Balittri Kembangkan Kemiri Sunan untuk Biodiesel

Sukabumi, Technology-Indonesia.com – Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Badan Litbang Pertanian sedang mengembangkan pemanfaatan kemiri sunan (Reutealis trisperma) sebagai biodiesel. Kemiri sunan memiliki keunggulan dibandingkan sumber bahan bakar nabati lainnya, diantaranya rendemen yang tinggi, dapat tumbuh di lahan kritis, umur produksi panjang, dan memiliki diversifikasi produk.

Kepala Balittri, Syafaruddin Deden mengatakan kemiri sunan memiliki rendemen tinggi hingga 56 persen dibandingkan tanaman lain. Produktivitasnya tinggi mencapai 8-11 ton per hektare (ha)/tahun. Kelebihan lainnya, berumur panjang dan sudah berbuah pada umur 3-4 tahun.

Balittri sudah melakukan pengembangan kemiri sunan sebagai bahan baku biodiesel sejak lima tahun terakhir. Saat ini sudah ada pihak swasta yang tertarik dan membuka perkebunan kemiri sunan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bahkan, pada 2019 Balittri mendapat binaan untuk menjadi Pusat Unggulan Iptek Bioenergi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). “Jika tidak ada halangan tahun 2020 sudah penetapan menjadi PUI,” tutur Deden di Kantor Balittri di Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi, Jawa Barat pada Rabu (16/1/2019).

Peneliti utama bidang ekofisiologi Balittri, Dibyo Pranowo mengatakan kemiri sunan efisien dikembangkan menjadi biodiesel karena karena tidak bersaing dengan sumber tanaman pangan, pohonnya bisa untuk konservasi, serta untuk diversifikasi produk. Produktivitasnya tinggi, dalam 1 ha bisa menghasilkan sekitar 7 ton crude oil/ha/tahun. Tanamannya besar dan umurnya panjang lebih dari 50 tahun.

Pohon kemiri sunan

Dibyo telah meneliti 21 jenis sumber biofuel antara lain kemiri sunan, kelapa sawit, pongamia, kepuh, kemiri sayur, biji karet, jarak pagar, nyamplung, dan lain-lain. Menurutnya, Jarak pagar bisa menghasilkan biodiesel yang bagus namun tidak efisien karena per hektare hanya menghasilkan 3 ton crude oil. Jarak pagar, tuturnya, lebih ekonomis untuk biofarmaka.

Begitu juga dengan nyamplung yang membutuhkan teknologi khusus namun tidak efisien karena 100 kilo biji nyamplung hanya menghasilkan 12 kilo crude oil. Sementara, kelapa sawit yang hasil biodieselnya bagus harus bersaing dengan pangan. “Kemiri sunan paling efisien karena dari 100 kg bisa jadi 48 liter biodiesel,” terang Dibyo yang sudah meneliti bioenergi sejak 2005.

Hingga saat ini, Balittri telah melepas empat varietas yaitu Kemiri Sunan I, Kemiri Sunan II, Kermindo (Kemiri Minyak Indonesia) I, dan Kermindo II. Karena bisa berfungsi untuk konservasi, Dibyo menekankan agar kemiri sunan ditanam di lahan marjinal agar tidak bersaing dengan tanaman pangan.

“Tanaman kemiri sunan mampu hidup di lahan marjinal atau lahan kritis. Kemiri sunan sudah kita uji tanam di beberapa tempat seperti lahan timah di Bangka, lahan batu bara di Kalimantan Timur, emas di Pulau Buru, tambang bauksit di Pulau Bintan. Kemiri sunan cocok di tempat-tempat itu sebagai reboisasi,” terangnya.

Kemiri sunan memiliki karakter saat berbunga akan merontokkan daun, sehingga menambah biomassa. Pada lahan 1 ha, kemiri sunan mampu mengkonservasi 1,5 ha. “Setiap mau berbunga kemiri sunan akan merontokkan daun yang kemudian menjadi hara. Satu minggu setelah berbunga dia baru mengeluarkan daun. Keuntungannya lagi tidak perlu panen tinggal collecting, karena begitu masak fisiologis buahnya akan jatuh sendiri,” tutur Dibyo yang sudah memegang 3 paten di bidang biofuel.

Buah kemiri sunan

Untuk menghasilkan biodiesel, Dibyo menerangkan biji kemiri sunan dikupas kemudian dikeringkan untuk diambil biji. Kernel atau isi dari biji kemiri sunan yang sudah dikeringkan hingga kadar airnya 5% dipres. Dari mesin pres akan keluar minyak dan bungkil. Minyak kemiri sunan inilah yang kemudian diproses dalam reaktor sehingga menjadi biodiesel. Dari kernel akan dapat sekitar 48% – 54% biodiesel tergantung varietasnya.

Hingga saat ini, Ia sudah membuat reaktor biodiesel berkapasitas 400 liter/hari yang sudah mendapat paten dan merintis pembuatan reaktor berkapasitas 1.500 liter/hari. Reaktor biodiesel rancangannya merupakan mesin biodiesel multifungsi yang mampu mengolah semua jenis minyak nabati termasuk jelantah menjadi biodiesel.

Dibyo mengungkapkan, sudah ada industri yang mulai berminat pada reaktor biodiesel buatannya. Bahkan sudah ada yang memesan alat pemrosesan biodesel, terutama koperasi. Ke, depan ia akan mengembangkan reaktor biodiesel berkapasitas 10.000 liter dan berbasis android.

Biodiesel hasil pengolahan kemiri sunan

Selain menghasilkan biodiesel, kemiri sunan menghasilkan produk lain misalnya kulit luarnya bisa digunakan untuk pupuk hayati. Bungkilnya bisa untuk biobriket, hardboard anti rayap, dan bila didetoksifikasi bisa menjadi pakan ternak. “Sewaktu proses pembuatan biodiesel kita akan mendapatkan metil ester yang namanya biodiesel mentah dan gliserol yang bisa dibikin sabun dan lain-lain,” terangnya.

Dibyo optimis kedepan kemiri sunan bisa menjadi primadona. Saat ini sudah ada pihak swasta binaan Balitbangtan yang membangun kebun induk di NTT, Flores, dan Subang sehingga sumber benih kemiri sunan tersedia.

Karena mineral dan tambang akan habis, menurutnya satu-satunya cara adalah pemanfaatan energi baru dan terbarukan mulai dari gas, tanaman, surya, dan lain-lain yang harus dikembangkan sesuai agroekosistemnya supaya ketergantungan pada energi fosil bisa dikurangi. “Syukur kalau kita bisa memproduksi bahan bakar nabati berlebih dan bisa ekspor. Ini perlu komitmen yang kuat,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author