TechnologyIndonesia.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) terus memperkuat komitmennya dalam melindungi anak-anak Indonesia di ruang digital. Memperingati Safer Internet Month yang dirayakan secara global setiap Februari, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa regulasi baru terkait perlindungan anak di internet akan segera diumumkan.
Meutya menyampaikan bahwa di balik layar yang tampak ramah dan menyenangkan, terdapat ancaman tersembunyi yang dapat mengubah perjalanan hidup seorang anak.
“Oleh karena itu, pemerintah tidak akan tinggal diam dan telah mengambil langkah konkret dalam memperkuat perlindungan anak di dunia digital,” ujar Meutya dalam acara Hari Internet Aman Bersama Google Indonesia di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2024).
Menurut data UNICEF, setiap setengah detik seorang anak di dunia mengakses internet untuk pertama kalinya. Di Indonesia, jumlah pengguna internet telah mencapai 221 juta orang atau 79,5% dari total populasi. Menariknya, 9,17% dari mereka berusia di bawah 12 tahun, menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman siber.
Upaya meningkatkan keamanan digital anak-anak telah membuahkan hasil. Indonesia kini berada di kuartil kedua dalam Child Online Safety Index 2023, meningkat signifikan dibandingkan peringkat 26 dari 30 negara pada tahun 2020.
Meutya menegaskan bahwa peningkatan ini adalah hasil kerja sama erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat dalam membangun ekosistem digital yang lebih aman.
Dalam upaya menekan ancaman digital, Kemkomdigi telah menurunkan 993.114 konten judi online dari 20 Oktober 2024 hingga 15 Februari 2025, belum termasuk ratusan ribu konten pornografi yang turut dihapus. Namun, Meutya menekankan bahwa upaya ini masih belum cukup.
“Men-take down saja tidak akan menyelesaikan masalah judi online dan konten berbahaya lainnya. Karena itu, pemerintah telah memperkuat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan menyusun tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik, yang kini memasuki tahap akhir. Kami sudah melaporkan kepada Presiden, dan insyaAllah dalam waktu dekat akan diumumkan secara resmi,” ungkapnya.
Meutya menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin hanya dipandang sebagai pasar oleh platform-platform digital global. Ia mendorong mereka untuk berkomitmen dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi pengguna, khususnya anak-anak.
“Meskipun kantor pusat platform-platform digital tidak berada di Indonesia, mereka beroperasi di sini dan harus patuh terhadap regulasi kita. Kami menghargai platform seperti Google yang sudah berkolaborasi dengan pemerintah, dan kami mengajak platform lainnya untuk mengikuti jejak ini dalam memperkuat keamanan siber di Indonesia,” jelas Meutya.
Sebagai bagian dari Safer Internet Month, Menkomdigi Meutya Hafid mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk orang tua, pendidik, dan industri teknologi, untuk terus berperan aktif dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan positif bagi anak-anak.
“Keamanan anak-anak di dunia digital adalah tanggung jawab bersama. Mari kita jadikan momentum ini sebagai langkah nyata dalam menciptakan masa depan digital yang lebih baik,” pungkasnya.
Mendengar Suara Anak
Kemkomdigi berkomitmen untuk tidak hanya mengatur terkait perlindungan anak, tetapi juga mendengar. Untuk itu, Komdigi mengajak anak-anak sebagai suara utama dalam penyempurnaan regulasi perlindungan di ruang digital.
“Anak-anak bukan sekadar pengguna, mereka adalah pemangku kepentingan utama. Mereka merasakan langsung dampak baik dan buruk dunia digital. Jika kita ingin regulasi yang benar-benar melindungi, kita harus mendengar mereka,” ujar Staf Khusus Menteri Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital, Raline Shah, dalam Forum Group Discussion (FGD) bersama anak-anak dari berbagai sekolah di Perpustakaan Komdigi, Jakarta Pusat, Selasa (18/02/2025).
Regulasi yang disusun bukan sekadar wacana, tetapi harus berakar pada pengalaman nyata. Anak-anak berbagi cerita tentang betapa mudahnya mereka terpapar konten negatif, tekanan sosial di media digital, dan kurangnya kesadaran orang tua dalam mendampingi mereka saat berselancar di dunia maya.
“Banyak yang tidak kita lihat sebagai orang dewasa. Anak-anak menghadapi tantangan yang tidak selalu kita pahami. Perspektif mereka ini yang harus kita jadikan dasar dalam menyusun kebijakan,” tambah Raline.
Salah satu tantangan terbesar yang muncul adalah dampak media sosial terhadap kesehatan mental anak. Konten negatif yang merajalela bisa mengikis kepercayaan diri, menumbuhkan kecemasan, bahkan mendorong anak-anak ke dalam pergaulan yang berbahaya.
Inilah urgensi bagi pemerintah untuk menciptakan regulasi yang benar-benar mampu melindungi generasi muda.
Namun, regulasi saja tidak cukup. Raline juga menyoroti pentingnya peran keluarga dalam membentuk kebiasaan digital yang sehat. “Kita bisa bikin aturan seketat apapun, tapi kalau di rumah anak-anak tidak mendapatkan contoh yang baik, semua akan percuma. Orang tua harus hadir, bukan hanya secara fisik, tapi juga dalam dunia digital anak-anak mereka,” tegasnya.
Kebijakan ini diharapkan menjadi langkah maju bagi Indonesia dalam menciptakan ekosistem digital yang lebih aman bagi anak-anak. Dengan mendengar suara mereka, Komdigi memastikan bahwa perlindungan digital bukan hanya wacana, tetapi kenyataan yang benar-benar dirasakan oleh mereka yang paling membutuhkan.
Diskusi ini dihadiri oleh tim dari Pusat Studi Kebijakan Publik (PSPK) serta 15 perwakilan anak dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Hasil dari FGD ini akan menjadi bahan utama dalam penyempurnaan regulasi perlindungan anak di ruang digital.
Kemkomdigi Akan Segera Umumkan Regulasi Perlindungan Anak di Ruang Digital
