Jakarta, Technology-Indonesia.com – Lebih dari satu tahun masyarakat dunia berhadapan dengan Covid-19. Sayangnya, hingga kini masih beredar beragam informasi yang tidak tepat/hoaks seputar virus SARS Cov-2. Adanya disinformasi tersebut banyak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Berangkat dari kondisi tersebut, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar webinar bertajuk Mitos Vs Fakta Seputar Covid-19; Pencegahan, Vaksin, Diagnosis, dan Terapi pada Rabu (24/3/2021). Kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait Covid-19 ini merupakan bagian dari kegiatan peringatan Dis Natalis ke-75 dan Lustrum XV FKKMK UGM.
Pakar Alergi Imunologi dari Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM, Deshinta Putra Mulya mengatakan banyak bermunculan hoaks seputar vaksin di tengah pelaksanaan program vaksinasi nasional Covid-19. Salah satunya, vaksin Covid-19 membahayakan. Ia menegaskan jika hal tersebut tidak tepat sebab dalam pembuatan vaksin telah melalui serangkaian penelitian panjang baik untuk melihat kemampuan membentuk antibodi, efek samping, hingga efikasi.
“Jadi pernyataan vaksin Covid-19 berpotensi membahayakan itu tidak benar karena sudah melalui penelitian yang panjang dan setelah diberikanpin dilakukan observasi lagi,” terangnya.
Deshinta menyebutkan masih terdapat sejumlah informasi lain seputar vaksin Covid-19 yang tidak benar ramai diperbincangkan seputar vaksinasi seperti masyarakat. Beberapa diantaranya yaitu vaksin moderna dirancang untuk mengubah DNA manusia dan vaksin Covid-19 memiliki chip untuk melacak orang. “Tidak benar vaksin Covid-19 ada chipnya, tidak bisa chip dimasukan melalui injeksi,” tuturnya.
Berikutnya pernyataan tentang vaksin Covid-19 telah bermutasi menjadi ribuan Covid-19 baru di seluruh dunia. Deshinta menjelaskan jika hal tersebut tidak benar sebab virus Covid-19 dalam vaksin telah dimatikan sehingga tidak akan menimbulkan mutasi.
“Lalu tidak perlu mematuhi protokol kesehatan setelah divaksin Covid-19 itu juga salah karena antibodi tidak langsung terbentuk setelah vaksin. Selain itu efikasi masing-masing vaksin beda, tidak ada yang 100 persen sehingga masih ada peluang terinfeksi,” paparnya.
Sementara Pakar Pulmonologi dari Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM, Ika Trisnawati menyampaikan dari awal penyebaran virus corona baru hingga saat ini banyak beredar hoaks melalui berbagai platform media.
Hoaks terbaru yang beredar menyebutkan jika pasien Covid-19 tidak dapat lagi terinfeksi kembali karena sudah memiliki kekebalan. Pernyataan tersebut tidak benar, meskipun sudah ada kekebalan tetapi kekebalan akan turun setelah 2-3 bulan dan saat terjadi penurunan bisa berisiko terinfeksi lagi.
Berikutnya terkait informasi minum mecobalamin dapat mengobati anomsia sebagai gejala Covid-19 tidaklah benar. Sebab pengobatan untuk anosmia tidak menggunakan jenis obat-obatan tersebut. Demikian halnya dengan penggunaan obat herbal China Lianhua Qingwen tidak dapat membantu mengurangi perburukan kondisi Covid-19.
“Sebenarnya Lianhua itu obat herbal yang memiliki kandungan untuk turunkan demam, bersihkan dahak saluran pernafasan, meringankan nyeri tenggorokan. Obat ini memang bisa membantu tapi bukan mengurangi perburukankondisi pasien Covid-19,” jelasnya.
Mengenai mutasi virus Covid-19 sangat mematikan, Ika mengatakan, informasi tersebut tidaklah tepat. Dari sejumlah penelitian diketahui mutasi virus Covid-19 memang terbukti memiliki daya infeksi yang lebih besar. Namun begitu, belum terdapat bukti ilmiah yang menyebutkan mutasi Covid-19 menjadi sangat mematikan.
“Mutasi terbukti mudah menularkan, tetapi belum ada laporan kalau mutasi menjadi sangat mematikan,” pungkasnya.