juga dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) masyarakat sehari-hari seperti masker sekali pakai dan face shield.
Sekretaris Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nur Tri Aries Suestiningtyas menyampaikan bahwa di Indonesia timbulan limbah medis termasuk APD dan masker pada Maret sampai September 2020 tercatat mencapai 1.662 ,75 ton.
“Ini harus menjadi perhatian kita bersama baik peneliti, penggiat dan juga sektor lingkungan hidup atas dampak buruk yang ditimbulkan oleh limbah medis terhadap lingkungan,” ujar Nur saat membuka webinar bertema “Jangan Buang Maskermu!: Pengelolaan Limbah Masker di Masa Pandemi Covid-19”, pada Kamis (16/2/2021). Webinar tersebut digelar dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2021.
Saat ini, terangnya, LIPI telah memiliki teknologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan limbah, sterilisasi, insenerator, dan daur ulang limbah medis yang jumlahnya semakin meningkat di masa pandemi Covid-19. Nur mengharapkan terbentuknya kerjasama dengan industri dengan adanya investasi pada pengelolaan limbah masker, sebagai langkah konkrit penyelesaian masalah limbah APD.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Agus Haryono menjelaskan bahwa limbah medis merupakan jenis limbah infeksius yang perlu penanganan khusus untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan pencemaran lingkungan.
Selain dari APD harian, limbah infeksius juga dapat berasal dari rumah tangga yang terdapat Orang Dalam Pemantauan (ODP). Karena itu diperlukan pengelolaan dengan standar tertentu agar tidak menimbulkan permasalahan baru.
Agus mengungkapkan, limbah medis terutama masker yang mengandung plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk bisa terurai. “Hal ini tentu menjadi masalah bagi lingkungan, karena plastik sulit terurai. Selain itu limbah masker juga sangat infeksius sehingga dapat membahayakan masyarakat terutama petugas kebersihan,” tuturnya.
Untuk mengatasi limbah masker, lanjutnya, diperlukan strategi sinergi multi pihak yang dapat dilakukan dengan pengamatan, diskusi, serta kolaborasi. Pengamatan terhadap kondisi disekitar lingkungan, menurutnya, perlu dilakukan untuk menentukan langkah penanganan limbah APD.
“Hasil kajian dari peneliti LIPI, menemukan adanya timbulan limbah APD yang mengandung plastik yang dibuang di daerah teluk Jakarta, seperti di Marunda dan Cilincing. Peningkatannya mencapai 5 persen dimasa pandemi,” ungkap Agus. Di Teluk Jakarta juga ditemukan jumlah limbah APD yang mencapai 16% atau sekitar 0,3 ton dari sampah yang ada di Teluk Jakarta .
Menurutnya, permasalahan limbah medis yang terjadi saat ini juga disumbang oleh banyaknya pembuangan limbah APD oleh beberapa pihak secara sembarangan. Kasus pelanggaran pembuangan limbah APD tersebut akan makin banyak muncul jika tidak adanya sinergi dari berbagai pihak terkait. “Bersinergi akan mempercepat hilirisasi inovasi teknologi yang dimiliki oleh LIPI untuk menangani limbah medis,” tegasnya.
Agus menyebutkan, beberapa teknologi yang dimiliki LIPI diantaranya insenerator sampah infeksius Covid-19, alat penghancur jarum suntik, riset daur ulang limbah masker serta instalasi pengolahan air limbah dengan plasma nanobubble,.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI, Ajeng Arum Sari mengungkapkan bahwa pemerintah daerah telah ikut berpartisipasi dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi pembuangan limbah masker yang bersumber dari rumah tangga, seperti penyediaan dropbox.
Sedangkan limbah APD pada fasilitas kesehatan yang berasal dari pasien Covid-19 dapat dimusnahkan dengan insenerator ataupun autoklaf berpencacah. Limbah infekius fasillitas pelayanan kesehatan harus disimpan dalam kemasan tertutup paling lama dua hari setelah dihasilkan.
“Limbah ini setelah disimpan harus dimusnahkan dengan fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran 800 derajat celcius. Selain itu, limbah infeksius juga dapat dimusnahkan dengan cara diautoklaf yang dilengkapi dengan pencacah” ujar Ajeng.
Menurut Ajeng, saat ini pengetahuan masyarakat akan pengelolaan limbah APD masih sangat minim. Hal ini sangat beresiko pada pencemaran lingkungan dan penularan virus penyebab Covid-19 melalui limbah APD.
“Berbagai penyadartahuan dan kolaborasi antar pihak terkait untuk penanganan limbah mutlak dilakukan. LIPI telah mempunyai berbagai teknologi penanganan limbah masker, lebih lanjut perlu regulasi yang jelas dan kerjasama dengan pihak terkait untuk penerapannya,” pungkas Ajeng.