Jakarta, Technology-Indonesia.com – Hingga saat ini mayoritas penduduk dan rumah tangga di Indonesia bergantung pada sektor ekonomi informal. Berbagai tantangan dan permasalahan harus dihadapi sektor informal, terutama pada aspek jaminan sosial. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kependudukan menunjukkan permasalahan jaminan sosial di sektor informal masih menghadapi persoalan di berbagai aspek.
Sektor informal merupakan penopang penyerapan tenaga kerja namun karena karakteristiknya yang lemah secara legalitas. Tingkat produktivitas tenaga kerja dan upah yang relatif lebih rendah dari sektor formal sehingga kelompok ini masuk dalam kategori kelompok rentan. Adanya jaminan sosial sangat penting untuk melindungi masyarakat, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut masih menghadapi berbagai tantangan
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan jaminan sosial perlu mendapatkan perhatian utama mengingat tingkat tenaga kerja Indonesia di sektor informal masih mendominasi sekitar 58 persen. Untuk itu, Pusat Penelitian Kependudukan LIPI melakukan penelitian mengenai permasalahan jaminan sosial di enam provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur
“Penelitian yang dilakukan LIPI mencoba melihat apakah kesejahteraan sosial dilaksanakan secara baik yang didukung dengan proteksi sosial terhadap mereka dari sisi kesehatan dan ketenagakerjaan. Dua ini menjadi fokus penelitian yang dilakukan peneliti pusat penelitian kependudukan,” kata Nuke dalam acara Diseminasi Hasil Penelitian dan Media Briefing Jaminan Sosial Sektor Informal dalam Lensa Survei LIPI di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Menurut Nuke, upaya luar biasa telah dilakukan pemerintah dalam diseminasi dan sosialiasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, namun fenomena di lapangan menunjukkan keikutsertaan masyarakat terutama dari sektor informal untuk masuk menjadi bagian proteksi sosial negara yaitu BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan ternyata tidak besar. “Artinya ada tanda tanya besar mengapa mereka tidak menjadi bagian untuk melindungi dirinya sendiri,” lanjutnya.
Dari hasil penelitian, secara umum keikutsertaan tenaga kerja sektor informal pada BPJS kesehatan lebih baik dibanding BPJS ketenagakerjaan. Salah satunya karena adanya bias pemahaman di masyarakat terutama sektor informal terkait informasi antara jaminan sosial ketenagakerjaan dengan jaminan sosial kesehatan. Bahkan ketika mereka mengalami kecelakaan kerja, klaimnya ke rumah sakit menggunakan jaminan sosial kesehatan.
Nuke berharap, hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran utuh bagaimana ke depan kebijakan terkait jaminan sosial bisa mengakomodir sektor informal. Sebab kewajiban negara adalah melindungi warga negara dari berbagai sisi baik dari sisi kesehatan, pendidikan, termasuk proteksi saat mereka bekerja.
“Pertemuan dan diskusi hari ini diharapkan bisa memberikan peningkatan pemahaman kita secara bersama pada standar yang sama. Kami juga mengharapkan komitmen tidak hanya datang dari pemerintah pusat tetapi juga datang dari pemerintah daerah untuk bagaimana mengupayakan mereka bisa menjadi bagian yang mendapatkan perlindungan negara,” tutur Nuke.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Jogaswara mengatakan permasalahan terkait jaminan sosial kerap kali dihadapi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Belum semua masyarakat, khususnya dengan status kurang sejahtera sulit mengakses jaminan sosial. Minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya jaminan sosial bagi kehidupan mereka menjadi salah satu persoalan.
Dirinya menjelaskan, kelompok informal memiliki tingkat segmentasi yang tinggi dan memiliki kerentanan yang berbeda-beda. Hal itu membutuhkan strategi kebijakan yang mampu mengakomodir keseluruhan. Adanya Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional diharapkan dapat melindungi masyarakat secara luas.
Dari hasil penelitian LIPI, strategi yang bisa dilaksanakan untuk perluasan dan keberlanjutan kepesertaan jaminan kesehatan antara lain meningkatkan komitmen pemerintah daerah kota/kab dalam pencapaian target Universal Health Coverage (UHC) melalui penerbitan perda dan penambahan anggaran bagi penduduk miskin dan atau rentan miskin. Selain itu perlu dilakukan pemutakhiran data kependudukan dan validasi data kemiskinan, serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara komprehensif, masif, dan kontinu, terutama di perdesaan.
“Jaminan sosial merupakan upaya perlindungan baik individu atau rumah tangganya daiam menjamin akses pelayanan kesehatan dan menjamin keamanan penghasilan, khususnya dalam hal hari tua, pengangguran, sakit, invaliditas, cedera akibat pekerjaan, persalinan atau hilangnya pencari nafkah,” pungkasnya.