Jakarta – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) Sulawesi Utara menetapkan status tanggap darurat bencana erupsi Gunung Karangetang selama 7 hari mulai 6-12 Februari 2019. Penetapan tanggap darurat ini berdasarkan situasi dan kondisi pengamatan di lapangan serta rekomendasi dari sejumlah pihak.
“Namun bila dipandang perlu status ini dapat ditinjau kembali sesuai kebutuhan. Sementara ini jarak 500 m dari aliran lava disterilkan atas arahan BPBD,” kata Kapusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya, Jumat (8/2/2019).
Sutopo menjelaskan pemerintah setempat telah melakukan koordinasi penanganan bencana bersama dengan sejumlah instansi terkait. Rapat yang dihadiri oleh Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, BPBD dan BNPB itu menginformasikan sejumlah hal mengenai penanganan bencana.
“Pemda telah mengirimkan bantuan logistik ke Kampung Batubulan dan Kampung Beba yang terisolir disebabkan terputusnya jalan darat akibat aliran lava dan batu dari Gn. Karangetang. Bantuan didistribusikan melalui laut, namun dikarenakan angin laut dan ombak yang besar menyulitkan kapal untuk merapat,” ujar Sutopo.
Dia menjelaskan pemerintah juga berencana untuk membuka akses lain ke daerah yang terkena dampak erupsi gunung. Hal itu disebabkan terputusnya akses darat dan sulitnya akses laut ke lokasi daerah tersebut.
“Akibat terputusnya akses darat dari Kampung Niambangen ke Kampung Batubulan dan Kampung Beba dan sulitnya akses laut ke dua kampung tersebut karena ombak tinggi dan angin laut yang kencang, Pemda Sitaro berencana membuka akses dari sisi lain yaitu dari Kampung Nameng ke Kampung Batubulan sejauh 2 km dengan mengerahkan masyarakat di kedua desa dan bantuan TNI/Polri secara gotongroyong membuka jalan. Saat ini akses hanya bisa dilakukan dengan jalan kaki (4 jam) akibat medan yang terjal dan sempit,” ujarnya.
Menurut dia, ada beberapa warga dari Kampung Batubulan yang cenderung menolak untuk dievakuasi karena pertimbangan akan menelantarkan ternak yang mereka milik. Karena itu, pemerintah perlu menangani secara serius persoalan tersebut.
“Sebagaimana pengalaman dalam bencana erupsi gunung api, ternak warga perlu ditangani secara serius oleh SKPD terkait seperti dinas peternakkan dengan bantuan Basarnas. Sehingga warga sukarela untuk dievakuasi ke tempat yang lebih aman,” paparnya
Terkait status tanggap darurat ini, pemerintah memblokir akses darat ke lokasi erupsi sejauh 500 m dari aliran lava. Petugas, menurut Sutopo, hanya bisa mengambil foto dan video dari jauh dengan menggunakan drone di Kampung Niambangen.
“Kondisi angin pantai yang cukup kencang menyebabkan drone tidak dapat terbang dengan jarak maksimal,” imbuhnya.
Selain itu, berdasarkan rekomendasi dari PVMBG, pemerintah telah mengungsikan sebanyak 132 orang atau 37 KK ke shelter pengungsian di daerah Paseng yang berada di kompleks bupati. Rapat koordinasi antar instansi terkait juga merekomendasikan untuk membuat data tentang pengungsi berdasarkan jenis kelamin, usia dan status kerentanan.
“Shelter yang dibangun oleh BNPB pada tahun 2015 ini dapat menampung semua pengungsi yang ada. Shelter ini merupakan bangunan tertutup dengan ruang yang relatif luas. Terdapat 6 buah kamar mandi dan tempat cuci pakaian,” tuturnya.
Sutopo menjelaskan kebutuhan matras untuk pengungsi sudah terpenuhi. Petugas kesehatan dan dinas sosial juga telah berada di lokasi untuk membantu para pengungsi.
“Disarankan agar BPBD tetap mengkoordinir kegiatan di pengungsian dan memperhatikan hal-hal detail seperti keadaan licin di kamar mandi dan sekitar, melibatkan para pengungsi beraktifitas seperti memasak, memperhatikan kebersihan tempat pengungsi. Khusus untuk pendidikan anak-anak sekolah, diinformasikan bahwa anak-anak akan belajar di sekolah terdekat dengan tempat pengungsian dan untuk sementara tidak kembali ke sekolah asalnya sampai keadaan memungkinkan,” paparnya.
Dikutip dari Detiknews