Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pasar tradisional sejak lama menjadi tempat berkumpulnya masyarakat, sebagai penyokong tulang punggung ekonomi masyarakat. Namun di tengah pandemi Covid-19, pasar tradisional termasuk kategori tempat yang rentan terjadinya penularan virus corona.
Selain menjadi pusat jual beli masyarakat, beberapa pasar tradisional juga menjadi salah satu destinasi wisata. Sebut saja Pasar Beringharjo di Yogyakarta, Pasar Klewer di Solo, Pasar Johar di Semarang, Pasar Sukawati di Bali, dan banyak lainnya menjadi lokasi wisata sebelum pandemi Covid-19.
Dari hasil survei profil pasar tahun 2018, oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ada lebih dari 14 ribu pasar tradisional di Indonesia, atau sama dengan hampir 90% dari seluruh jenis pusat perdagangan yang ada di Indonesia.
Di tengah pandemi Covid-19, pasar tradisional termasuk kategori tempat yang rentan terjadinya penularan virus corona. Banyaknya orang yang datang dari segala penjuru kota, seringkali menjadikan pasar penuh sesak, kebersihan yang kurang terjaga, dan standar sanitasi dan higienis yang belum ketat, membuat pasar menjadi tempat yang beresiko.
Menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) lebih dari 400 pedagang di 93 pasar tradisional telah terinfeksi Covid-19 menurut tes cepat yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah. Karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (Gugus Tugas Nasional) telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pasar yang beradaptasi dengan kebiasaan baru.
Dalam hal ini, pemerintah membuat aturan agar bagaimana masyarakat tidak terdampak Covid-19 dari faktor kesehatan maupun perekonomian. Dokter Reisa Broto Asmoro, sebagai Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional mengatakan, arahan yang pertama dalam SE tersebut adalah agar para pedagang selalu menggunakan masker atau face shield serta sarung tangan selama beraktivitas di pasar.
Dokter Reisa juga menyarankan agar para pedagang tidak menyentuh area wajah dan menganjurkan agar sering mencuci tangan memakai sabun. “Hindari menyentuh wajah, terutama mata, hidung, dan mulut, ketika berdagang. Apalagi, menaik turunkan masker dengan tangan yang kotor. Ingat, cuci tangan sesering mungkin,” kata Dokter Reisa.
Sesuai SE Mendag Nomor 12/2020 pedagang yang diperbolehkan melakukan aktivitas jual beli di pasar adalah mereka yang memiliki suhu tubuh di bawah 37,3 derajat celcius. Selain itu, orang dengan gangguan pernafasan seperti batuk, flu dianjurkan tidak masuk ke pasar.
“Ini adalah panduan badan kesehatan dunia, WHO. Pemeriksaan suhu tubuh bagi para pedagang, wajib dilakukan sebelum pasar dibuka. Tak hanya itu, orang dengan gangguan pernapasan, seperti batuk, atau flu, sebaiknya jangan masuk ke pasar. Resikonya terlalu tinggi,” tutur Reisa.
Dokter Reisa juga menambahkan bahwa para pedagang juga wajib menjaga kebersihan masing-masing kios atau lapak dan sarana umum seperti toilet, tempat parkir dan tempat pembuangan sampah.
Selanjutnya, semua pedagang juga harus negatif Covid-19 yang dibuktikan dari hasil pemeriksaan melalui Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes cepat menggunakan alat rapid test. Menurut Dokter Reisa, pelaksanaan tes tersebut akan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Dokter Reisa juga mengatakan bahwa pengunjung pasar juga dibatasi hingga 30 persen dari jumlah pengunjung sebelum pandemi Covid-19. “Pengelola pasar harus mengawasi pergerakan pengunjung di pintu masuk dan pintu keluar pasar, guna mencegah terjadinya kerumunan pembeli,” jelas Dokter Reisa.
“Penjual juga harus membatasi jarak dengan pembeli, minimal satu setengah meter. Tiap kios paling tidak dikunjungi 5 orang saja,” imbuhnya.
Adapun dalam SE Mendag Nomor 12/2020, juga mengatur agar pengelola pasar selalu menjaga kebersihan dengan menyemprot desinfektan secara berkala, setiap 2 hari sekali. Selain itu, pengelola wajib menyediakan tempat cuci tangan, sabun, atau minimal hand sanitizer di area pasar, dan toko swalayan. “Pengunjung yang akan masuk ke pasar, diwajibkan untuk mencuci tangan terlebih dahulu,” jelasnya.
Terakhir, para pedagang juga wajib mengoptimalkan ruang berjualan di tempat terbuka, atau di tempat parkir, dengan physical distancing, jarak antar pedagang sekitar satu setengah, sampai dengan dua meter. “Sekali lagi, diharapkan kerja sama semua pihak, apabila ada pedagang yang tidak mematuhi protokol tersebut, pihak pengelola pasar dapat memberikan teguran, atau bahkan sanksi,” katanya.
Dalam penerapan kebiasaan baru di lingkungan pasar, supermarket dan tempat belanja retail lainnya sebenarnya sudah pernah diterapkan dan hal itu tidak sulit dilakukan. Dokter Reisa mengatakan bahwa protokol yang serupa juga pernah dilakukan pada tahun 2005 hingga 2009, ketika wabah flu burung melanda.
Bahkan menurut Dokter Reisa, reformasi pasar tradisional juga sudah dilakukan sejak 14 tahun silam.
“Jadi, ini bukan hal baru bagi kita untuk membenahi dan menyehatkan pasar. Kalau pasar kita sehat, masyarakat kita makin kuat, agar tetap semangat bersatu melawan Covid-19 sampai menang,” pungkasnya.