Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kegiatan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2020 diselenggarakan dengan baik di saat pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia dan sebagian besar negara-negara di dunia. Kegiatan rutin tahunan yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tengah pandemi menjadi sangat penting karena menjadi upaya berbagai pembelajaran dalam membangun ketangguhan yang harus disandingkan dan diselaraskan dengan upaya pencegahan Covid-19.
Peringatan Bulan PRB 2020 yang mengusung tema “Daerah Punya Aksi Pengurangan Risiko Bencana”, juga menjadi wujud nyata dalam pelibatan serta kontribusi seluruh komponen bangsa, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Selain dari sektor pemerintah, kesuksesan dari keseluruhan kegiatan tersebut juga tak lepas dari adanya kontribusi dari berbagai pihak seperti komunitas, akademisi, peran masyarakat hingga media massa, atau yang lebih dikenal sebagai pentahelix.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan bahwa terselenggaranya kegiatan tersebut menjadi sebuah gerakan dalam perubahan menuju pembangunan yang lebih baik, berbasis pengurangan risiko bencana.
“Ini semua menunjukan bahwa, pengurangan risiko bencana di Indonesia telah menjadi sebuah gerakan dalam rangka merubah secara mendasar praktik-praktik pembangunan yang potensial menimbulkan bencana baru, mengubah pola-pola pembangunan yang merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan pembangunan, ke arah pembangunan yang peka risiko bencana, dimana analisis risiko menjadi dasar pembangunan di Indonesia,” kata Doni saat pidato pada puncak acara Peringatan Bulan PRB 2020 di Ruang Sebaguna Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta pada Selasa (13/10/2020).
Menyinggung penanganan Covid-19, Doni Monardo sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengajak seluruh penggiat PRB agar dapat bersinergi bersama-sama mengurangi tingkat risiko di setiap daerah. Menurut Doni, risiko ancaman Covid-19 dapat meningkat apabila pemegang peranan penting di daerah lalai dan abai.
“Banyaknya daerah dengan risiko sedang jangan sampai membuat kita lalai sehingga daerah tersebut menjadi risiko tinggi. Upaya yang harus kita lakukan untuk membuat daerah dengan risiko tinggi dan sedang menjadi rendah sedangkan daerah yang tidak ada Covid-19 tetap terjaga,” jelas Doni.
Untuk mengantisipasi adanya lonjakan kasus dan meningkatnya risiko di tiap-tiap daerah, maka diperlukan upaya-upaya pencegahan dengan tiga hal, yakni Iman, Aman dan Imun. Dalam hal ini masyarakat harus menjadi ujung tombak pencegahan penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, sedangkan tim medis menjadi garda terakhir.
“Pencegahan dengan tiga hal utama menghindari Covid-19 yakni Iman, Aman, dan Imun. Iman dengan menjalankan ibadah sesuai agama; Aman dengan memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan; dan Imun dengan olahraga teratur, istirahat cukup, tidak panik, dan makanan bergizi,” jelas Doni.
Dampak La Nina
Berdasarkan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayah Indonesia akan memasuki musim penghujan pada Oktober dan November 2020. Pada musim tersebut, tingkat ancaman bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, cuaca ekstrem dan angin puting beliung menjadi meningkat. Hal itu juga ditambah adanya fenomena La Nina, yang diperkirakan menyebabkan kenaikan curah hujan dari 20-40 persen.
Melihat adanya faktor cuaca dan fenomena tersebut, Kepala BNPB mengajak segenap komponen pentahelix untuk melakukan upaya kesiapsiagaan dengan peningkatan kapasitas masyarakat. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara bersama dan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja.
“Untuk mengantisipasi, perlu ada upaya nyata dalam rangka mengurangi dampak dari potensi ancaman bencana tersebut. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, perlu ada sinergi dan kerjasama dengan pendekatan kolaborasi pentahelix,” tegas Doni.
Upaya dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengadapi dampak La Nina adalah melalui identifikasi, koordinasi, rencana kontijensi, simulasi dan sosialisasi.
“Pertama identifikasi potensi ancaman bahaya hidrometeorologi yang ada. Kedua Laksanakan rapat koordinasi kesiapsiagaan, dalam rangka berbagi peran dan menyiapkan sumberdaya, Ketiga siapkan rencana kontinjensi dan laksanakan geladi dan simulasi dengan melibatkan seluruh stakeholder, dan Keempat sosialisasikan kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan dan apa yang harus dilakukan sehingga dapat selamat bila bencana terjadi,” jelas Doni.
Pada kesempatan yang sama, Doni juga mengajak para penggiat Peringatan Bulan PRB untuk memberikan apresiasi kepada Komisi VIII DPR RI dalam upaya penguatan kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007. Keberadaan BNPB dan BPBD menjadi sangat penting dan harus menjadi bagian dari revisi UU penanggulangan bencana tersebut.
Penguatan kelembagaan BNPB dan BPBD harus menjadi prioritas. Menurutnya, bencana merupakan urusan kemanusiaan, multi sektor, multi dimensi, sehingga perlu suatu badan yang dapat melaksanakan fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dengan baik.
“Kita semua berharap, revisi UU Penanggulangan Bencana dapat menjadi solusi bagi upaya penanggulangan bencana di Indonesia pada masa mendatang. Saya berterimakasih atas dukungan dari semua pihak yang selalu mendukung dan bekerjasama dengan BNPB,” pungkas Doni.