Potensi Pacar Air sebagai Tanaman Hias dan Obat Tradisional

TechnologyIndonesia.id – Tanaman pacar air atau Impatiens merupakan tanaman herba semi sukulen. Tanaman ini dapat ditemui di seluruh dunia, terutama pada dataran tinggi di daerah tropik dan subtropik.

Sentra utama keragaman genus Impatiens terdapat di Afrika, Madagaskar, India, Sri lanka, Himalaya dan Asia Tenggara. Ada sekitar 1.300 spesies pacar air di dunia dan sekitar 250 spesies di antaranya ada di Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman pacar air dapat dijumpai di seluruh pulau terutama di dataran tinggi.

Selain sebagai tanaman hias, Impatiens platypetala ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bunga ini memiliki kandungan senyawa Flavonoid, Antosianin (cyanidin-3-glycoside), Kaemferol, Senyawa fenolik, pada semua bagian tanamannya.

Manfaat dari kandungan senyawa tersebut digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan radang kulit, mengobati tulang patah, bisul, keputihan, tekanan darah tinggi, peluruh haid, rematik, sakit pinggang, sakit perut, dan sakit kuning.

Salah satu Impatiens yang memiliki karakter botani khusus adalah Impatiens platypetala. Jenis ini merupakan spesies Impatiens yang banyak ditemukan di Pulau Jawa, dan tersebar di seluruh Indonesia. Jenis ini memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah.

Di Sumatra dikenal dengan nama lahine, sementara di Jawa dikenal dengan nama kimhong, pacar cai. Di Sulawesi dikenal dengan nama tilanggele duluko, dan di Maluku dikenal dengan nama bunga jabelu.

Jenis ini biasanya hidup di daerah basah dengan ketinggian antara 50-1250 meter di atas permukaan laut, dan tidak bisa tumbuh di daerah yang kering dan gersang. Di Sumatera, Jawa dan Bali, jenis tanaman ini memiliki bunga dominan warna ungu, namun ada pula yang berwarna putih.

Sementara di Sulawesi dan Papua jenis ini memiliki warna dan bentuk yang bervariasi. Demikian juga yang di Maluku, walau hanya ada warna ungu, namun bentuknya berbeda dengan yang ditemukan di Jawa. Keberadaannya mudah ditemukan pada pertengahan musim penghujan, dan akan menghilang pada musim kemarau.

Jenis yang ada di Sulawesi lebih unik dibandingkan dengan di daerah lainnya. Beberapa diantaranya banyak ditemukan di daerah pegunungan kars, mulai dari Enrekang, Makendek, sampai Toraja Utara.

Sebagian besar tumbuh di bebatuan, sehingga banyak dicari oleh masyarakat dengan memanfaatkan kemampuannya yang tumbuh di bebatuan kering, untuk mendapatkan varietas baru yang toleran kekeringan.

Di daerah Maros ditemukan jenis ini yang tumbuh di Leang-leang dan Ramang-ramang. Keberadaannya sudah mulai sulit ditemukan, karena tidak menjadi perhatian, dan dianggap tumbuhan pengganggu. Dahulu jenis ini ditemukan di sepanjang jalan menuju Poros Bone, sekarang sudah tidak ada lagi, karena adanya pembangunan jalan.

Jenis yang ditemukan di daerah memiliki ukuran bunga yang lebih kecil dibandingkan daerah dataran tinggi dan hanya memiliki 2 warna yaitu ungu dan putih. Tidak seperti yang ditemukan di daerah lain yang mudah sekali berkecambah bila ada air, jenis ini ada masa dormansi lebih dari 1 bulan untuk dapat berkecambah.

Suskandari Kartikaningrum Peneliti Ahli Madya Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Pusat Riset Hortikultura Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan, jika saat ini sedang melakukan kegiatan pemanfaatan tanaman pacar air untuk menghasilkan varietas unggul yang adaptif dataran rendah dan toleran suhu tinggi.

“Kami memilih pacar air ini karena jenis tersebut memiliki karakter yang diinginkan, yang dapat memperbaiki karakter dari Impatiens hawkeri yang tidak toleran suhu tinggi, ” kata Suskandari .

Kegiatan pemuliaan ini dimulai pada 2022 untuk mencari jenis impatiens yang toleran suhu tinggi (Impatiens platypetala) dengan melakukan eksplorasi ke Toraja, Sulawesi Selatan dan sekitar koridor Gunung Halimun-Salak Jawa Barat.

“Ada 1 dari Sulawesi Selatan dan 6 buah yang diambil dari koridor gunung Halimun Salak, dan setelah dilakukan uji lanjut yang dari Jawa Barat, hanya terseleksi 2 aksesi yang memiliki karakter toleran suhu tinggi,” imbuh Suskandari.

Adapun 2 aksesi yang terseleksi tersebut digunakan sebagai tetua jantan untuk memperbaiki varietas yang sudah beredar di masyarakat yang saat ini ternyata tidak toleran suhu tinggi dan tidak adaptif di dataran rendah.

Untuk kegiatan perakitan varietasnya sendiri baru dimulai pada 2023 dan sekarang sudah menghasilkan sekitar 2000-an klon. Dari 2000 klon tersebut sudah terseleksi sebanyak 24 klon yang terseleksi secara tidak langsung untuk karakter toleran suhu tinggi.

“Sepuluh calon akan dijaring melalui kerja sama dengan pihak swasta untuk memilih tanaman yang disukai oleh masyarakat. Saat ini sedang dilakukan evaluasi kembali dan penanaman yang kedua kalinya di daerah Bogor,” ungkap Susi.

Sampai saat ini sudah ada 2 klon yang sudah didaftarkan sebagai kepemilikan yaitu varietas dengan nama Alifa dan Bella. Kemudian ada sekitar 8 klon lainnya, yang akan menyusul untuk didaftarakan dan akan dirilis sebagai varietas baru. Sebagian lagi akan didaftarkan ke Kementerian Pertanian untuk Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author