Jakarta – Teknologi e-voting atau Pemilu Elektronik dapat menjamin berlangsungnya pemungutan suara dan perhitungan yang transparan, jujur dan akuntabel, sehingga layak dijadikan metode yang tepat untuk melaksanakan Pemilu.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK-BPPT), Michael A. Purwoadi di Kantor BPPT, Jakarta, Selasa, (23/04/2019) menangapi pelaksanaan Pemilu 2019.
Menurut Michael A. Purwoadi, penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan memberikan dampak positif pada proses demokrasi. “Tak bisa dipungkiri, masyarakat kian hari kian cerdas. Kejenuhan mereka akan metode pemilihan suara yang kian hari dianggap berpotensi dimanipulas,” ungkapnya.
E-voting, kata Purwoadi, menerapkan konsep sistem pemilihan elektronik dengan menghilangkan teknis manual pada sistem pemilihan konvensional, seperti surat suara dan perhitungan manual serta rekapitulasi otimatis dan berjenjang.
Sistem pemilihan dan pemungutan elektronik ini memiliki lima unsur perangkat, yaitu pembaca KTP-el, generator kartu V-token, pembaca kartu pintar (smart card), e-voting, dan printer kertas struk.
Hasil perhitungan suara elektronik, lanjut Purwoadi, bisa langsung diperoleh saat pemungutan suara ditutup. Hasil rekapitulasi juga bisa langsung dikirim ke pusat data ditingkat desa. Setelah hasil perhitungan perolehan suara TPS dicetak, langsung dikirim ke pusat data dan terekapitulasi secara otomatis dan berjenjang mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. “Jadi, ini selain quick count juga real count. Cepat, akurat serta terverifikasi,” ujarnya.
E-voting sudah dilaksanakan pada 981 Pilkades di 18 kabupaten seluruh Indonesia. “Kehadiran e voting layak menjadi sebuah metode baru yang patut untuk diterapkan lebih massif,” ujarnya.
e-Rekapitulasi Bertanda Tangan Elektronik
Hasil hitung cepat ini dalam system Pemilu Elektronik disebut sebagai e-rekapitulasi. Form C1.plano difoto dan dikirim langsung dari TPS oleh KPPS dengan dibubuhi tanda tangan elektronik KPPS yang mengirim sebagai pemenuhan atas dokumen elektronik yang sah secara hukum untuk mendukung proses sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
“e-rekapitulasi adalah bagian proses yang paling penting dari e-voting. Tepatnya yaitu proses pengolahan, pengiriman dan penayangan hasil rekapitulasi perolehan suara pemilu di tiap tempat pemungutan suara, serta menghasilkan jejak audit,” papar Purwoadi.
Dalam pelaksanaan Pemilu 2009, 2014, hingga tahun ini (2019) masih menggunakan hitung konvensional dan diperlukan waktu sekitar sebulan untuk diumumkan. “Untuk itu, BPPT akan terus berusaha upayakan penggunaan e- rekapitulasi ini untuk kedepannya,” katanya.
Menurut Purwoadi, e-rekapitulasi merupakan pilihan yang inovatif dan sangat penting dalam melaksanakan salah satu pilar demokrasi yang berkualitas, sehingga mampu mencegah aspek manipulasi data. “Teknologi ini juga bisa ditelusuri sumber kesalahannya, sehingga diklaim tetap menjamin pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” ujarnya.
Purwoadi mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai kajian dan mempraktekan pemilihan umum secara elektronik di lebih dari 900 pilkades dimana secara hasil dan bukti pelaksanaan Pemilu dengan e-Voting dan hasilnya bisa cepat keluar pada saat TPS tutup.
Tahapan e-Voting dan e-Verifikasi di TPS
Kepala Program Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru menjelaskan, cara pemungutan suara dengan metode e-voting, yaitu:
1. Pemilih harus membawa KTP-el diverifikasi dengan pembaca KTP-el untuk memastikan kesesuaian data KTP-el dengan pemilih.
2. Setelah data sesuai, otomatis sistem eVerifikasi menyatakan status HADIR jika nama tersebut ada dalam DPT, atau sistem menolak jika pemilih tidak ada dalam DPT. Sistem eVerifikasi ini sekaligus berfungsi sebagai catatan absensi/kehadiran pemilih atau Form C7 di pemilu.
3. Jika lolos dari eVerifikasi pemilih tersebut, pemilih diberikan V-token. Kartu ini berfungsi sebagai untuk mengaktifkan perangkat e-voting.
4. V-token kemudian dimasukkan ke pembaca smartcard agar menampilkan SATU surat suara elektronik.pada layar sentuh e-voting.
5. Pemilih bisa memilih dengan cara menyentuh gambar/nomer salah satu calon. Sistem akan memberi notifikasi ‘YA’ atau ‘TIDAK’ atas pilihan yang dimaksud. Jika sudah yakin, pemilih harus menekan ‘YA”. Pada tahap ini, pemilih bisa menyentuh pilihan ‘TIDAK’ jika ingin mengubah pilihan.
6. Setelah menentukan pilihan, printer mencetak struk audit dan pemilih mengambil kertas struk yang berupa kertas barcode. Ini sebagai bukti pemilih sudah memilih.
7. Kertas struk kemudian dimasukkan ke kotak audit. Fungsinya sebagai data pembanding jika terdapat sengketa jumlah pemilih yang memberikan suara.
“Pemilu sistem elektronik ini berlangsung dalam waktu lebih singkat. Pemilih cukup membawa kartu tanda penduduk elektronik, yang kemudian akan divalidasi alat pembaca KTP-el. Identitas pemilih akan dikonfirmasi dengan sidik jari pemilik KTP-el. Setelah itu, akan keluar kartu cip khusus berwarna putih sebagai penanda aktivasi seseorang dapat melaksanakan pemilihan. Terkait warga yang belum memiliki KTP-el, disebutnya akan divalidasi secara manual menggunakan foto yang ada dalam aplikasi DPT,” paparnya.
Selain pemilihan berlangsung cepat, Andrari pun memastikan bahwa proses penghitungan suara juga dengan sistem Pemilu elektronik, akan berlangsung lebih cepat dan akurat.
“Hasil perolehan suara di TPS langsung terkirim ke website Komisi Pemilihan Umum. Semoga kedepan sistem Pemilu elektronik dapat digunakan dalam pemilu, meski tak dalam waktu dekat,” pungkasnya.
Proses ini, lanjut dia, sangat aman karena selama proses pemungutan tidak tersambung ke jaringan apapun atau offline. Ketika hasil perhitungan sudah keluar dan tercetak, baru dikoneksikan dengan jaringan komunikasi untuk pengiriman hasilnya saja langsung ke pusat data, dan tidak ada campur tangan manusia karena terkirim langsung dari perangkat e-Voting.
Sementara itu, Kepala BPPT Hammam Riza menuturkan perlunya melakukan transformasi digital terhadap penyelenggaraan Pemilu. “Kedepan perlu melakukan transformasi Pemilu secara digital. Agar luber jurdil, cepat dan akurat,” ungkapnya.
Hal ini, kata Hammam Riza, tentunya membutuhkan kematangan leadership dan sinergi seluruh pemangku kepentingan. “KPU, Bawaslu, Parpol hingga peserta kontestasi pemilu harus bersinergi demi transformasi pelaksanaan Pemilu yang lebih baik. Jadilah kita transformational leaders, demi demokrasi yang lebih baik kedepan,” ujarnya.