Jakarta, Technology-Indonesia.com – Penyedia teknologi komputasi awan (cloud computing), Amazon Web Services (AWS) secara konsisten mendorong kemajuan startup-startup di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan budaya inovasi secara terus-menerus di lingkungan perusahaan untuk memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya.
AWS mengemban misi untuk menjadi perusahaan yang paling berfokus kepada pelanggan di dunia. Misi ini memastikan bahwa ketika AWS berinovasi, kepentingan pelanggan akan selalu dinomorsatukan. Untuk mewujudkan misi tersebut, inovasi harus terus-menerus dilakukan tanpa henti.
Head of Startup Business, ASEAN, AWS, Priya Lakshmi mengatakan bahwa inovasi dimulai dan diakhiri dengan pelanggan. Dengan mencari tahu apa yang pelanggan butuhkan, inginkan, serta hal-hal yang menurut mereka dapat ditingkatkan, Amazon mampu memahami secara mendalam situasi dan konteks mereka untuk berinovasi bagi pelanggan.
“Bekerja mundur dari kebutuhan pelanggan membantu kami menemukan cara untuk mengejutkan dan menyenangkan pelanggan kami. Ini bukan hanya tentang menjadi dekat dengan pelanggan dan menanyakan apa yang mereka inginkan, tetapi memahami situasi dan konteks mereka secara mendalam sehingga kami dapat berinovasi untuk mereka,” terang Priya dalam media briefing pada Selasa (20/9/2022).
Lebih lanjut Priya menjelaskan bahwa Amazon mengelompokkan inovasi pada empat koridor berbeda, yakni budaya, organisasi, arsitektur, dan mekanisme. Budaya, mengacu kepada perekrutan orang-orang untuk mengoperasikan sistem inovasi AWS sesuai dengan sistem kepercayaan umum AWS.
“Pilar kedua adalah organisasi, bagaimana kami mengatur bisnis kami agar cepat dan lincah. Ini mungkin salah satu perbedaan terbesar antara perusahaan rintisan dan perusahaan tradisional, dan merupakan salah satu faktor utama yang memungkinkan mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Priya.
Amazon memiliki istilah khas untuk mengatur SDM agar dapat mengoptimalkan inovasi dan eksekusi ide yang disebut dengan two-pizza teams. Menurut analogi ini, sebuah tim tidak boleh menghabiskan lebih dari dua porsi pizza.
Masing-masing tim terdiri dari 10 orang atau kurang. Tim yang berukuran lebih kecil dapat membuat keputusan dengan lebih cepat. Konsep two-pizza teams ini dipercaya semakin mendorong inovasi untuk para pelanggannya.
“Kemudian, Arsitektur kami yang dibangun di atas teknologi cloud mendukung dan mempercepat laju inovasi dengan tiga cara: membuat prototipe dengan sangat cepat, tanpa menanggung biaya yang mahal jika memang terjadi kegagalan, dan kemampuan untuk meningkatkan skala operasional dalam waktu singkat, sesuai pertumbuhan bisnis,” sambung Priya.
Baik di internal AWS maupun di kalangan pelanggannya, termasuk startup, teknologi cloud menjadikan inovasi semakin mudah diimplementasikan dan terjangkau.
Elemen terakhir, mekanisme, didasari pemikiran dan eksekusi inovatif yang berpusat pada pelanggan, alias Proses Bekerja Mundur. “Kami menggunakan mekanisme ini untuk memastikan bahwa kami membangun hal yang benar bagi pelanggan dan setiap inovasi kami berpusat pada pelanggan,” tegasnya.
Salah satu contoh nyata bagaimana elemen budaya inovasi Amazon telah membantu perusahaan startup dalam mencapai tujuan mereka adalah Shipper. Perusahaan logistik digital asal Indonesia yang tengah mengalami pertumbuhan pesat.
Chief Marketing Officer, Shipper, Jessica Hendrawidjaja menggambarkan bagaimana AWS telah menjadi bagian integral dari bisnis Shipper sejak didirikan pada 2017.
Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam hal logistik. Shipper bercita-cita untuk memampukan pertumbuhan bisnis lokal, dari UKM hingga perusahaan besar, dengan menyediakan akses ke jaringan rantai pasok dan logistik yang terintegrasi. Hingga saat ini, Shipper telah mendukung lebih dari 30.000 UKM yang tersebar di 35 kota.
Shipper telah bermitra dengan AWS sejak perusahaan ini berdiri pada 2017. “Ketika bisnis baru mulai berjalan, dengan jumlah karyawan kurang dari 20 orang, kami mengambil keputusan untuk ikut serta dalam program AWS Activate. Melalui program tersebut, kami menerima dukungan berbentuk AWS Credits sebesar 100 ribu dolar AS untuk membantu mengembangkan bisnis kami,” tutur Jessica.
Hingga saat ini, AWS terus aktif dalam memberikan kami pelatihan, dukungan, dan saran pada Shipper. Kini, jumlah karyawan Shipper lebih dari 900 orang. “AWS masih bersama Shipper dan berkomitmen tinggi untuk mendukung pertumbuhan kami pada masa depan,” imbuhnya.
Jessica menekankan pentingnya prinsip AWS yang menomorsatukan pelanggan dan Bekerja Mundur untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sangat penting bagi Shipper untuk selalu mengetahui apa yang dibutuhkan pelanggan.
Ketika pelanggan perlu merampingkan dan mengintegrasikan aliran komunikasi maupun sistem pelacakan, Shipper mendengarkan pelanggan dengan cermat dan memberikan solusi yang mereka butuhkan.
Jessica mengatakan, prinsip customer obsession (terobsesi dengan pelanggan) merupakan salah satu filosofi AWS yang tercermin di bisnis Shipper. Apapun yang Shipper bangun adalah untuk kepentingan dan kepuasan pelanggan.
“Tim selalu memikirkan dan mencari tahu apa saja inovasi yang dapat kami luncurkan untuk membantu mereka. Kami percaya, ketika kami memiliki mentalitas yang berpusat pada pelanggan, maka bisnis kami berada dalam jalur yang tepat,” pungkas Jessica.
AWS Konsisten Dorong Budaya Inovasi di Kalangan Startup
