Jakarta, Technology-Indonesia.com – Bencana gelombang tsunami menerjang beberapa wilayah pantai di Selat Sunda, diantaranya pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan. Tsunami terjadi pada Sabtu (22/12/2018) sekitar pukul 21.27 WIB.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan hingga Minggu (23/12/2018) pukul 10.00 WIB, data sementara jumlah korban bencana tsunami di Selat Sunda tercatat 62 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka dan 20 orang hilang. Kerugian fisik meliputi 430 unit rumah rusak berat, 9 hotel rusak berat, 10 kapal rusak berat dan puluhan rusak.
Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, menyebut tim dari Pusat Teknologi Reduksi dan Risiko Bencana (PTRRB) BPPT saat ini tengah melakukan kajian di wilayah terdampak bencana. Bencana ini, lanjutnya, kembali menyadarkan kita akan pentingnya teknologi, yang mampu mengurangi dampak kebencanaan.
“Sesegera mungkin, Indonesia harus membangun fasilitas alat deteksi tsunami. Dalam hal ini BUOY Tsunami maupun CBT atau Cable Based Tsunameter,” ungkapnya melalui pesan instan, Minggu (23/12/2018).

BPPT sebagai salah satu aset pemerintah dalam bidang teknologi imbuhnya, merasa perlu mengoptimalkan peran Teknologi bagi kesiapan kita dalam menghadapi bencana. “Kami siap jika diminta untuk segera membangun kembali fasilitas alat deteksi dini tsunami, baik BUOY maupun CBT,” ujarnya.
Lebih lanjut Hammam menyatakan, kita jangan melulu disibukkan dengan upaya penanganan pasca gempa, sementara upaya antisipasi masih sangat minim, bahkan belum menjadi fokus perhatian. Kita perlu membangun kemandirian teknologi peringatan dini (early warning system) sebagai komponen pembangunan nasional.
Menurut Hammam, BPPT telah memiliki berbagai teknologi yang siap digunakan untuk mengantisipasi bencana gempa bumi serta tsunami.
“Kita harus lebih advance dalam mengantisipasi bencana dengan menggunakan teknologi. Selain itu, sinergi dan komitmen yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan juga dibutuhkan. Teknologi mampu berperan signifikan dalam upaya mengurangi risiko bencana,” tegasnya.
Sementara pakar tsunami BPPT, Widjo Kongko yang melakukan kaji cepat mengungkapkan, ada indikasi tsunami tersebut disebabkan oleh erupsi Anak Krakatau. “Kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau petang ini dan akhirnya menimbulkan tsunami,” katanya.
Jika benar hal itu menjadi penyebab, maka fenomena ini diduga olehnya, masih berpotensi berulang. “Aktivitas Anak Krakatau belum selesai dan flank atau collapse yang terjadi bisa memicu ketidakstabilan berikutnya,” jelasnya.
Deputi Hammam menyampaikan pihaknya berduka atad musibah ini, BPPT juga akan terlibat dalam mencari penyebab dan solusi atas bencana ini. “Sesuai arahan BMKG, kami himbau agar masyarakat tetap tenang dan siaga dengan mengikuti instruksi aparat yang berwenang,” pungkasnya.