Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pemerintah terus mendorong kaji terap teknologi di segala sektor, termasuk industri pertahanan. Salah satu bukti nyata adalah pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) atau disebut PUNA MALE. Wahana yang diyakini mampu terbang tanpa henti hingga 30 jam ini, memiliki pengendalian multiple UAV secara bersamaan (simultan).
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan purwarupa PUNA MALE Elang Hitam (EH-1) sudah ditarik keluar hanggar atau roll out, pada akhir tahun 2019 di PT. Dirgantara Indonesia (DI), Bandung, Jawa Barat.
“Pesawat Tanpa Awak atau PUNA MALE ini hasil rancang bangun, rekayasa dan produksi anak bangsa. Sudah di roll out dari hanggar PT. DI Bandung, 30 Desember 2019,” jelas Hammam di sela pameran Industri Pertahanan yang digelar Kementerian Pertahanan RI, Kamis (23/01/2020).
Keberadaan PUNA MALE Elang Hitam ini, dapat dioptimalkan untuk pengawasan dalam menjaga kedaulatan NKRI, baik di wilayah darat maupun laut, melalui pantauan udara. Penjagaan ini diyakini sangat efisien dan mampu meminimalisir risiko kehilangan jiwa, karena dioperasikan tanpa awak.
Lebih lanjut Hammam menekankan bahwa PUNA Elang Hitam, merupakan solusi teknologi dalam menjawab tantangan, terkait pengawasan kedaulatan NKRI. “Diharapkan PUNA MALE buatan Indonesia ini, dapat mengisi kebutuhan skuadron TNI AU dalam mengawasi wilayah NKRI melalui wahana udara,” urainya.
Butuh Sertifikasi Kemhan
PUNA MALE Elang Hitam, sesuai rencana pengembangannya, akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang hingga 30 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft. Dikatakan Hammam, 2 unit purwarupa PUNA MALE akan dibuat lagi tahun ini.
Pengintegrasian sistem senjata pada prototype PUNA MALE itu, juga dilakukan 2020 ini. “Kedua purwarupa PUNA MALE tersebut, nanti akan diuji kekuatan struktur di BPPT, yang juga akan melakukan uji terbang,” paparnya.
Perlu diketahui, pemanfaatan PUNA MALE ini membutuhkan rangkaian sertifikasi. Mulai dari sertifikasi produk militer, yang prosesnya sudah dimulai sejak 2019. Setelah itu, diperlukan Sertifikat Tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA), yang ditargetkan rampung pada akhir 2021. Selanjutnya PUNA MALE diharapkan mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada 2023.
“BPPT dan konsorsium PUNA MALE sangat membutuhkan dukungan Presiden, Menhan dan Panglima TNI untuk akselerasi program MALE Kombatan Elang Hitam,” ungkapnya.
Buatan Lokal
Pengembangan MALE Elang Hitam ini seratus persen dilakukan oleh putra-putri Indonesia. Inisiasi pengembangan PUNA MALE ini telah dimulai sejak 2015 silam oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal itu ditandai melalui kesepakatan rancangan, kebutuhan dan tujuan (DR&O) PUNA MALE yang akan dioperasikan oleh TNI, khususnya TNI Angkatan Udara (AU). “Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil uji nya di tahun 2016 dan tahun 2018,” jelas Hammam.
Setelah itu, kata Hammam, dilanjutkan dengan pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 melalui anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT. Kemudian pada 2017, perjanjian bersama pun dibentuk dengan adanya Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE).
Anggotanya terdiri dari Kemhan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) serta PT Len Industri. Selanjutnya pada 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pun masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
Muaranya adalah pembangunan industri pertahanan, yang akan berdampak pada peningkatan pergerakan roda perekonomian nasional. Yang menjadi catatan penting dalam semua proses ini adalah terkait kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus diposisikan sebagai kebijakan strategis.
Kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten untuk menghasilkan teknologi kunci pendukung MALE seperti teknologi-teknologi Flight Control System yang mampu Auto Take-Off Auto Landing (ATOL), Mission System, Weapon-platform integration dan Teknologi Komposit, Radar SAR, Inertial Navigation System (INS), Electro-Optics Targeting System (EOTS) dan Guidance System.
Teknologi kunci itu tidak diberikan oleh negara maju, sehingga penguasaan di industri pendukung tentunya harus diupayakan sendiri. Jika teknologi kunci tersebut sudah dikuasai, maka akan dapat di Spin Off untuk penerapan pada alutsista/alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) lainnya yang strategis.
“BPPT sebagai lembaga kaji terap teknologi terus berupaya melakukan penguasaan teknologi. Inovasi Drone Elang Hitam ini layak menjadi titik lompatan Indonesia, menjadi negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, juga maju, mandiri dan berdaya saing, khususnya dalam bidang industri pertahanan,” pungkasnya.