Eniya Listiani Dewi Raih Gelar Profesor Riset

 

Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), Dr. Eniya Listiani Dewi, B. Eng meraih gelar Profesor Riset bidang teknologi Proses Elektrokimia. Dalam prosesi pengukuhan profesor riset di Jakarta, Rabu (8/6/2016), Eniya menyampaikan orasi ilmiah berjudul Aplikasi Material Maju untuk Fuel Cell sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT).

Dalam orasinya, Eniya memaparkan berbagai jenis energi sangat dibutuhkan untuk kelangsungan kehidupan manusia dan kelanjutan peradaban. Isu energi baru semakin menguat, terlihat dari mulai ditinggalkannya sumber energi konvensional serta semakin diminatinya perkembangan EBT. “Namun semua itu memerlukan kebijakan pemerintah, keseriusan industri, serta keberpihakan masyarakat,” lanjutnya.

Untuk mengupas penetrasi pemanfaatan EBT, konsep green energy mulai diterapkan pada berbagai sektor, baik edukasi, bisnis maupun pariwisata. Berbagai contoh pemanfaatan EBT di Indonesia antara lain biosolar, biodiesel, turbin angin, sollar cell maupun fuel cell (sel bahan bakar).

“Fuel cell adalah piranti pengubah bahan bakar berupa gas atau cairan secara elektrokimia untuk menghasilkan listrik secara langsung dengan hasil samping air dan panas. Secara umum, perkembangan fuel cell sebagai alat penghasil listrik sekaligus penyimpan energi sangat tergantung pada teknologi material katalis, polimer, keramik, logam, dan kompositnya,” papar Eniya.

Inti reaksi atau jantung fuel cell terdiri dari elektroda dan elektrolit yang dapat berbentuk cairan atau padatan. Inovasi pada kedua material tersebut umumnya berbasis material maju. Aplikasi material maju dapat digunakan pada berbagai bentuk alat penyimpan energi seperti baterai, fuel cell, solar cell, super kapasitor, dan lain-lain.

Dalam perjalanannya, kemajuan teknologi fuel cell berkembang dalam berbagai sektor seperti transportasi, telekomunikasi, perumahan, elektronika, dan industri lainnya. Di bidang telekomunikasi misalnya, fuel cell dipakai sebagai backup power pengganti genset dan baterai lithium ion.

Dalam konferensi pers seusai acara pengukuhan profesor riset, perempuan kelahiran Magelang, 14 Juni 1974 ini mengatakan fuel cell saat ini memiliki potensi sangat besar di industri telekomunikasi. Namun, fuell cell masih dianggap sebagai teknologi baru yang tinggi dan mahal.

“Walaupun harga per KWH listrik yang dihasilkan lebih tinggi daripada diesel, sekitar 15-20ribu per KWH, tetapi industri telekomunikasi memandangnya sebagai satu potensi yang sangat menjanjikan,” kata Eniya yang menjadi PNS BPPT sejak 1 Oktober 1993.

Menurut Eniya, saat ini di Indonesia ada sekitar 600-1000 titik menara telekomunikasi (BTS) yang backup power-nya menggunakan fuel cell. Para provider awalnya memakai diesel, namun setelah lima tahun baru terasa kalau biaya maintenance diesel sangat tinggi. Selain itu, diesel juga banyak dicuri orang sehingga menimbulkan banyak kerugian.

“Walau investasi pertama penggunaan fuel cell agak tinggi sekitar tiga kali lipat, tapi maintenance-nya sudah tidak ada lagi. Fuel cell dapat dipantau menggunakan online monitoring yang bisa dicek di website,” kata Eniya yang pernah meraih penghargaan Peneliti Muda Terbaik Indonesia bidang Teknik dan Rekayasa tahun 2004.

Kontribusi utama hasil riset dan rekayasa teknologi fuel cell oleh Eniya adalah penemuan produk katalis yang efektif sebagai material elektroda dan penemuan polimer hidrokarbon yang digunakan sebagai bagian dari elektroda padat fuel cell. Serta aplikasi bahan material maju tersebut dan kompositnya pada sistem fuel cell terintegrasi untuk menghasilkan listrik.

Minat Eniya terhadap penelitian fuel cell muncul setelah menempuh pendidikan program sarjana di Waseda University, Jepang. Saat itu, Eniya mendapatkan beasiswa program sarjana Science and Technology Advance Industrial Development (STAID) Kementerian Riset dan Teknologi pada 1993.

Mulai dari S-1 hingga meraih gelar doktor, semuanya ditempuh di Fakultas Kimia Aplikasi Universitas Waseda dalam kurun waktu 1993-2003. Selama di negeri Sakura, Eniya memperoleh beasiswa dari Iwaki Glass Industry untuk meraih gelar masternya (S-2). Sedangkan untuk program doktor, Eniya mendapatkan fellowship sebagai special researcher of young scientist for the promotion of science dari Japan Science Technology.

Gelar profesor riset ini melengkapi beragam penghargaan yang diterima Eniya. Untuk penghargaan kategori keilmuwan, ia memperoleh 10 penghargaan nasional dan 7 penghargaan internasional diantaranya Soegeng Sarjadi Award, The Habibe Award 2010, Patent Innovation Award, Asia Excellence Award, Peneliti Muda Indonesia, ASEAN Achievement Award, ASEAN Young and Technology Award, dan lain-lain.

Selain aktivitas keilmuwan, Ibu dari Ibrahim Muhammad, Nashita Saaliha, dan Nashira Saaliha ini memperoleh delapan penghargaan sebagai Inspiring Women dari berbagai institusi dan media massa. Eniya juga memperoleh empat penghargaan sebagai delegasi Indonesia.

Eniya telah menghasilkan 209 publikasi ilmiah, 6 thesis/buku/bagian dari buku, 19 jurnal internasional, 17 jurnal nasional, 32 prosiding nasional, dan publikasi ilmiah lainnya. Ia juga telah menerbitkan 5 buah paten dan hak merek. Paten yang terdaftar pada 2015 sebanyak 2 buah.

Eniya berharap penggunaan EBT bisa disosialisasikan dengan baik agar semua masyarakat bisa menerima dan mencoba hal-hal baru. “Kedepan bagaimana masyarakat bisa merasa memiliki prestise saat menggunakan EBT,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author