Bidik Generasi Milenial, Balitbangtan Kembangkan Berasan Pisang

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pisang merupakan salah satu sumber karbohidrat yang mempunyai kandungan gizi cukup lengkap. Buah yang terkenal dengan rasanya yang manis ini bisa dikonsumsi langsung atau diolah menjadi berbagai macam cemilan. Di tangan peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) buah pisang bisa diolah menjadi makanan pokok yaitu berasan pisang.

Peneliti Balitbangtan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BB Pascapanen) Elmi Kamsiati mengatakan pisang biasanya diolah sebagai snack/cemilan. Untuk pengembangan sebagai pangan pokok masih belum banyak dilakukan.

“Kita pilih berasan, karena masyarakat Indonesia terbiasa makan nasi. Pendekatannya, kita bentuk pisang menjadi butiran seperti beras agar kita terbiasa mengonsumsinya,” kata Elmi di sela acara The 3rd International Conference on Agricultural Postharvest Handling and Processing (ICAPHP) yang digelar di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Bogor pada Selasa (12/10/2021).

Lebih lanjut Elmi menerangkan bahwa pisang secara garis besar terbagi dua jenis yaitu pisang yang bisa langsung dikonsumsi seperti pisang raja dan cavendish. Serta pisang plantain yang harus kita diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, misalnya pisang kepok. Pisang plantain ini yang dimanfaatkan BB Pascapanen untuk membuat berasan pisang.

“Kita sudah dapat membuat prototipe produknya. Kita akan optimasi pengembangan selanjutnya, untuk aneka rasa maupun produk-produk yang bisa dikembangkan dari berasan itu,” terang Elmi.

Bahan baku untuk pembuatan berasan pisang adalah tepung pisang yang teknologinya sudah dikuasai oleh BB Pascapanen. Tepung pisang selanjutnya diproses menjadi berasan menggunakan teknologi ekstrusi.

Peneliti BB Pascapanen, Heny Herawati menambahkan tepung pisang digunakan untuk memudahkan pengontrolan kadar air. Saat ini, pihaknya sedang mengoptimalkan formula berasan pisang ini karena saat masuk ke mesin ekstruder dibutuhkan ketepatan formula agar hasilnya optimal dan seragam.

Teknologi ekstrusi ini terbagi dalam dua sistem yaitu sistem hot (panas) dan sistem cold (dingin). Untuk sistem ekstrusi panas, formulasi bisa langsung dimasukkan ke dalam mesin ekstruder. Dengan sistem ini, bentuk berasan yang dihasilkan sudah mendekati kering.

Sementara untuk sistem ekstrusi dingin, ada proses pregelatinisasi untuk mengompakkan formula yang dicampur sebelum dimasukkan ke mesin ekstruder. “Hasilnya berbentuk masih setengah basah, sehingga membutuhkan pengeringan lebih lanjut agar memiliki umur simpan lebih lama,” terangnya.

Tak hanya membentuk granula (butiran seperti beras), pihaknya juga harus memperhatikan target pasar karena harga 1 kilogram tepung pisang cukup mahal di pasaran sekitar Rp 20 ribu. Misalnya untuk melayani kebutuhan café dan membidik generasi milenial.

Untuk mengejar target ekonomi, formulasi berasan pisang ini juga bisa ditambahkan dengan bahan pangan lokal lain misalnya umbi-umbian dan serealia. “Kalau kita ingin berasan pisang ini agak pera bisa dikawinkan dengan serealia. Kalau inginnya lebih kenyal kita kawinkan dengan golongan umbi-umbian. Jadi ada teknik-teknik formulasi untuk mengoptimalkan produk maupun ke arah pemasaran,” terangnya.

Berasan pisang ini bisa diolah menjadi nasi liwet maupun nasi goreng. Untuk memasaknya, Heny merekomendasikan agar berasan pisang direndam terlebih dahulu kemudian dikukus. “Untuk target nasi goreng, kita harus membuat formula agar berasan pisang ini matangnya bagus tapi tidak lembek,” lanjutnya.

Pihaknya juga sudah mencoba memasukkan bumbu nasi goreng ke dalam formulasi berasan pisang. Jika nanti diaplikasikan menjadi nasi goreng tidak perlu menambahkan bumbu. “Itu salah satu kelebihan dari teknik beras tiruan, karena kita bisa formulasikan sekalian dikuatkan untuk rasa maupun aroma,” tuturnya.

Karena pisang bukan produk tahan lama, dengan diolah menjadi berasan diharapkan umur simpannya bisa lebih lama. Menurut Heny, berdasarkan penelitian sebelumnya, asal kadar air berasan pisang maksimal dibawah 10% maka umur simpannya bisa mencapai 6 bulan.

Pada kesempatan tersebut Heny mengungkapkan bahwa BB Pascapanen sejak 2019 sudah berhasil mengolah 14 sumber pangan pokok seperti pisang, ganyong, talas, ubikayu, ubi jalar, dan lain-lain menjadi mie tanpa terigu. “Sedikit perbedaannya dengan mie dengan berasan. Kalau berasan harus segera dipotong untuk membentuk granula-granulanya, kalau mie kita tahan sampai panjang tertentu. Dua teknik yang agak sedikit berbeda,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author