Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) meluncurkan Gross Expenditure on Research and Development (GERD) tahun 2018 yang merupakan penghitungan anggaran dan belanja Penelitian dan Pengembangan (Litbang) secara nasional pada acara National Expo for Science and Technology (NEST), Kamis (12/9/2019) di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta.
GERD merupakan anggaran atau belanja Litbang nasional dibagi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang pada tahun 2018 senilai Rp 14.837 triliun. Penghitungan ini meliputi anggaran dan belanja di empat sektor, yaitu sektor litbang pemerintah, litbang perguruan tinggi, litbang industri, dan litbang Non-Government Organization (NGO).
Dalam paparannya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan bahwa di tahun 2018 GERD Indonesia di angka 0,28 atau senilai Rp 41,82 triliun, dari sebelumnya di tahun 2016 sebesar 0,25 atau naik 0,03. Angka ini sebenarnya masih cukup rendah dibandingkan negara-negara lainnya, khususnya di negara-negara Association of South East Asian Nations (ASEAN). Untuk itu, perlu ada stimulus untuk menaikkan GERD di angka yang lebih baik, khususnya di luar sektor litbang pemerintah.
“Saat ini porsi terbesar GERD masih disumbangkan dari sektor pemerintah, yaitu sebesar 82,88% atau senilai Rp 34,70 triliun. Hal ini berbanding terbalik dengan negara-negara yang sudah maju seperti Korea Selatan dan Jepang, sektor litbang swasta yang menyumbang angka GERD terbesar ketimbang litbang pemerintah,” ujar Menristekdikti.
Menristekdikti menjelaskan, saat ini sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Kehadiran UU ini diharapkan menjadi momentum dalam memberikan pengaruh terhadap kenaikan GERD ke depannya, karena salah satu yang diamanahkan dalam UU ini adalah mencakup Dana Abadi Riset.
“Dana abadi riset sebenarnya menjadi salah satu solusi didalam keterbatasan dana riset di Indonesia saat ini, guna menambah kegairahan peneliti untuk melakukan penelitian yang hasilnya diharapkan dapat dikomersialisasikan,” jelasnya.
Mohamad Nasir juga menyatakan bahwa pada dasarnya GERD itu bukan hanya sekadar angka-angka saja. Di balik angka GERD ini dapat dimaknai bahwa pengembangan dan pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) ini sangat penting guna menambah daya ungkit yang berkontribusi bagi peningkatan perekonomian secara nasional.
“Akan lebih bermakna jika setiap hasil penelitian ini bukan hanya dalam bentuk dokumen saja, tetapi juga dalam bentuk hasil guna yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Inilah esensi dari adanya penelitian dan pengembangan,” harap Menristekdikti.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati menjelaskan bahwa angka GERD ini menjadi salah satu indikator di dalam melihat perkembangan Iptek di suatu negara Indonesia melakukan penghitungan ini dengan metode survei, tagging atau penandaan didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berbasis output Litbang, dan data sekunder penelitian yang ada di Kemenristekdikti.
“Kami mengambil data anggaran dan belanja Litbang itu dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder, sehingga menghasilkan data agregat yang menghasilkan data GERD tadi,” kata Dimyati.
Penghitungan GERD ini dilakukan oleh Kemenristekdikti, yaitu Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan dan Pusat Data dan Informasi Iptek Dikti berkolaborasi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
