Koreksi Biodiversitas Perdagangan Ikan Hias Laut, BRIN Gagas Riset “Indonesia Mantap”

TechnologyIndonesia.id – Sebagai upaya koreksi terhadap biodiversitas perdagangan ikan hias laut atau Marine Ornamental Fishes (MOF), saat ini Indonesia memiliki project riset berjudul “Indonesia Marine Ornamental Fishes in New Paradigm (Indonesia Mantap)”.

Kegiatan ini dilakukan dibawah kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan pada skema pendanaan Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) serta dukungan para stakeholder pelaku perdagangan MOF di Indonesia.

Data spesies ikan hias laut dunia tengah menjadi perdebatan internasional. Pasalnya, hingga saat ini belum ada angka pasti terkait jumlah spesies MOF yang diperdagangkan secara global.

Dalam Technical Workshop on Marine Ornamental Fishes CITES yang berlangsung pada 7 – 10 Mei 2024, para ahli dan lembaga dunia menyebutkan angka yang berbeda-beda.

Berdasarkan kajian Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan UN Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC), terdapat sebanyak 1.764 spesies MOF yang diperdagangkan di dunia.

The Ornamental Aquatic Trade Association (OATA) dan Ornamental Fish International (OFI) melaporkan 1.040 spesies, International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebanyak 2.682 spesies, sedangkan lembaga dan pakar lainnya menyebutkan sekitar 258-2.667 spesies MOF dalam perdagangan global.

Menanggapi permasalahan tersebut, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Kunto Wibowo menyampaikan opininya.

“Hingga saat ini data ikan hias laut sulit sekali diakses, termasuk Indonesia. Sehingga para ahli di dunia melakukan berbagai pendekatan untuk mendapatkan data jenis hingga volume perdagangan MOF guna menetapkan prioritas konservasi dan manajemen ikan hias laut ini. Hasilnya, bisa benar, bisa juga salah. Namun harapannya bisa mendekati,” ungkap Kunto.

Di Indonesia sendiri, hasil pendataan yang dilakukan Yayasan LINI dan pihak asosiasi eksportir ikan hias (Asosiasi Koral, Kerang, dan Ikan Hias Indonesia – AKKII dan Indonesia Ornamental Fish Exporters Association – INOFE) mencatat sebanyak 616 spesies MOF yang diperdagangkan Indonesia di pasar global.

Namun berdasarkan kajian CITES dan UNEP WCMC, Indonesia dilaporkan memasarkan sebanyak 1175 spesies atau sekitar 62% dari total spesies MOF yang diperdagangkan dunia.

Mengomentari perbedaan data perdagangan MOF Indonesia dengan hasil studi CITES-UNEP WCMC, taksonom yang sejak tahun 2010 fokus meneliti biodiversitas ikan laut ini memberikan tanggapannya.

“Mungkin saja terjadi kesalahan identifikasi. Karena selama ini pelaku perdagangan ikan hias melakukan identifikasi menggunakan foto atau gambar bukan melalui pengamatan dan pengukuran specimen,” ujar Kunto.

“Sehingga bisa saja dua spesies berbeda dihitung menjadi satu spesies yang sama (terjadi pengurangan). Atau justru sebaliknya, satu spesies dihitung menjadi dua spesies berbeda sehingga double counting,” tambahnya.

Mengusulkan perlunya koreksi, Kunto selanjutnya memberikan penegasan. “Kondisi ini tentunya perlu koreksi, misal dengan memastikan kebenaran tatanama MOF melalui identifikasi langsung dari berbagai jenis spesimen yang diperdagangkan. Disinilah bidang ilmu biosistematika bekerja,” tegas Kunto.

Dikonfirmasi lebih lanjut terkait dampak yang akan timbul dari kesalahan identifikasi in, peneliti yang menamatkan pendidikan doktoral di negeri Sakura tersebut memberikan pandangan.

Menurutnya, spesies hingga level genetik merupakan unit terkecil dalam upaya konservasi atau manajemen. Jika tidak ada koreksi dan klarifikasi maka akan terjadi kesalahan juga dalam prioritisasi konservasi dan manajemen.

“Akibatnya tentu akan berdampak bagi para pelaku perdagangan MOF itu sendiri. Misal ikan tidak lagi dapat diperdagangkan karena statusnya terancam punah padahal melimpah di alam,” ungkap Kunto.

Sebagai upaya koreksi terhadap biodiversitas perdagangan MOF, saat ini Indonesia memiliki project riset yang berjudul “Indonesia Marine Ornamental Fishes in New Paradigm (Indonesia Mantap)”.

Selaku Ketua Tim Indonesia Mantap, Kunto menjelaskan tujuan kegiatan ini untuk melakukan updating status biodiversitas, valuasi perdagangan, dan kondisi sosial ekonomi perdagangan MOF sebagai dasar pemetaan masalah dan merumuskan arah kebijakan pengelolaan serta perdagangan MOF di Indonesia. Sehingga tidak hanya kajian biodiversitas saja, namun juga terdapat riset sosial ekonomi para pelaku perdagangan MOF.

“Kegiatannya mulai dari koleksi spesimen, preparasi spesimen, dokumentasi, koleksi DNA, identifikasi spesies berdasarkan morfologi maupun molekuler, penyimpanan koleksi MOF di Museum Zoological Bogoriense, hingga publikasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan ke depan,” tutur Kunto.

Ia menambahkan, untuk sosial ekonomi sendiri akan dikaji permasalahan mata pencaharian para pelaku usaha, pemetaan pengetahuan nelayan terhadap kondisi sumberdaya, musim penangkapan, regulasi, termasuk mengkaji nilai perdagangan MOF di Indonesia.

Untuk mengupas lebih lanjut inisiatif Indonesia Mantap dan peranan biosistematika dalam mendukung perdagangan, manajemen dan konservasi, Kunto Wibowo akan memaparkan detail kegiatan tersebut pada Simposium Innovations in Sustainable Aquatics: Balancing Hobby with Conservation yang digelar Yayasan LINI, Nusatic 2024, dan didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada 7 Juni 2024.

Kunto berharap seluruh stakeholder perdagangan MOF di Indonesia dapat bergerak bersama untuk mendukung inisiatif ini demi menjaga kelestarian dan keberlanjutan perdagangan MOF Indonesia di pasar global.

Dengan adanya inisiatif Indonesia Mantap ini, dirinya berharap masyarakat Indonesia termasuk nelayan, pengepul, pecinta ikan, hingga eksportir bisa turut berpartisipasi dengan mengambil contoh yang terjadi di Jepang.

“Di Jepang, antusiasme warga terkait pengungkapan jenis ikan sangatlah tinggi, bahkan di tingkat nelayan sekalipun. Ketika mereka menemukan ikan yang tidak dikenal, mereka dengan penuh semangat akan segera membawanya ke museum untuk diidentifikasi,” tutup Kunto.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author