Jakarta, Technology-Indonesia.com – Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Mei Neni Sitaresmi menekankan pentingnya pemberian vaksin measles rubella (MR). Pasalnya, hingga saat ini masih terjadi banyak kasus campak dan rubela di Indonesia.
“Campak dan rubella merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan masih banyak terjadi di Indonesia,” jelas Neni dalam keterangan tertulis yang diterima www.technology-indonesia.com pada Kamis (20/9/2018).
Infeksi campak, lanjutnya, bisa menyebabkan radang paru-paru, radang otak, bahkan kematian pada bayi. Sementara rubella sangat berbahaya jika menulari ibu hamil terutama pada kehamilan awal yang dapat menyebabkan bayi lahir cacat.
Rubella sering menyerang anak-anak dan penyakit ini bersifat ringan serta akan sembuh dengan sendirinya. Namun jika menulari ibu hamil pada trismester pertama atau awal kehamilan bisa menyebabkan dampak sangat serius. Infeksi rubella dapat menyebabkan bayi lahir dengan congenital rubella syndrome (CRS) seperti lahir dengan kepala kecil, tuli, kelainan jantung dan mata.
“Ini tentunya akan menimbulkan beban yang sangat berat bagi bayi dengan CRS,” tutur wanita yang tergabung dalam Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) ini.
Pemberian imunisasi dengan vaksin MR merupakan langkah pencegahan terbaik untuk mencegah penularan kedua penyakit ini. Dengan satu vaksin bisa sekaligus mencegah campak dan rubella.
“Satu-satunya cara untuk mencegah kedua penyakit ini adalah dengan vaksin MR,” tegas Neni yang menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat FKKMK UGM.
Neni menyampaikan pemberian imuniasi MR diberikan pada usia 9 bulan dan kembali diberikan sebelum usia 15 tahun. Vaksinasi tidak hanya ditujukan untuk melindungi orang yang divaksin saja. Vaksin juga bisa membentuk kekebalan komunitas (herd immunity) terhadap ancaman campak dan rubella. Hal ini akan tercapai apabila cakupan vaksin tinggi yakni mencapai 95 persen sehingga bisa mengurangi transmisi virus.
“Kalau cakupan imuniasi rendah semisal diangka 85 persen dikhawatirkan akan ada wabah karena tidak ada kekebalan komunitas,” ujarnya.
Cakupan imuniasi MR di Indonesia saat ini dikatakan Neni tergolong rendah. Hal ini salah satunya disebabkan adanya penolakan di beberapa daerah dan persoalan kehalalan vaksin.
“MUI sudah menyampaikan fatwa bahwa vaksin MR dibolehkan karena kondisi darurat sehingga mari pada para orang tua untuk memberikan vaksin MR pada anak-anaknya,” katanya.
Dia meminta masyarakat khususnya para orang tua untuk tidak bersikap egois dalam mengambil keputusan melakukan vaksin MR. Pasalnya penyakit campak dan rubella merupakan penyakit yang menular dan menimbulkan komplikasi sangat berat.
“Vaksin MR ini juga aman, efek ikutan setelah pemberian vaksin biasanya hanya demam ringan, tetapi bisa segera hilang dengan pemberian penurun panas,” jelas Ketua Komisi Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI) DIY ini.
Hanya saja, neni menyampaikan vaksin ini tidak aman bagi seseorang dengan imunitas rendah. Antara lain penderita leukimia dan pasien yang menjalani terapi steroid. “Mereka tidak boleh mendapat vaksin ini,” jelasnya.
Sementara Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum UGM, Yulkarnain Harahab menyampaikan meskipun vaksin MR mengandung enzim babi, namun penggunaannya dibolehkan (mubah) karena sejumlah alasan. Salah satunya karena ada kondisi darurat yang mengharuskan pemakaian vaksin tersebut.
Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 173 yang menyebutkan haram memakan daging bangkai dan hewan-hewan yang diharamkan salah satunya babi, tetapi dibolehkan bila dalam keadaan darurat.
Ayat tersebut, lanjutnya, menjadi dasar bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menetapkan vaksin MR boleh digunakan karena dalam keadaan darurat dan penggunaannya hukumnya mubah walaupun mengandung babi.
“Vaksin MR bisa digunakan karena kondisi darurat, benar-benar dibutuhkan kalau tidak dilakukan akan menimbulkan mudharat. Hingga saat ini belum ada alternatif lainnya untuk mencegah dampak negatif jika tidak divaksinasi,” urai Yulkarnain.
Menurut Yulkarnain, hakekat hukum Islam adalah mewujudkan kemaslahatan umat. Salah satunya adalah memelihara atau memberikan perlindungan jiwa dan hal ini sejalan dengan tujuan pemberian vaksinasi untuk membentuk kekebalan tubuh.
“Pemberian vaksinasi ini klop dengan hakekat hukum Islam untuk memberikan perlindungan jiwa,” pungkasnya.