Hasil Genome Editing Bukan Produk Rekayasa Genetik

Cibinong, Technology-Indonesia.comGenome editing atau penyuntingan genom merupakan terobosan teknologi yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan di Indonesia. Saat ini, penerapan genome editing telah meluas di berbagai sektor meliputi pertanian, kesehatan, lingkungan, dan industri.

Namun masih terjadi pro dan kontra apakah genome editing termasuk transgenik atau bukan transgenik. Selain itu, pengembangan penerapan genome editing di Indonesia belum dibarengi dengan regulasi yang tepat dan jelas. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memandang regulasi yang tepat sangat dibutuhkan dalam pengembangan genome editing sebagai terobosan teknologi yang sangat bermanfaat.

Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Puspita Lisdiyanti mengatakan Indonesia sampai saat ini belum mempunyai perangkat peraturan yang memadai mengenai genome editing. Untuk itu perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk mendorong terwujudnya regulasi genome editing.

“Beberapa negara saat ini sudah menetapkan posisi tentang genome editing dalam pengembangan teknologi bibit unggul. Untuk itu perlu kita dorong terus agar segera terwujud regulasinya di Indonesia,” jelas Puspita dalam Seminar dan Workshop 2020 “Genome Editing: Status Riset Pengembangan dan Regulasinya” di Cibinong, Bogor pada Senin (13/1/2020).

Seminar dan Workshop ini menghadirkan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, Tim Teknis Keamanan Hayati, Kementerian Pertanian, Badan POM, serta perwakilan dari negara yang telah menerapkan bioteknologi seperti Argentina, Brazil, dan Jepang.

Satya Nugroho, Peneliti Bioteknologi LIPI mengatakan bahwa seminar tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan. Salah satunya, kesepakatan bahwa hasil genome editing bukan produk rekayasa genetik. Karena itu, hasil genome editing bisa langsung dilepas melalui pelepasan konvensional. Sementara produk rekayasa genetik harus melewati regulasi keamanan pangan, keamanan lingkungan, keamanan pakan, dan seterusnya.

Lebih lanjut Satya menerangkan bahwa rekayasa genetika adalah melakukan perubahan terhadap suatu organisme dengan cara memasukan gen asing ke dalam bakterium, selanjutnya bakterium tersebut dimasukkan ke dalam suatu organisme. Keunggulan rekayasa genetika bisa memanfaatkan gen dari mana saja, misalnya dari mikroorganisme dimasukkan ke dalam tanaman untuk meningkatkan ketahanan terhadap suatu hama atau penyakit.

Sementara genome editing memanfaatkan teknologi rekayasa genetika dengan perantaraan mikroba atau partikel untuk memasukkan sesuatu berupa mekanisme untuk melakukan pengeditan yang dilakukan dengan penguntingan. “Pada posisi gen tertentu yang menurut hasil penelitian sangat berperan dalam suatu sifat, diedit untuk ditingkatkan lagi misalnya kemampuan melakukan ekspresi,” terangnya.

Satya mencontohkan tanaman padi ada yang wangi dan tidak wangi, ada juga yang tahan hama dan penyakit. Saat kita menginginkan tanaman padi menjadi wangi, jika sudah ada informasi mengenai gen yang menyebabkan wangi, maka bisa dilakukan.

“Di semua padi genome-nya sama, namun ada perbedaan di posisi tertentu yang menyebabkan wangi. Sementara padi yang lain berubah sedikit sehingga tidak wangi, itu bisa diedit,” terangnya.

Contoh lain yang sedang dilakukan LIPI adalah penelitian terkait ubi kayu agar bisa disimpan dalam waktu cukup lama. Maka, gen yang terekspresi menyebabkan pembusukan terlalu cepat perlu diedit. Batang sorgum atau jerami padi juga bisa dimanfaatkan lebih jika kandungan ligninnya tinggi untuk membuat papan atau partikel.

Menurut Satya, genome editing dilakukan melalui proses rekayasa genetik tapi hasil yang diperoleh bukan produk rekayasa genetika. Produk rekayasa genetika harus melalui proses yang panjang untuk pelepasan, sementara genome editing lebih ringkas dengan memanfaatkan informasi gen yang ada.

“Dalam prosesnya memang ada rekayasa genetika, namun pada kenyataannya yang dilakukan bukan memasukkan suatu gen lengkap dari organisme lain yang fungsional,” tutur Satya.

Saat ini, di Indonesia setidaknya ada tiga institusi yang memanfaatkan teknologi genome editing yaitu LIPI, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Kementerian Pertanian, dan Pusat Penelitian Bioindustri dan Bioteknologi milik PT Riset Perkebunan Indonesia di Bogor.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Komisi Keamanan Hayati, Bambang Prasetya mengatakan genome editing merupakan teknologi baru yang lebih simpel untuk mengatur gen yang mempengaruhi sifat makhluk hidup. Hasil genome editing ini, lanjutnya, berbeda dengan transgenik karena 75 persen karakter terakhir tidak berubah.

Penerapan genome editing pada varietas padi misalnya, gen-nya tetap tapi sifatnya menjadi hebat seperti tahan kekeringan, tahan rendaman, serta tahan hama dan penyakit. Padi Cianjur yang wangi, melalui genome editing bisa didesain agar bertambah keunggulannya seperti tahan kekeringan dan lain-lain.

“Teknologi ini dikenalkan sekaligus memberi rekomendasi kepada saya selaku Ketua Komisi Keamanan Hayati sebagai bahan untuk kebijakan pemerintah bahwa ini termasuk teknologi baru yang menjanjikan untuk dikembangkan,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author