Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Elektronika (PRE) melakukan penelitian untuk meningkatkan kinerja efisiensi sel surya. Peneliti Ahli Madya PRE BRIN Soni Prayogi mengatakan, perkembangan teknologi solar cell atau sel surya dari generasi pertama hingga generasi ketiga.
“Di generasi kedua dan ketiga di setiap riset solar cell, peneliti atau periset selalu berlomba-lomba bagaimana bisa meningkatkan efisiensi. Begitu juga dilihat dari perkembangan amorphous silicon, di mana perkembangan efisiensi kenaikannya tidak terlalu signifikan,” ujar Soni, pada webinar Sharing Ilmiah Sains dan Teknologi Elektronika Serta Manfaatnya (SISTEM), Selasa (29/8/2023).
“Selama hampir 30 tahun penelitian tentang amorphous silicon ini, baru sampai 14 persen, berbeda dengan yang generasi ketiga yaitu bisa sampai 40 persen. Namun dari keterlambatan efisiensinya ternyata ada hal yang bisa dikaji,” tambahnya.
Menurut Soni, permasalahan utama dari amorphous silicon ini ada tiga hal. Pertama, efisiensi sel surya yang berbasis silikon amorf terhidrogenasi masih sekitar 14 persen. Kedua, penurunan efisiensi akibat penyinaran dengan intensitas tinggi. Ketiga, masih mahalnya harga energi sel surya dibandingkan dengan sumber-sumber energi yang lain.
“Untuk meningkatkan kinerja efisiensi sel surya, kami melakukan tiga hal. Pertama, simulasi, yaitu membuat parameter-parameter tertentu sehingga optimum. Kedua, memfabrikasi, yaitu membuat untuk mengukur struktur dan kualitas dari solar cell. Ketiga, adalah bagaimana menaikkan kinerja efisiensi secara fisika. Goal dari penelitian ini adalah bagaimana dapat berkontribusi meningkatkan efisiensi,” terang Sony.
Webinar ini juga membahas bagaimana tren serta strategi komersial yang diperlukan untuk memasarkan teknologi solar cell. Peneliti Austrian Institute of Technology (AIT) menyampaikan, kecenderungan tren industri secara global bukan hanya pada teknologi dan komersialisasi, tetapi pada renewable energy.
Sehingga, komersialisasi material yang bisa diimplementasikan untuk aktivitas atau aplikasi renewable technology, termasuk solar cell, menjadi sebuah investasi yang menarik bagi industri.
“Tugas dari research and development kaitannya dengan industri adalah mendemonstrasikan bahwa teknologi ini efisen, memiliki celah komersial sehingga bisa menarik minat industri,” jelas Rachmat.
Dia menambahkan, perlunya bekerja sama dengan perusahaan industri yang sudah siap memanfaatkan hasil penelitian.
“Strateginya adalah, ada work package tertentu yang berfungsi menjabarkan strategi eksploitasi. Jadi kalau bahasa kita adalah komersialisasi, tapi kalo bahasa penelitian atau hasil project management dalam bidang penelitian itu, kita sebut eksploitasi,” ujar Rachmat.
Dirinya menekankan, strategi eksploitasi (komersialisasi) harus ditetapkan mulai dari awal usulan penelitian (tahap negosiasi), tidak setelahnya.
“Serta dalam strategi eksploitasi, pengguna awal atau pengguna akhir telah dilibatkan sejak tahap negosiasi sesuai dengan tugas yang ditentukan. Ini untuk memastikan transfer teknologi dan pengetahuan dari hasil penelitian ke komersialisasi,” pungkas Rachmat.
Kepala PRE BRIN Yusuf Nur Wijayanto menyampaikan, webinar ini menjadi sarana saling bertukar ilmu serta berkolaborasi dengan pihak lain.
“Saya harap para peserta dapat memanfaatkan acara ini untuk saling bertukar ilmu, kemudian ada diskusi. Kemudian menjalin kolaborasi bersama untuk nanti pengembangan device elektronika yang akan dimanfaatkan untuk Indonesia ke depannya,” ungkap Yusuf. (Sumber brin.go.id)